Tampilkan postingan dengan label abstrak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label abstrak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Mei 2017

Biru





Biru
Tak akan kau jumpai biru di langit Jakarta,
meski terik sinar mentari dan tiada awan menutupi;
Asap dan debu, buah peradaban manusia,
memberinya napas kesuraman yang abadi.

Malu
Tak akan kau jumpai negeriku yang sejahtera,
meski konon tanah airnya bergelimang karunia Ilahi;
Terlalu banyak prasangka berujung curiga,
mengekang kemajuan hanya sebatas mimpi.

Dan hatiku
Tak akan kau jumpai damai tenteram di dalamnya,
meski langit Jakarta berubah biru atau negeriku mendadak maju;
Di tengah-tengahnya, satu lubang menganga hampa,
yang hanya bisa tertutup oleh dirimu.



Jakarta, 14 Mei 2017
Gembel Ibukota




 

Sabtu, 27 Agustus 2016

Tabib dan Tukang Bangunan

Alkisah di suatu zaman susah, hiduplah seorang ahli tukang bangunan bernama Hap Seng, yang baru saja menjadi pengangguran karena sepinya pekerjaan. Suatu hari, sepulangnya luntang-lantung mencari kerja, ia mengeluh pada istrinya, Lien Hua, betapa sulitnya mendapat pekerjaan. Istrinya hanya menimpali:

"Yah memang masa sekarang lagi susah, sedikit orang yang butuh tukang bangunan, lagi nggak ada yang mau bikin bangunan. Andaikan lu tabib kayak tetangga sebelah kita si Peng San; coba itu liat, tiap hari orang sakit ngantri terus berobat ke dia, kagak putus-putus!"

Mendengar perkataan istrinya tersebut, Hap Seng mendapat ide.

Keesokan harinya, Hap Seng memasang papan di depan rumahnya. Tulisannya: "TABIB HAP SENG. MENANGANI SEGALA MACAM PENYAKIT. SEKALI BEROBAT Rp 20.000. TIDAK SEMBUH UANG KEMBALI 5x LIPAT."
 
 
Peng San yang melihat papan yang dipasang Hap Seng, terheran-heran. Ia bertanya "Hap Seng, setau gua, lu kagak pernah belajar ilmu pengobatan. Kok lu berani-beraninya buka praktek tabib di sini?"

Hap Seng menjawab enteng "Namanya juga hidup nyari nafkah, Peng San. Pembangunan boleh berhenti, tapi yang namanya orang sakit kan bakal ada terus. Lagian jadi tabib kayaknya nggak susah-susah amat, jadi bisa aja lah gua."

Merasa diremehkan sebagai tabib senior yang sudah lama berpraktek, Peng San diam-diam tersinggung. Ia memutuskan untuk memberi pelajaran pada Hap Seng.

Keesokan harinya tabib Peng San datang berobat ke tempat praktek Hap Seng. Ia berpura-pura mengidap penyakit aneh yang sudah ia karang sebelumnya: lidah mati rasa. Kalau makan, gula tidak terasa manis, garam tidak terasa asin, begitu kata Peng San.

"Bentar..." kata Hap Seng setelah mendengar keluhan Peng San. Ia berpikir sejenak, kemudian berkata : "Lien Hua...! Coba ambil obat nomor 27."

Lien Hua mengambil obat nomor 27 dari rak dan menyerahkannya ke Hap Seng. Kemudian Hap Seng menyuruh Peng San buka mulut, dan meneteskan obat tersebut ke lidah Peng San.

"Aseeeemm...!!!" jerit Peng San. "Ini sih bukan obat, ini cuka!!!"

"Nah, selamat, lidah lu udah sembuh. Udah bisa merasakan cuka." kata Hap Seng datar. "Tarifnya 20 ribu perak."

Peng San membayar dengan menggerutu. Sesampainya di rumah, ia memikirkan lagi bagaimana cara membalas dendam ke Hap Seng. Keesokan harinya, Peng San kembali mendatangi tempat praktek Hap Seng, dengan menyiapkan penyakit karangan yang baru: penyakit pikun. Akhir-akhir ini, kata Peng San, dirinya cepat lupa. Diajak ngomong hari ini, besoknya sudah lupa semua.

"Hmmm...." gumam Hap Seng. "Ada obat yang cocok. Lien Hua...! Coba ambil obat nomor 27."

"Eh! Enak aja!" protes Peng San. "Obat nomor 27 kemarin itu, kan isinya cuka! Jangan macem-macem lu!"

"Nah, selamat, ingatan lu udah balik. Udah bisa ingat kejadian hari kemarin." kata Hap Seng datar. "Tarifnya 20 ribu perak."

Dengan terpaksa Peng San kembali membayar. Sesampainya di rumah, dirinya makin panas dan makin bertekad untuk mengalahkan Hap Seng. Keesokan harinya, dirinya kembali datang ke tempat praktek Hap Seng, mengaku bahwa matanya buta!

"Hmmmm...." gumam Hap Seng. "Hmmmm......." ia berpikir selama lima menit, kemudian terdiam sambil memandangi Peng San.

"Gua nyerah." akhirnya Hap Seng berkata. "Penyakit lu yang ini, kagak bisa gua obatin. Ini, sesuai janji, gua balikin duit lu 5x lipat. 100 rebu perak."

Peng San tersenyum puas sekali dan tertawa ngakak keras sekali dalam hatinya sambil menerima selembar uang yang disodorkan Hap Seng. Namun sejenak kemudian dahinya berkerut.

"Heh, Hap Seng, yang lu kasih ini bukan uang 100 ribu. Ini uang 10 ribu!" protes Peng San.

"Nah, selamat, mata lu udah melek. Udah bisa ngebedain duit 10 ribu dan 100 ribu." kata Hap Seng datar, kemudian mengambil lembaran 10 ribu dari tangan Peng San. "Tarifnya 20 ribu perak."





.

Rabu, 16 Juli 2014

Rose and Chamomile

[1]
Just across the north sea she lies still, my first and utmost obsession.
Fiery, blazing scarlet adorns her perfectly; both arousing and burning.
The world's center of attention, the envy of all nations.
Her red, warmth for her fellows, fury for those she despises.

So close by distance, yet firmly untouchable;
with her mighty armada fiercely guarding
every inch of waters between us, and shouting:
"Never again you shall pass, never again!"

That defines her position: within my sight, out of my reach.
Now we're just exchanging explosive-loaded rockets
and sending heavy bombers over each other;
with a woeful outcome: devastating without conquering.


[2]
There on a far away eastern land, she reigns proud and haughtily.
White is her colour, white as her winter; pure and serene, they say.
Is purity a rejection for outsiders? Does serenity hide her vast army?
A perfect disguise and protection, for she is coveted by many.

Her winter staves off any invaders,
freezing them before the truth starts to hurt;
the bitter truth when they feel they've won,
to know that in fact they are actually hopeless.

But uncharted as it seems, my confidence keeps telling me:
"You will know the path! You can race the winter!"
And here am I, stuck inside her cold nights;
resigned my fate to her mercy.



[3]
Oh boy, tell me how silly I am.
Who send me to my own death?
Nobody here to blame, only myself.
With limited resources and fake self-belief,
I throw myself deep down the abyss of life;
by opening not one, but two deadly fronts.
 


14. bis 15. Juli 2014
Feldmarschall von Liebeskrank









For you who haven't get the references on the title yet; rose is the national flower of England, while chamomile is the national flower of Russia. For another references appeared, you may want to discover by yourselves.


.

Minggu, 29 Juni 2014

Darah Garuda

Siapa yang berani menikamnya?
Dia terkapar
Berlumur darah
Sirna keemasannya
Sirna warna warninya

Bandung-Jakarta

28-29 Juni 2014

Selasa, 24 Juni 2014

Kumpulan Lawak dan Satir Pilpres 2014


 Salam pilpres! Berikut ini saya berikan kompilasi status facebook saya selama periode pilpres 2014 yang isinya barang-barang abstrak nggak jelas. Akan terus diupdate sampai tanggal 9 Juli 2014 jika ada yang baru. Silakan meringis dan meratapi pilihan anda jika kebetulan berbeda dengan saya! Salam satu batang, salam dua biji! #eh


ANJING MENGGONGGONG KAFILAH NGIBRIT

Alkisah suatu hari, di ujung sebuah gang buntu mepet jurang pinggir kali.

Panjul: "Dasar penyakitan! Pake baju lengan panjang terus, pasti pundak sampeyan kudisan! Selangkangan sampeyan juga pasti kudisan!"


Jambrong: "Ayo kalau berani kita medical check up lah. Lagian ngaca dong, situ malahan jidatnya yang panuan, kukunya cantengan, mukanya bopengan, matanya picek..."


Panjul: "Eh, udah dong, kenapa malah jadi bawa-bawa fisik! Dasar preman nggak beradab, bisanya maenan fisik doang!"

#kehedsiah #ngunyahsendok #gigirontok



APALAH ARTI IDEOLOGI

Acara nonton bareng final Liga Antah Berantah antara Jamban FC dan Pispot FC.

