Tampilkan postingan dengan label lagu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lagu. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Mei 2012

The Forgotten Day

Hari ini adalah tanggal merah.

Mungkin hanya itu saja yang kebanyakan orang tahu. Bahkan bagi orang Kristen sendiri. Hari Kamis, tanggal merah, menghasilkan Jumat kejepit dan long weekend.



Mahasiswa tingkat akhir dan dikejar deadline stres karena kampus tutup. Pekerja kantoran di perusahaan-perusahaan berbasis proyek, pekerja layanan umum, atau pekerja lapangan memandang iri ke rekan-rekannya yang menikmati long weekend. Yang lainnya senang karena dapat waktu libur tambahan, yang dipakai untuk jalan-jalan, hura-hura, atau tidur-tiduran di rumah. Paling cuma pengangguran doang yang gak peduli.

Tapi overall, gak banyak yang memperhatikan ini hari apa. Atau apa pentingnya.

Hari ini adalah tanggal merah.

Udah, itu aja.

Ya, mungkin begitulah nasib tanggal merah yang satu ini. Hari Kenaikan