Jambanholic: "Pokoknya saya nggak mikir menang kalah, yang penting itu tim saya itu selalu main cantik, sepakbola indah! Nggak kayak tim kamu, yang bisanya selalu cuma 'park the bus' doang!"


Pispotmania: "Alah, palingan juga nggak pede sama kemampuan tim sendiri, belum mulai tanding aja udah nyari alasan kalau kalah! Tim saya itu bukannya nggak bisa nyerang, tapi 'bertahan indah', bukan main serang nggak pake otak!"

Pertandingan berakhir mengejutkan: skor 3-1 bagi Jamban FC dengan ball possession hanya 22% dan shot on goal hanya 2 (satu gol lagi adalah gol bunuh diri dari pemain Pispot FC).

Pispotmania: "Kemenangan bukan segalanya. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu niat bermain sepakbola. Terlihat jelas mana tim yang niat menang dan yang cuma 'park the bus'."
 

Jambanholic: "YEEEEY GUA MENANG! GUA MENANG! POKOKNYA GUA MENANG! PERSETAN SEPAKBOLA INDAH!"

#FansLogic
#FakLojik



NETRALITAS SEMU

Tahun 2013. Si Japra lagi ngegeje di kantor sambil browsing-browsing situs geje macam Soccer Memes dan Goal Dot Com.

"Ronaldo belagu, Ronaldo sok ganteng, Ronaldo tukang diving kayak banci, Ronaldo selamanya cuma bisa jilat sepatu Messi, Ronaldo tampang maho, di saat Ronaldo sibuk ngiklan sampo, Messi sibuk menang 4 Ballon d'Or, dasar Gaynaldo, dasar Penaldo..." Japra terus membaca berbagai jenis komen sampah yang ada di suatu artikel.


"Kenapa ya gara-gara pemain bola doang, orang mulutnya bisa jadi kotor begitu, asal njeplak, ga pake logika, kayak orang nggak berpendidikan aja... Belom tentu juga semua yang ditulis itu bener, kok ini fans satu tim bola udah kayak ngerasa pemilik dunia aja." keluh Japra dalam hati, sambil bertekad menuangkan suara dalam hatinya itu ke dalam sebuah wadah implementasi berupa status facebook.

Saat kemudian Japra membuka facebooknya, tiba-tiba muncul satu notif. Ternyata Jimbrong, teman sekantornya, ngeshare satu link berita (mungkin ini kantor lagi geje banget kali ya, pada facebookan semua karyawanya). Judulnya "Messi called to court over allegations of tax evasion". Tambahan komen dari Jimbrong: "Lagaknya sok suci, eh gak taunya nilep pajak juga. Mendingan Ronaldo, Ballon d'Or cuma 1, tapi ga perlu sampe ngambil duit pajak buat nambah beli 3 biji lagi, he he he".

"Bener juga ya, setuju sekali, Messi tidak sesempurna yang para fansnya pikirkan, gak taunya cacatnya gede juga." gumam Japra dalam hati setelah membaca share dari Jimbrong tersebut. Tentunya, suara dalam hatinya kali ini tidak akan ia jadikan status facebook.

#Repleksi
#FakLojik
#FansLogic
#SilentFans

Disclaimer: tidak ada Barcelonista dan Madridista yang disakiti (dan saya harap tidak ada yang merasa disakiti) dalam pembuatan satir ini. 



DI MANA JELATA DIINJAK, DI SANA PRABU DIJUNJUNG

Di suatu SMA pinggiran ibukota. Puluhan siswa berkerumun menonton adu mulut dua orang siswa yang akhirnya berujung pada perkelahian. Atau lebih tepatnya, menonton Paijo memukuli Juki sampai babak belur.

Eko bergumam "Anjir, lemah banget si Juki. Digebukin abis-abisan sampai gak bisa ngelawan gitu. Cowok bukan sih? Berantem aja kagak bisa, ckckck".

Gondo yang ada di sampingnya diam saja, tak berkomentar.

Seminggu kemudian...

Kembali terjadi adu mulut yang berujung perkelahian. Kali ini Juki, yang ternyata selama seminggu itu belajar pencak silat di padepokan silat Bang Ali, menjadikan Paijo bulan-bulanan.

Gondo melirik Eko, seakan ingin menanyakan sesuatu.

Eko balas menatap Gondo dengan muka serius, kemudian berkata dengan suara dalam "Lihat, itu si Paijo benar-benar gentleman sejati. Dia bisa saja memberi pukulan telak kalau dia mau, tapi dia memilih mengalah. Luar biasa."

Gondo hanya bisa melongo, dan beberapa saat kemudian menyilangkan satu jarinya di jidat.

#MataLuPicek #SalamJariTengah




.

Minggu, 02 Maret 2014

Empty, Half, and Full

Tiga orang yang sedang bertarung di pemilihan untuk memperebutkan suatu jabatan publik, mendapatkan sebuah pertanyaan di suatu acara debat.

"Jika anda terpilih, apakah anda akan mengadakan syukuran atau perayaan, dan apa alasannya?"

Calon pertama menjawab: "Tentu saja, karena kemenangan itu sesuatu yang patut dirayakan."

Calon kedua menjawab: "Tidak, karena menurut saya, mendapatkan jabatan ini berarti mendapat tanggung jawab dan beban yang besar, sebagai pelayan masyarakat; ini adalah kewajiban dan bukan kemenangan, bukan sesuatu yang harus disambut dengan perayaan."

Calon ketiga: "Ya, karena menurut saya, mendapatkan jabatan ini berarti mendapat tanggung jawab dan beban yang besar, sebagai pelayan masyarakat; saya akan sangat berterima kasih jika mendapat kesempatan lebih untuk bermanfaat bagi banyak orang, sesuai cita-cita saya. Sungguh, menerima kesempatan besar untuk bermanfaat bagi masyarakat luas ini adalah kebanggaan dan anugerah bagi saya, maka tentu saja saya akan merayakannya."

================================

Dulu, ketika saya kuliah, di semester 4 ada sebuah mata kuliah bernama Neraca Massa dan Energi. Berikut ini adalah peristiwa yang benar-benar terjadi di saat ujian tengah semester. Pada ujian itu, ada sebuah soal yang sangat panjang, dengan penjelasannya memakan tempat setengah lembar soal, dan porsi nilainya adalah sekitar 30-40% dari nilai total ujian tersebut; di mana kita ditugaskan untuk menghitung neraca massa di serangkaian unit operasi yang terdiri dari (kalau tidak salah) lebih dari 3 unit operasi dan 10 aliran. In short, rumit dan berbahaya.

Berikut ini adalah ilustrasi bagaimana beberapa rekan saya menjawabnya.

Rekan pertama, karena pusing, menjawab bahwa soal tidak bisa dikerjakan.

Rekan kedua menghabiskan waktu hampir sepanjang ujian untuk menyelesaikan soal itu, namun sampai waktu habis, dia belum sampai ke jawabannya.

Rekan ketiga, setelah melakukan perhitungan tahap pertama, menemukan bahwa analisis derajat kebebasan (ADK) sistem tidak sama dengan nol, sehingga soal tidak dapat dikerjakan (dalam ilmu neraca massa dan energi, syarat soal dapat diselesaikan adalah ADK = 0, tidak kurang dan tidak lebih). Rekan ini mendapat nilai penuh untuk nomor tersebut.

================================

Dalam suatu episode Detektif Conan, ditemukan mayat seorang korban pembunuhan di WC umum. Di lokasi kejadian, juga nampak noda darah berbentuk huruf S. Para tersangka terdiri dari empat orang rekan korban dari klub menembak.

Kogoro Mouri berpendapat bahwa pelaku adalah salah satu rekan korban, yang bernama Sano. Alasannya tidak perlu dipikirkan lagi, huruf S ditulis korban dengan darahnya sendiri sebagai pesan kematian yang menandakan Sano adalah pembunuhnya.

Inspektur Megure, setelah memperhatikan tanda-tanda yang ditinggalkan di lokasi, membantah pendapat tersebut. Menurutnya, tanda S yang ditinggalkan adalah trik dari pelaku sebenarnya untuk menuduh Sano sebagai kambing hitam.

Singkat cerita, pada akhirnya, Conan memecahkan kasus ini. Pelakunya adalah benar Sano yang ternyata, dalam kesimpulan yang dijelaskan, dengan sengaja menuliskan inisialnya sendiri di tempat kejadian agar terhindar dari tuduhan (dengan trik reverse psychology).

================================

Ada sebuah cerita humor yang, entah benar atau tidak, sering dikaitkan dengan tokoh Nasruddin Hoja. Dalam kisah ini, Nasruddin Hoja muda sedang duduk-duduk santai di depan rumahnya ketika tetangganya, seorang saudagar yang kaya raya, lewat dan menyapanya.

"Wahai Nasruddin, apakah gerangan yang sedang kau kerjakan di depan rumahmu itu?" tanya sang saudagar.

"Wahai tetanggaku yang baik, sesungguhnya aku sekarang sedang bersantai, menikmati hidup." jawab Nasruddin.

Sang saudagar menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban pemuda Nasruddin dan kemudian berkata "Wahai Nasruddin tetanggaku, tidakkah pernah terpikir bagimu untuk mengerjakan sesuatu, yang tidak hanya bermalas-malasan seperti yang engkau lakukan sekarang ini? Tidakkah engkau pernah berpikir, misalnya, untuk melakukan hal yang bermanfaat, seperti memelihara beberapa ekor ayam?"

"Apa untungnya itu bagiku?" tanya Nasruddin sambil tersenyum polos.

Sang saudagar menjawab "Kau bisa menjual telur yang dihasilkan ayam-ayam itu, dan mendapatkan uang. Atau, kau bisa menetaskan beberapa telur dan memelihara lebih banyak ayam, lalu menjual sebagian ayam-ayam itu, dan mendapatkan uang lebih banyak lagi!"

"Lantas apa untungnya bagiku?" tanya Nasruddin kembali, masih tersenyum.

Sang saudagar menjelaskan "Dengan uangmu itu mungkin kau bisa membeli ternak yang lebih besar, seperti kambing atau sapi; kau bisa menjual susunya dan mendapatkan lebih banyak uang, lalu dengan uang itu kau bisa membeli lebih banyak ternak lagi, dan kau akan mendapatkan uang jauh lebih banyak lagi!"

"Lantas apa untungnya bagiku?" kembali Nasruddin mengulangi pertanyaannya.

Sang saudagar menatap Nasruddin keheranan, lalu menjawab lagi "Kau bisa memiliki beribu-ribu ternak, dan bahkan kau bisa menggaji orang untuk mengurusi ternak-ternakmu itu, dan pada akhirnya kau bisa menjadi peternak dan saudagar yang kaya raya!"

"Lantas apa untungnya bagiku?" tanya Nasruddin lagi.

Akhirnya sang saudagar meledak dan berteriak "Apa yang kukatakan masih kurang jelas? Kau bisa jadi orang kaya, punya uang banyak, dan tidak usah bekerja keras lagi seumur hidupmu! Setelah kau jadi orang yang kaya raya, kau bisa bersantai sepanjang yang kau mau, menikmati hidup dengan duduk-duduk seenakmu di depan rumahmu sambil menikmati pemandangan sampai puas!"

Nasruddin manggut-manggut. "Jadi, aku harus mulai bekerja keras sepanjang hidupku, supaya nanti setelah aku bekerja keras, aku jadi bisa duduk-duduk di depan rumahku, bersantai menikmati hidup?" tanyanya.

"Ya!" teriak sang saudagar, puas.

Nasruddin Hoja tersenyum, dan berkata "Menurutmu, apa yang sekarang sedang kulakukan?"

================================


Sekian renungan abstrak saya di Minggu sore, yang berisi tiga cerita pendek nggak jelas dan satu cerita lawak. Izinkan saya menutup renungan ini dengan kutipan yang ditenarkan di generasi saya oleh biksu Tong Sam Cong, "hampa adalah isi, isi adalah hampa", dan dengan kutipan yang bersumber dari pemikiran dan pengalaman saya sendiri:


Sometimes, what separates little and great minds are the reason only, with the mediocre minds often are in the opposite corner.


 




.

Senin, 12 Agustus 2013

Mendengar Nama Bung Hatta

12 Agustus 1902, di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), lahir seorang bayi laki-laki dari keluarga HM Djamil, seorang ulama, dan istrinya Siti Saleha. Anak itu diberi nama Muhammad Athar. "Athar" dalam bahasa Arab berarti harum, wangi; dan menurutku, terkabullah doa kedua orangtuanya itu, yang mereka panjatkan melalui nama, karena di kemudian hari anak ini akan dikenal oleh beratus juta rakyat bangsanya dengan sebuah nama yang harum: Bung Hatta.


--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah seorang pemuda unggul; salah satu siswa terbaik negerinya, yang dikirim ke luar negeri untuk belajar; sesuatu yang pada saat itu adalah kesempatan amat sangat langka yang hanya dapat diraih segelintir orang yang sangat menonjol. Di saat negerinya berada dalam keadaan carut-marut, terjajah, menderita; terbuka jalan keluar untuknya, untuk hidup enak di peradaban yang lebih maju, sebuah jalan yang tidak dibukakan bagi sembarang orang; kesempatan itu tidak diambilnya.

Hingga aku juga mengingatnya sebagai seorang patriot, yang menunjukkan apa artinya berjuang jiwa raga demi bangsanya. Bagaimana ilmunya dia pelajari baik dan dia pergunakan bagi kemakmuran bangsanya. Bagaimana waktunya pun ia berikan bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya: di saat ia bisa hidup makmur tenang di pusat peradaban dunia, ia bergabung dalam Liga Anti-Imperialisme. Mewakili bangsanya. Mempertaruhkan studi dan hidupnya. Bagaimana dengan lebih gila lagi, setelah lulus sarjana ia tinggalkan studi doktornya. Kembali pulang ke bangsanya. Membaktikan ilmu dan hidupnya bagi perjuangan bangsanya. Hanya untuk diasingkan pemerintah kolonial hingga belasan tahun lamanya. Bagaimana meskipun begitu ia tetap berjuang, hingga bangsanya merdeka; bagaimana ia tetap berjuang, setelah bangsanya merdeka; bagaimana ia tetap berjuang bagi bangsanya, sampai akhir hayatnya.

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini studi di luar negeri oleh sebagian besar pemuda yang beruntung dapat menikmatinya dipandang sebagai jalan keluar, sebagai pintu gerbang menuju dunia yang lebih nyaman, aman dan mapan ketimbang tanah airnya yang kacau balau dan membutuhkan tenaganya sebagai kaum intelektual yang beruntung.

"Betul, banyak orang yang bertukar haluan karena penghidupan, istimewa dalam tanah jajahan di mana semangat selalu tertindas, tetapi pemimpin yang suci senantiasa terjauh daripada godaan iblis itu."

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah seorang cendekiawan, akademisi, dan pendidik; sebelas tahun di bangku kuliah, hidupnya dikelilingi oleh buku hingga bahkan mas kawin dan harta warisannya pun berupa buku, di pengasingan waktunya dihabiskan untuk menulis buku filsafat, dan perhatiannya tercurah betul pada upaya pendidikan karakter bagi generasi penerus.

Itulah yang membuat aku juga mengingatnya sebagai seorang Bapak Bangsa; karena ia tahu benar bahwa kunci keberlangsungan suatu bangsa ada pada regenerasi, dengan cara mendidik generasi yang akan memegang arah bangsanya di masa depan. Bagaimana ia merumuskan tiga tujuan perguruan tinggi, yang menjadi pembeda antara pergerakan pemuda bangsanya dengan bangsa lainnya, dan yang hingga kini menanamkan kesadaran bahwa pemuda-lah aktor pergerakan bangsa ini di masa lalu, masa kini, dan seharusnya masa depan. Bagaimana hal itu telah dipegangnya sejak awal ia memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, dengan membentuk partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) dan menitikberatkan kaderisasi serta pendidikan, yang disebutnya untuk membuat rakyatnya merdeka seutuhnya.

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini pendidikan berantakan sedari dini, di mana anak-anak terlalu cepat diekspos pada semua informasi tanpa bimbingan dan pengawasan, remaja dikekang kebebasan berpikirnya lewat penjara bernama gengsi orangtua dan prestasi akademis, dan kampus-kampus hanya semata menjadi pabrik-pabrik tenaga kerja yang hanya hidup untuk mengenyangkan perut sendiri dan anak istri; di mana banyak generasi muda tak gemar membaca buku, dan pendidikan karakter dikerdilkan sebatas "soft skills" untuk menambah daya jual para calon kuli.

"Dan, memang, manusia susila dan demokratis ini (...) dapat menginsyafi tanggung jawabnya atas kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia umumnya. Dan mereka pulalah yang akan diharapkan akan menjadi pemimpin-pemimpin yang bertanggung-jawab dalam negara dan masyarakat."

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah seorang diplomat yang visioner; yang telah mempersiapkan langkah bangsanya menghadapi Perang Dingin sejak hari-hari awalnya di tahun 1948. Dari prediksinya itulah lahir ungkapan "mendayung di antara dua karang" dan "politik bebas aktif" yang diharapkannya menjadi acuan bagi pergerakan politik luar negeri bangsanya.

Justru karena itulah aku juga mengingatnya sebagai seorang nasionalis tulen, yang teramat bangga dan percaya pada potensi dan kekuatan bangsanya, serta mau memperjuangkan agar bangsanya bukan sekadar jadi bangsa sembarangan saja, melainkan jadi pemimpin dunia. Bahwa pada hakikatnya "bebas" berarti bangsanya tidak bisa seenaknya dijadikan objek permainan semata bagi bangsa-bangsa lain yang lebih besar, bukan hanya mengekor saja, tapi menentukan jalannya sendiri untuk kebaikannya sendiri. Bahwa pada hakikatnya "aktif" berarti bangsanya bukan sekadar diam, tetapi juga memegang peranan, tampil sebagai pelopor dan penggiat, sebagai bangsa yang menentukan arah gerak dunia ini menjadi lebih baik untuk semua bangsa, bukan untuk sekelompok bangsa tertentu saja.

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini baik pemerintah negaraku maupun rakyatnya seperti kehilangan derajat ketika bersinggungan dengan bangsa asing, di mana pemerintah tunduk tak berdaya menuruti kepentingan asing yang menghambat laju pembangunan negeri ini, dan di alam bawah maupun atas sadar rakyat masih tertanam indoktrinasi superioritas produk asing dalam segala sisi.

"Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun sedangkan aktif artinya menjuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa."

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah Bapak Koperasi; ya, dialah yang memperkenalkan dan mempromosikan bentuk badan usaha ini di negerinya, yang dianggapnya sebagai satu bentuk badan usaha yang paling mewakili falsafah hidup bangsanya, Pancasila. Badan usaha koperasi, di mana semua anggotanya memiliki, semua anggotanya bekerja, dan semua anggotanya menikmati hasilnya.

Lebih dari itu, aku juga mengingatnya sebagai cendekiawan yang mengabdikan ilmunya pada bangsanya; ilmu ekonomi, yang khusus dipelajarinya di belahan dunia yang jauh, bertahun-tahun lamanya. Bagaimana ia berkontemplasi akan ilmunya dan akan kondisi bangsanya, kemudian mencetuskan ekonomi Pancasila. Bagaimana ia tidak menelan mentah-mentah seluruh teori yang dijejalkan padanya di bangku kuliah, tidak kapitalis sepenuhnya maupun sosialis sepenuhnya, namun menggabungkannya dengan falsafah bangsanya sehingga tercetuslah gagasan ekonomi yang menitikberatkan keadilan sosial, bukan hanya material. Bagaimana ia menggagas agar kekuatan ekonomi di tangan rakyat, namun dilindungi oleh negara; di mana ia menekankan bagian penting yang membutuhkan perlindungan negara adalah pada jalur distribusi. Bagaimana ia melampaui zaman dengan menentang penitikberatan terhadap ekspor dan menjunjung harga diri bangsa dengan penguatan pasar lokal. Bagaimana koperasi yang dibawanya sebenarnya adalah salah satu bentuk dari pendukung skema ekonomi yang digagasnya, yaitu untuk keadilan sosial, di mana kemajuan ekonomi tidak dinikmati segelintir penguasa perusahaan saja.

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini kesenjangan ekonomi merajalela; di mana segelintir orang menguasai sebagian besar kekayaan negeri, kelas menengah banting tulang untuk korporasi-korporasi demi sesuap nasi, dan rakyat miskin tetap miskin sampai mati; di mana teori-teori ekonomi asing dipakai mentah-mentah tanpa pertimbangan bijak, dan indikator-indikator makroekonomi dibangga-banggakan sebagai bukti kemajuan ekonomi tanpa melihat kesejahteraan masyarakat secara nyata; serta di mana banyaknya ekonom tidak sebanding dengan kemajuan pemberantasan kesenjangan ekonomi, banyaknya insinyur dan ilmuwan tidak sebanding dengan kemajuan pengembangan teknologi, dan secara umum banyaknya sarjana tidak sebanding dengan kemajuan negara ini.

"Dasar kekeluargaan itulah dasar hubungan istimewa pada kooperasi. Di sini tak ada majikan dan buruh, melainkan usaha bersama antara mereka yang sama kepentingannya dan tujuannya."

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah Sang Dwitunggal; nama yang ia sandang bersama-sama Bung Karno, sahabat karibnya, rekan seperjuangannya dalam memerdekakan dan mengemudikan bangsanya. Dia seorang sahabat yang baik, tulus, dan perhatian; yang menegur keras sahabat karibnya yang ia anggap telah menyimpang, dengan kritik terbuka jujur terang-terangan.

Namun aku juga mengingatnya sebagai seorang sahabat sejati, yang dapat berseberangan dan bersikap keras soal berbagai pandangan, dengan tidak menumbuhkan dendam pribadi. Bagaimana setelah mundur sebagai Wakil Presiden, ia tetap berhubungan baik dengan Bung Karno. Bagaimana di tengah kritik-kritik kerasnya, ia dan Bung Karno masih tetap saling bersilaturahmi ke rumah masing-masing, masih tetap saling besuk ketika ada yang sakit. Bagaimana meskipun berbeda pendapat secara tajam, ketika Bung Karno diturunkan dan diperlakukan tak adil hingga sakit keras, ia tampil sebagai pembela terdepan dan pelindung keluarganya, bahkan menjadi wali nikah anak Bung Karno. Bagaimana setelah Bung Karno meninggal pun, ia tetap membela sahabatnya itu...

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini emosi kerap mendepak akal sehat tanpa terkendali, di mana masalah kecil dapat menyulut api yang nyalanya berkobar-kobar tiada henti, dan kita menjadi lebih suka berkelahi antar sesama bangsa sendiri demi membela sesuatu yang tidak berarti, dibanding bersatu padu menyelesaikan masalah yang jelas-jelas lebih perlu dihadapi.

"Aa, No... Apa kabar?"

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah seorang pemimpin bangsa yang sederhana; yang tak pernah mementingkan harta ataupun menyalahgunakan kekuasaannya, meskipun saat ia menjadi orang nomor dua di negerinya. Ia hidup bersahaja, dari gaji pokok semata ditambah dari menulis buku, tanpa mau menikmati fasilitas tambahan apapun dari negara atau pihak lain, yang sebenarnya mudah saja ia dapat jika ia kehendaki.

Niat di balik semua itulah yang membuat aku juga mengingatnya sebagai teladan yang memiliki integritas dan harga diri. Bagaimana ia mengembalikan semua dana tunjangan dan sisa belanja Wakil Presiden ke negara, karena meyakini bahwa sesungguhnya pejabat adalah pelayan rakyat. Bagaimana ia naik haji dengan honor penerbitan buku-bukunya yang ia tabung bertahun-tahun dan menolak sama sekali difasilitasi negara, karena ia ingin berhaji sebagai seorang muslim yang mampu, bukan sebagai petinggi negara yang dimampukan rakyatnya. Bagaimana bahkan setelah tak menjadi Wakil Presiden, ia menolak tawaran menjadi komisaris berbagai perusahaan besar, untuk menjaga image netral seorang (mantan!) Wakil Presiden, juga untuk menghindari makan gaji buta. Bagaimana karena semuanya itu, sampai akhir hayatnya keluarganya sampai kesusahan membayar rekening listrik, dan ia, salah satu orang paling terpandang di negerinya, hanya mampu menyimpan guntingan iklan sepatu Bally yang diidam-idamkannya tanpa mampu membelinya hingga detik ia meninggal dunia... demi menunjukkan arti integritas, totalitas sebagai seorang abdi negara yang sebenar-benarnya, setinggi-tingginya, seluhur-luhurnya!

Betapa aku merindukan sosok seperti Bung Hatta, ketika di masa kini penyelewengan dan korupsi merajalela di segala lapisan mulai dari penguasa hingga aparat terbawah, di mana tanpa malu orang beramai-ramai merampas hak orang lain sesukanya baik diam-diam maupun terang-terangan, dikarenakan tatanan masyarakat yang mendewakan uang dan materi sebagai berhala pengganti Tuhan mereka.

"Kita sudah cukup begini, kita hanya punya nama baik, itu saja yang harus kita jaga terus."

--------------------

Mendengar nama Bung Hatta, yang terpikirkan olehku adalah seorang negarawan yang komplit; politisi, cendekiawan, diplomat, ekonom, filsuf, pejuang, pembangun, pemimpin, guru, teladan, abdi negara seutuhnya. Bung Hatta adalah apa yang ada dalam pikiranku sebagai definisi suatu manusia unggul: yaitu satu insan yang diberi kelebihan, bakat, dan kesempatan sebesar-besarnya, mumpuni dalam berbagai bidang yang dikuasainya secara menyeluruh, dan mendayagunakan segenap keunggulan yang dimilikinya itu dengan memprioritaskan kepentingan orang banyak sebanyak-banyaknya, untuk masyarakat luas, bangsa, negara dan dunia.

Bung Hatta adalah sosok yang amat perlu dikenal oleh segenap rakyat negerinya, negeri Indonesia kita yang telah 68 tahun merdeka, yang selama separuh pertama umurnya beruntung memiliki seorang abdi setia bernama Mohammad Hatta, dan yang selama sisa umurnya membutuhkan Bung Hatta-Bung Hatta baru, yaitu kita semua yang diberi kesempatan bukan untuk disia-siakan, namun untuk memberi dampak besar bagi negeri di mana kita telah ditempatkan oleh Sang Pemilik Takdir.

"Hanya ada satu tanah yang dapat disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu adalah usahaku."




Mengenang Drs. Mohammad Hatta
atau lebih dikenal dengan nama 'Bung Hatta':
Proklamator Kemerdekaan
dan Wakil Presiden Pertama
Republik Indonesia,
lahir pada hari ini,
111 tahun yang lalu.





"Jujur, lugu dan bijaksana;
mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
rakyat Indonesia."
- Iwan Fals, dalam lagunya "Bung Hatta" -





Kamis, 06 Juni 2013

Hidup Itu Hanya Sekali

Banyak yang bilang, hidup itu hanya sekali.

Banyak yang bilang, karena hidup hanya sekali, puaskanlah diri.

Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan, tidak usah peduli apa yang orang lain katakan atau apa yang orang lain harapkan dari dirimu.

Pragmatisme abad postmodern ini bergema di segenap pelosok dunia dalam wujud-wujud yang paling halus dan manis. Be yourself. We cannot please everybody. Living life to the fullest. I have my way, you have yours, let's respect that. Yang mudah sekali dibengkokkan menjadi bersenang-senanglah dengan hidupmu, persetan dengan orang lain.

Namun ketika kita diberi anugerah Tuhan, baik itu bakat maupun kesempatan, untuk berbuat lebih, apakah pantas kita meninggalkannya? Anugerah yang diberikan agar kita dapat menjadi saluran berkat. Bermanfaat bagi orang lain, orang banyak, bagi dunia.Yang oleh filosofi pragmatisme kerap dicap sebagai "being somebody you don't want to be, living a life of someone else".

Ingin menjadi bermanfaat bagi orang lain, seharusnya memang bukan hanya dari paksaan publik. "Jadilah diri sendiri", "lakukan apa yang kau senangi", tidak harus selalu berarti mengejar kebahagiaan material ataupun hura-hura yang egoistis. Orang tidak berbuat baik atau produktif bagi orang banyak hanya karena disuruh, dipaksa, ditekan, atau dibayar dengan uang seperti budaya saat ini.

Ingin menjadi bermanfaat bagi orang lain, tumbuh dari kesadaran diri, rasa syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan sebagai kehormatan untuk berbuat lebih, dan rasa belas kasih pada sesama yang mendorong kita untuk bermanfaat bagi orang lain dan dunia.

------------

Adalah seorang Koesno Sosrodihardjo yang di kemudian hari terkenal dengan nama Soekarno. Keturunan bangsawan. Insinyur sipil pada umur 25 dari sekolah tinggi teknik pertama di negerinya, dan salah satu insinyur pertama yang dimiliki bangsanya. Dikenal sebagai pemuda yang dianugerahi otak jenius dan memori fotografik. Menguasai enam bahasa asing dan beberapa bahasa daerah. Pendeknya, jalan terbuka lebar baginya untuk mulai mengejar kesenangan dunia saat itu.

Pada umur 27 dia dijebloskan ke penjara oleh pemerintah.

Sejak itu hingga umurnya yang ke-40, 11 dari 13 tahun hidupnya dihabiskan dalam penjara dan pengasingan.

Apakah saat itu ia dicap sebagai orang gagal? Si jenius yang menghabiskan hampir seluruh masa-masa emasnya sebagai terpidana? Dianggap sebagai orang yang menyia-nyiakan hidupnya?

Orang ini, di kemudian hari, dengan perjuangannya, dengan pengorbanannya, telah berkontribusi pada kemerdekaan suatu bangsa yang besar, yang terbentang dari barat ke timur lima ribu kilometer lebarnya, dua juta kilometer persegi daratannya pada tujuh belas ribu pulaunya, dengan ratusan juta orang penduduknya.

Orang inilah satu dari sekian banyak orang yang 'mengorbankan'... tidak, mendayagunakan! Ya, mendayagunakan hidupnya bagi hidup orang lain, bukan satu dua orang lain, tapi satu bangsa, bangsanya yang kemudian merdeka. Dan setelah 11 tahun bangsanya itu merdeka, 11 tahun di mana akhirnya dia duduk di puncak sebagai pemimpin bangsanya, pada umurnya yang ke-55 dia berkata:




"Sungguh Tuhan hanya memberi hidup satu kepadaku,
tidak ada manusia mempunyai hidup dua atau hidup tiga.
Tetapi hidup satunya akan kuberikan,
insya Allah Subhanahuwata'ala, seratus persen
kepada pembangunan tanah air dan bangsa.
 

Dan... dan jikalau aku misalnya
diberikan dua hidup oleh Tuhan,
dua hidup ini pun akan aku persembahkan
kepada tanah air dan bangsa
.
"

Orang lain punya hidup hanya satu saja disayang-sayang, lah orang ini mau-maunya memberikan hidupnya satu-satunya kepada bangsanya, bahkan jika punya dua hidup, dua-duanya pun akan diberikan! Mengapa? Karena dia menjawab panggilan. Panggilan untuk mendayagunakan anugerah kelebihan yang diberikan, untuk bermanfaat bagi sesamanya, seluas-luasnya.

------------

Bung, dengan 69 tahun usiamu, engkau telah mengubah nasib hidup ratusan juta rakyat Indonesia; rakyat yang mungkin hingga saat ini berandai-andai atau bahkan berharap, bagaimana misalnya Bung Karno boleh memiliki dua hidup? Berikanlah ia hidup yang kedua saat ini, karena hidupnya yang kedua pun akan dipersembahkannya pada tanah air, dan tanah air ini masih butuh orang-orang sepertinya!

Tidak. Seperti diucapkannya, tidak ada orang diberi hidup dua atau tiga. Pembangunan hari ini bukan lagi tanggung jawab Soekarno. Pembangunan hari ini adalah tanggung jawab pemuda-pemuda hari ini, Soekarno-Soekarno zaman baru; pemuda-pemuda yang akan mendayagunakan umurnya, hidupnya, talenta dan kesempatan yang dimilikinya untuk orang-orang selain dirinya, untuk orang banyak, untuk kemajuan bangsanya.



Bogor, 6 Juni 2013
Selamat ulang tahun ke-112 wahai Putra Sang Fajar, Proklamator Tercinta, Presiden Pertama Republik Indonesia, Pahlawan Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.


Rabu, 17 April 2013

Toleransi dan Empati

Pemikiran acak yang mungkin atau mungkin tidak didapat dari akumulasi kejadian-kejadian baik baru-baru ini maupun di waktu yang amat lampau. Lebih tepatnya mungkin, karena terlalu sering mendengar kata "toleransi" didengung-dengungkan sampe bikin kepala saya pengang dan bising. Mulai dari artian yang kesannya baik seperti "toleransi antar umat beragama" hingga yang kesannya buruk seperti "organisasi ini kebanyakan ngasih toleransi". Nah, menurut KBBI (seperti yang jadi sumbernya artikata.com) toleransi itu adalah...

Definisi 'toleransi'
noun
1. 1 sifat atau sikap toleran: dua kelompok yg berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dng penuh --; 2 batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yg masih diperbolehkan; 3 penyimpangan yg masih dapat diterima dl pengukuran kerja;
ber·to·le·ran·si v bersikap toleran: sifat fanatik dan tidak ~ menjadi penghambat perundingan ini;
me·no·le·ran·si v mendiamkan; membiarkan: Pemerintah tidak akan ~ aparat yg menggunakan dana pembangunan dng dalih berbelit-belit
Definisi 'toleran'
adjective
1. bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng pendirian sendiri

Saya sebenarnya gak gitu sreg dengan kata toleransi. Tersirat seolah kita sebenernya gak setuju/sepaham tapi kita terima-terima saja demi hubungan baik. Ya, kesannya, kesannya loh, toleransi itu kurang sejalan dengan integritas. Udah tau menyimpang, tapi dibiarin karena cari aman; bukan karena paham, tapi karena gak mau mikir. Jika saya mau menunjukkan saya menerima apa yang dibawa orang lain atau apa situasi orang lain, tentunya saya nggak akan menerima hanya karena nggak enakan, males mikir, atau terpaksa; saya akan menerima jika saya yakin dan mengerti benar apa yang saya terima, dan penerimaan itu adalah penerimaan sebenar-benarnya. Itulah empati.


Definisi 'empati'
n Psi
1. keadaan mental yg membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dl keadaan perasaan atau pikiran yg sama dng orang atau kelompok lain;
ber·em·pa·ti v melakukan (mempunyai) empati: apabila seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, berarti ia sudah mampu ~

Saya lebih sreg dengan kata empati. Justru kita mencoba memahami apa yang orang rasa, dan setelah memahaminya, setelah kita mengerti benar, baru kita menerima. Jadi penerimaan itu didasarkan pada rasa pengertian menyeluruh mengapa harus menerima. Dan dengan memahami secara menyeluruh, orang bisa menerima dengan tulus.

Toleransi itu pasif, empati itu aktif.
Toleransi itu menangani gejala, empati itu menangani sumber.

Toleransi itu "Saya tidak ganggu kamu, kamu tidak ganggu saya, kita nggak ada urusan, selesai perkara".
Empati itu "Mari kita sama-sama saling memahami, saling menerima; dan setelahnya saling bersinergi."




Jakarta, 17 April 2013
sekadar catatan singkat, biar ada aja yang ditulis

Senin, 24 Desember 2012

Yang Terbesar

Natal itu bicara soal sukacita, soal hadiah, soal perayaan.

Natal itu bicara soal sukacita terindah; sukacita ketika kita orang-orang yang ditakdirkan tenggelam dalam kegelapan, bersorak gembira akan datangnya fajar pengharapan.

Natal itu bicara soal hadiah terbesar; hadiah berupa keselamatan yang cuma-cuma dan kekal, yang lebih berharga dari segala yang pernah ada di alam semesta milik Yang Maha Pencipta ini.

Natal itu bicara soal perayaan termegah; perayaan atas momen transformasi kita dari bukan apa-apa menjadi pemenang segalanya, dari kaum terhina dibawa naik ke sisi Yang Mahatinggi oleh kedatanganNya.

Begitu besar artinya Natal; tiada sukacita, tiada hadiah, tiada perayaan lebih besar selain karena Yesus Kristus Sang Juruselamat yang adalah sukacita dan hadiah yang kedatanganNya dirayakan pada Natal.

Wahai umat yang sedang merayakan perayaan termegah; kalian masih minta apa lagi sih? Natal itu saat kita bersukacita dengan sepenuhnya karena kita telah menerima segalanya, bukan saat kita mengeluh hanya karena kekurangan hal-hal trivial yang tidak ada artinya dibanding hadiah terbesar yang kita dapatkan.

Ada orang ngeselin dekat-dekat Natal, suasana hati rusak, ngeluh. Nggak dapat libur Natal, katanya jadi kurang hepi, ngeluh. Nggak dapat hadiah, ngeluh lagi. Malah yang lagi ngetren sekarang; nggak dapat ucapan selamat dari orang yang bahkan tidak merayakan, ngeluh juga! Tidak esensial, saudaraku: Tuhan kita datang, Juruselamat kita datang membawa sesuatu yang indah dan begitu berharga tiada bandingnya, dan kita masih memusingkan semua hal lain itu? Pusing dengan segala rupa urusan manusia dan kedagingan, yang tiada artinya jika dibandingkan dengan apa yang kita dapat pada hari Natal ini!

Lupakan, lupakan semuanya itu; dalam Natal hanya ada satu pikiran, satu fokus, satu hal saja: bahwa Yesus Kristus telah lahir ke dunia untuk menebus dosa manusia, dan tidak ada sukacita lebih indah, tidak ada hadiah lebih besar, tidak ada perayaan lebh megah dari itu! Hari Natal adalah tentang kita, tentang dunia yang berubah, FROM NOTHING TO EVERYTHING, dan tidak ada yang lebih dari itu!

Bersyukurlah dan katakan "Tuhan, betapa hina hambaMu ini jika bukan karena Engkau; sesungguhnya hadiratMu saja cukup bagiku; ketika aku telah mendapatkan hadiah terbesar keselamatan yang dariMu, lebih dari cukup alasan bagiku bersukacita, tiada lain di dunia ini selain Engkau."






"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya."
- bala tentara sorga, dalam Lukas 2:14 -

"Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus."
- Rasul Paulus, dalam Filipi 3:8 -

"All the way my Savior leads me, what have I to ask beside?"
- Fanny Crossby, dalam All The Way My Savior Leads Me -


Selamat Natal, Frohe Weihnachten, selamat merayakan kedatanganNya, penyebab tunggal mengapa Natal dirayakan. Hari Natal adalah tentang Dia saja, tentang keselamatan, sukacita, pengharapan dan hidup kekal yang dibawaNya, bukan tentang yang lain-lain. Rayakanlah Dia, yang terbesar dalam hidupmu.



Malam Natal, 24 Desember 2012
ditulis untuk saudara-saudaraku di seluruh dunia;
umat pemenang, ahli waris janji-janjiNya.



.

Selasa, 26 Juni 2012

Serangan Mental? Tuhan Beserta Kita, Kawan!

Zaman dulu para martir dan orang-orang percaya diancam dan disiksa dengan hukuman fisik; mungkin zaman sekarang, di daerah urban yang ngakunya beradab, umat percaya setiap harinya diserang secara verbal, seringkali via dunia maya, dengan kata-kata yang terkesan sopan tapi terkadang kasar juga, dengan celoteh-celoteh dan sindiran-sindiran yang arogan dan intimidatif tapi terlihat sok pintar.

Memang mudah terpancing untuk emosi. memang.

"Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah."
I Korintus 1:18

"Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu."
Lukas 6:27-28

"Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya."
2 Timotius 3:12

"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
Matius 5:11-12

"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah  menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.

Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.
"
I Petrus 2:19-22

"Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan."
Roma 12:19

"Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Matius 28:20


Jumat, 27 April 2012

Ihr verfluchten Kerls

Mungkin ini akan menjadi postingan tersingkat yang pernah saya buat (minus intro), namun saya menganggap hal itu menandakan seberapa penting postingan ini bagi saya, sampai-sampai post 1-2 kalimat ini layak saya jadikan 1 post tersendiri. Setiap kata di sini bermakna. Ini teriakan sebelum perang.

===========================================


"Ihr verfluchten Kerls," (sprach seine Majestaet),
"dass ein jeder in der Bataille seinen Mann mir steht!" 

translated:
"You damn guys," (spoke His Majesty),
"I expect each one of you to stand by me in the battle!"
 -Frederick The Great, in the song "Fridericus Rex", by Willibald Alexis -




===========================================

The video. The aforementioned sentences are from the early part of 2nd stanza.





Guys, I expect every each of you to stand by me in the battle.



.

Kamis, 19 April 2012

JAMBAN!

JAMBAN!

JAMBAN adalah ketika
"Be yourself" jadi tameng
bagi orang-orang yang enggan berubah
ke arah yang lebih baik

JAMBAN adalah ketika
"People change" jadi tameng
bagi orang-orang yang tak berprinsip
dan bergerak hanya berdasarkan oportunisme

JAMBAN adalah ketika
"We can't please everybody" jadi tameng
bagi orang-orang yang menulikan telinganya
atas saran dan kritik

JAMBAN adalah ketika
"I have my way and you have yours" jadi tameng
bagi orang-orang yang enggan memperjuangkan
tentang apa yang dianggapnya benar

JAMBAN adalah ketika
"Itu kan menurut lo" jadi tameng
bagi orang-orang yang malas berpikir
dan tak mau memahami pendapat orang lain

JAMBAN adalah ketika
"Sekarang saatnya belajar dulu" jadi tameng
bagi orang yang malas menentukan sikap
atau memang tak punya tujuan pasti

JAMBAN adalah ketika
"Mulai dari diri sendiri" jadi tameng
bagi orang-orang yang jangankan bergerak maju,
tapi untuk memulainya pun enggan



JAMBAN!



JAMan lemBAm Nian!



==================================

Sudirman, 19 April 2012
menjelang jam lembur



.

Sabtu, 14 April 2012

It Would Have Been Enough

Ada yang meminta pada Tuhan anugerah yang berlimpah. Tapi aku lebih memilih untuk belajar mengatakan pada Tuhan:

"Seandainya Engkau biarkan kami hari ini untuk masih mengalami hidup, dan menjanjikan keselamatan kekal ketika kami sudah tidak mengalaminya lagi, itu sudah cukup, cukup bagiku; anugerahMu cukup bagiku. Jika dalam hidup Engkau hanya bekali kami dengan Firman Hidup, dan Roh Penuntun, dan tidak memberi kami yang lain, itu cukup bagiku; yang terutama saja sudah cukup bagiku."

Kerjakan keselamatan dengan menjadi saluran berkat lahir batin bagi mereka yang membutuhkan. Mintalah berkat berlimpah kepada Tuhan, hanya dengan dasar bahwa kita rindu berbagi, rindu berbuat demi orang lain. Mintalah berkat, hanya untuk memberkati.

Diperuntukkan khusus bagi saudaraku Anthony Basuni Hamzah, yang dulu pernah bilang "asal gw bisa makan gw udah seneng", dan yang hari ini diwisuda... Selamat datang di medan tempur, selamat mengamalkan janji lulusan ITB, kawan... Masa depan cerah menanti bukan hanya kita, tapi rakyat Indonesia!

================================

"Janganlah kamu menjadi hamba uang
dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu."
- Ibrani 13:5a -

"Kami berjanji akan mengabdikan
Segala kebajikan ilmu pengetahuan
untuk menghantarkan bangsa Indonesia
ke pintu gerbang masyarakat adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila"
- sepenggal Janji Lulusan ITB -




.

Kamis, 05 April 2012

Via Veritas et Vita



Jalan
berbicara soal metode.

Jalan adalah tempat kita melangkah; sarana berjalan, sekaligus yang mengarahkan. Dengan jalan kita bergerak ke tujuan, namun jalan pula yang menunjukkan kita arah ke tujuan.

Yesuslah Jalan.

MelaluiNya kita melangkah. Dia pelita bagi kaki kita. Akuilah Dia dalam segala laku kita, maka luruslah jalan kita olehNya. Kita akan dibimbing dengan cara yang tepat, menuju hasil yang tepat.

===========



Kebenaran
berbicara soal esensi.

Kebenaran adalah motivasi, sumber dan daya dorong dari segala aksi. Perbuatan yang baik harus berlandaskan kebenaran. Perbuatan yang beralasan selain kebenaran adalah perbuatan yang miskin kebenaran, alias salah.

Yesuslah Kebenaran.

Dialah Sang Firman, dasar hukum dari segala tindakan kita. Tak boleh ada perbuatan kita yang bertentangan dengan sabdaNya. Kita dibenarkan olehNya, kita benar karena kita berbuat untukNya.

===========



Hidup
berbicara soal tujuan.

Hidup adalah hal yang utama, yang terpenting di antara segalanya. Manusia berhenti menjadi manusia ketika ia tidak lagi hidup. Manusia melakukan segala sesuatunya untuk hidup. Harta, akal, waktu, tenaga, itu sarana bertahan hidup. Semuanya untuk hidup.

Yesuslah Hidup.

Dialah Yang Utama, pusat dari aktivitas manusia. Harta, akal, waktu, dan tenaga kita adalah milikNya, hanya untukNya. Kita bekerja untuk Yesus. Kita mati untuk Yesus. Kita hidup untuk Yesus.

===========


Yesus
Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup

Apa lagi yang kalian butuhkan?
Dialah Sang Input, Proses, dan Output.
Bergeraklah dalam Jalan, oleh Kebenaran, untuk Hidup.
Bergeraklah dalam Yesus, oleh Yesus, untuk Yesus.





"Ego sum via veritas et vita"
"Akulah jalan, kebenaran, dan hidup"
- Yesus, saat Perjamuan Terakhir,
seperti tercatat dalam Yohanes 14:6 -

===========


Kamis Putih, 5 April 2012
Selamat menyambut kemenangan untuk yang merayakannya



.

Senin, 12 Maret 2012

Balance

"Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik."
- Rasul Paulus, dalam I Tesalonika 5:21 -

"There is nothing I like less
than bad arguments for a view I hold dear."
- Daniel Dennett, filsuf Amerika -



============================

Salah satu kuliah yang paling berkesan ketika saya belajar Teknik Kimia adalah kuliah Neraca Massa dan Energi. Di dalam kuliah tersebut, saya diajar dan belajar untuk memikirkan keseimbangan. Bahwa dalam kehidupan selalu ada neraca. Bahwa jumlah yang masuk dan terbentuk, harus seimbang dengan yang keluar dan tertinggal. Bahwa pengadaan dan peniadaan harus seimbang. Bahwa derajat kebebasan harus dibuat nol, agar data dan fakta pun harus seimbang. Karena seimbang, artinya sama kuat. Dan karena sama kuat, artinya sanggup untuk saling menyokong.

Mungkin karena itu juga, saya kemudian terbiasa menjadi seorang balancer. Selalu memandang sesuatu dari kedua sisi. Selalu terbiasa menguji segala sesuatu, dan mempertanyakan semua argumen dari kedua sisi. Atau ketiga sisi. Atau keberapa sisi sajalah, sebanyak sisi yang ada.

Dan mungkin juga itulah sebabnya, banyak yang menyebut saya sebagai pengganggu keseimbangan. Selalu mengganggu zona nyaman orang, mempertanyakan hal-hal yang orang tidak ingin pertanyakan, selalu tidak pernah konsisten, dan tidak pernah sependapat dengan siapapun.

Tidak, kawan. Justru sebaliknya. Saya adalah seorang pecinta keseimbangan. Dan pecinta kesempurnaan.

Saya ingin agar tiap orang memiliki pemikiran yang benar sebenar-benarnya. Saya ingin agar orang meyakini pemikiran yang menurutnya terbaik, bukan karena dia tidak mengetahui pemikiran-pemikiran lainnya, namun justru karena dia paham betul berbagai pemikiran lainnya, dan justru dengan memahami berbagai pemikiranlah dia sampai kepada keyakinan bahwa pemikirannyalah yang paling benar. Keyakinannya itulah keyakinan seyakin-yakinnya, yang tidak goyah hanya karena datangnya fakta baru. Keyakinan yang kuat dan teruji.

Neraca Massa dan Energi, mengajarkan saya penyederhanaan. Simplifikasi masalah kehidupan menjadi terstruktur dalam diagram. Sederhana saja logika yang ingin saya katakan. Jika anda benar, jangan takut berargumen. Jika anda berargumen secara adil dan kemudian kalah, (1) akuilah bahwa anda salah atau (2) jika anda masih yakin bahwa anda benar, ubah cara penyampaian anda untuk meyakinkan orang lain.

Terserah anda memanggil saya apa. Sang pemikir. Sang penanya. Sang penguji. Sang pengacau.

Tapi saya hanya menganggap diri sebagai sang pembelajar. Yang selalu ingin tahu apa yang benar. Apa yang paling benar. Kebenaran yang bersinar terang di atas 'kebenaran-kebenaran' lainnya.


Mungkin catatan ini dibuat terlambat tiga tahun... Tiga tahun yang lalu, ketika saya masih berkutat dalam perjuangan untuk menyampaikan suara dan keinginan rakyat kepada para pemimpinnya, dan di saat yang bersamaan juga berjuang menyampaikan pandangan dan kebijakan pemimpin kepada rakyatnya, dan juga berjuang untuk yang terpenting, yaitu menyelaraskan kedua perjuangan tersebut.

Mungkin dapat menjadi pengingat bagi semua pihak yang berkepentingan, bahwa argumen dibuat untuk dipercaya oleh orang lain, bukan oleh diri sendiri.

============================


Sudirman, 12 Maret 2012
dibuat setelah mendapatkan tugas
untuk membuat neraca massa sederhana




.

Minggu, 11 Maret 2012

First They Came...


First they came for the communists,
and I didn't speak out because I wasn't a communist.

Then they came for the trade unionists,
and I didn't speak out because I wasn't a trade unionist.

Then they came for the Jews,
and I didn't speak out because I wasn't a Jew.

Then they came for me
and there was no one left to speak out for me.


======================

This is a poem, written by Martin Niemoller, priest and leader of anti-NAZI clergymen in Germany in World War II. As you may already guess, "they" refers to NAZI party.



Apathy is the 8th deadly sin, and it is a silent killer.







Ditulis di hari peringatan,
namun bukan untuk memperingati,
keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret.

.

Jumat, 02 Maret 2012

Fenomena Hukum Jalanan

Salah satu perbedaan paling mendasar antara Orde Baru dan Orde Paling Baru (ini nama julukan saya sendiri terhadap kenaikan entropi yang terjadi pasca jatuhnya Presiden Soeharto), adalah kebebasan pers.

Berkat kebebasan pers, rakyat Indonesia tiap harinya disodori apa yang oleh media dinamakan ketimpangan hukum. Berkali-kali media menggambarkan koruptor-koruptor elit lolos dari jerat hukum, sehingga masyarakat makin lama makin apatis kepada aparat penegak hukum khususnya, dan negara pada umumnya.

Dan rakyat pun geram, apalagi karena jerat yang terlalu lemah ini kemudian diklaim hanya kuat menangkap ikan-ikan kecil. Contohnya?

Nenek pencuri biji kakao dituntut perusahaan perkebunan. http://news.detik.com/read/2009/11/19/152435/1244955/10/mencuri-3-buah-kakao-nenek-minah-dihukum-1-bulan-15-hari

Remaja maling sendal diancam penjara? http://forum.kompas.com/nasional/58148-maling-sandal-jepit-butut-%3D-5-tahun-penjara.html

Bocah maling ayam dituntut penjara juga? http://www.indosiar.com/fokus/dua-bocah-maling-ayam-diseret-ke-meja-hijau_91281.html

Dan bahkan ada rangkumannya! http://situs-berita-terbaru.blogspot.com/2012/01/prestasi-atau-ironi-kasus-kasus-sepele.html

Bahkan terakhir yang lagi ngetop di jejaring sosial, yaitu kisah nenek pencuri singkong dan hakim yang 'cerdik', yang diklaim sebagai "KISAH NYATA" yang terjadi somewhere di Sumatera bagian selatan (ada yang bilang Prabumulih, Sumsel; ada yang bilang Lampung): http://hajingfai.blogspot.com/2012/02/kisah-nenek-pencuri-singkong.html

yang sejujurnya saya kurang sukai dengan beberapa alasan:

1. Cerita yang diklaim sungguhan terjadi ini, saya berani jamin sebenarnya cerita rekaan yang dibuat berdasarkan cerita di Amerika Serikat ini, dengan tokoh hakim digantikan walikota New York zaman Perang Dunia II, Fiorello LaGuardia: http://www.snopes.com/glurge/laguardia.asp. Kemiripannya luar biasa, hingga saya yakin cerita 'sungguhan' tentang nenek pencuri singkong itu hanya jiplakan dari cerita Walikota LaGuardia ini. Dengan demikian cerita nenek pencari singkong itu tidak benar-benar terjadi, dan bahkan mungkin saja cerita sumbernya (yang di Amerika Serikat) juga hanya rekaan, sejenis cerita rakyat yang bagus untuk mengajar nilai moral, tapi tidak benar-benar terjadi.

2. Bahkan terlepas dari keotentikannya, kita dapat bayangkan implikasinya jika benar ada kejadian seperti itu. Keesokan harinya akan muncul pencuri-pencuri singkong yang (bisa jadi) beneran miskin semua. Lalu pengadilan-pengadilan sejenis akan dilakukan, denda-denda atas penduduk kota karena "membuat kemiskinan yang memungkinkan pencurian terjadi" dan dalam waktu singkat para pencuri akan kaya dengan uang denda pengadilan. Orang miskin akan malas bekerja, karena pencurian dijustifikasi oleh hukum. Hukum memberikan alasan bagi orang untuk mencuri: karena mereka miskin.

Anyway, membahas artikel tersebut akan makan satu postingan tersendiri. Intinya, mulai dari maling sendal sampai maling jemuran, ketika sudah masuk pers dan menyebar di dunia informasi, rakyat pun marah. Dengan satu argumen yang sama:

"Kalau penjahat dan koruptor kelas berat yang merampok uang negara aja nggak dihukum, kenapa maling kecil yang nggak seberapa merugikannya harus dihukum?"

Buat yang mengikuti pergerakan saya di kampus dulu, pasti sudah familiar dengan argumen yang sering dilontarkan oleh sebagian mahasiswa ITB "Diri lo sendiri udah bener belom, kok mau-maunya ngurusin orang lain?"

Dan ini mengarah ke gerakan pragmatisme! Di mana kita harus sempurna dulu baru boleh menggerakkan orang lain ke arah kebaikan. Di mana kita mustahil menjadi sempurna, dan maka dari itu kita selamanya tidak dapat menyebarkan kebaikan. Di mana kebenaran adalah relativisme individual, di mana setiap orang bisa benar, dan di mana interaksi antarmanusia sebagai homo socius dipertanyakan. Perhatikan komen-komen di link yang saya berikan. Sengaja saya berikan link-link yang penuh dengan komen-komen yang naif dan tanpa sadar terbungkus pragmatisme.

Efek teknisnya adalah suatu gerakan yang, meminjam istilah salah seorang rekan saya, dinamakan integritas pecundang. Ketika hukum aproksimasi integritas diterapkan, yaitu bahwa perkataan harus sebanding dengan tindakan, maka rute bawah yang termudah diambil untuk memenuhinya adalah bungkam saat tak bisa bertindak.

Filosofi inilah yang sekarang menjadi mainstream, termasuk bagi rakyat Indonesia, apalagi yang melek media. Turunan dari gerakan ini adalah apa yang saya istilahkan sebagai kecenderungan penihilan, alias gerakan pembuangan susu sebelanga karena nila (yang mungkin saja lebih dari) setitik, yaitu ketika pragmatisme tadi diterapkan dalam suatu sistem. Ketika suatu sistem dinilai impoten untuk menyelesaikan satu masalah besar, maka sistem itu divonis impoten dan tidak boleh digunakan. Contohnya ya itu tadi, ketika hukum hanya dapat digunakan untuk menjaring maling-maling kecil sementara yang besar lolos, maka hukum itu cacat dan tak layak digunakan bahkan untuk menjaring maling-maling kecil itu. Bebaskanlah mereka.

Hal ini akan semakin menyebar jika dikatalisis oleh memang lemahnya sistem tersebut. Dalam hal ini, ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah memang sudah hampir naik mencapai puncaknya sehingga sistem hukum diabaikan, dan rakyat lebih memilih hukum jalanan yang fleksibel, tepat untuk beberapa kasus, namun justru meninggalkan celah yang jauh lebih besar yang dapat dengan lebih mudah dieksploitasi untuk hal-hal yang baik.

Attitude seperti ini tidak hanya berlaku untuk hukum saja. Coba kita lihat beberapa contoh lainnya yang telah menjadi mainstream, khususnya di Masyarakat INdonesia Golongan KElas Menengah Menuju atAS (MINGKEM MAS):

- Ketika polisi memberlakukan tilang atas pelanggaran 'ringan' seperti melanggar lampu merah, tidak memakai helm/seatbelt, ada argumen pengendara "Polisi mah beraninya cuma sama pengguna jalanan yang kecil-kecil kayak kita ini". So? Apa dengan kegagalan polisi mengungkap kasus-kasus kriminal besar, pelanggaran-pelanggaran lalulintas anda jadi boleh ditoleransi? Itu melanggar hukum juga toh?

- Ketika pemerintah mengadakan program ini itu, reaksinya adalah "Ah, ngapain ngurusin begituan? Ada masalah lain yang lebih besar buat negara ini!. Ya ya ya, Indonesia gak boleh punya atlet berprestasi, Indonesia gak boleh mempercanggih alutsista yang udah bobrok ini, sampe semua rakyat Indonesia gak ada lagi yang miskin! Oke, oke. Keren.

- Ketika banyak LSM yang mengurusi moral (seperti FPI, terlepas dari teknis aksinya), banyak yang berteriak "Ngapain ngurusin moral yang kecil-kecil? Urusin tuh persoalan yang lebih 'besar'!". Right. Selama Edi Tanzil dan kawan-kawannya belom ketangkep dan dihukum penjara seberat-beratnya maka perjudian, pelacuran, dan kebejatan-kebejatan lainnya legal di Indonesia. Logika yang sangat brilian.

Dan belum lagi jika saya membahas serangan masyarakat postmodern ini terhadap agama. Bisa satu post tersendiri lagi. Yah, intinya, hanya yang terburuknya sajalah yang dilihat masyarakat. Hal-hal baik lain yang ditawarkan, tak digubris lagi.

Inilah yang dinamakan penurunan standar. Di mana jika keadaan berada di bawah standar, bukan keadaan yang kita manipulasi agar naik memenuhi standar, namun standarlah yang kita turunkan agar memenuhi keadaan. Bisa dilihat contohnya seperti yang saya alami selama belasan tahun terakhir ini:

- Kalau memang nilainya jelek waktu kuliah, bukannya meningkatkan kuantitas dan kualitas belajar, malah mengusahakan penurunan standar nilai sehingga bisa dapat A.
- Kalau sudah sekali salah dalam berpendapat, lebih baik diam saja, daripada disalahkan terus.

Dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya. Penurunan yang konstan ini lama-lama akan mendekati nol. Dan selesailah sudah semua. Bangsa ini akan terus hidup dalam penjaranya yang kecil, yang didirikan oleh pemikiran rakyatnya sendiri.

Harusnya yang dilakukan itu, usahakan peningkatan standar! Usahakan sistem-sistem tersebut dapat pula membereskan masalah-masalah yang besar! Ingat, kita boleh menuntut para pelaku sistem untuk mengarahkan fokus mereka ke arah hal-hal yang besar, kita boleh menekan para pelaku sistem untuk terus mengejar penyelesaian masalah yang besar itu (dan jika kita dapat ambil bagian, terlibatlah semaksimal mungkin!), tapi jangan, JANGAN kita mematikan seluruh sistemnya hanya karena dia hanya bisa menyelesaikan masalah-masalah kecil! Masalah kecil tetaplah masalah, dan harus diselesaikan. Mulai dari yang kecil dulu, bukan? Betul, kita tidak boleh tinggal diam dalam keadaan kecil terus-menerus, tapi bergeraklah menuju besar, jangan hanya diam tinggal menunggu besar. Pergerakan ke arah yang besar dimulai dengan melangkah dari hal kecil, bukan dengan melewatinya.

Akar dari semuanya itu adalah pragmatisme, budaya instan, filsafat individualis, dan egosentrisme manusia, yang berujung pada minimnya spiritualitas dan budi luhur, di mana semuanya itu adalah nyata bertentangan dengan Pancasila, dasar negara kita yang berTuhan, berkemanusiaan, berkebangsaan, dan berpegang pada masyarakat yang sosial.

Makanya pake timbangan elektronik aja, biar gak berat sebelah...

PS: Saya sadar sepenuhnya kalau ini tulisan isinya emang kebanyakan kata-kata njelimet yang bahkan saya juga bingung abis baca lagi. Tapi apa daya, saya tetap mempost ini tulisan sebagai bentuk penghargaan saya terhadap fungsi blog ini sebagai tempat curhat saya kepada umum. Harap maklum setulus-tulusnya. Terimakasih. Dan sebagai penutupnya, ini ada quote favorit saya, dari Bung Karno.

"Jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dahulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu per satu. Di dalam Soviet-Rusia merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Soviet-Rusia satu per satu."


Sudirman, 2 Maret 2012
diketik pada jam shalat Jumat di dalam kantor yang kosong
di tengah hujan badai yang menerpa ibukota



.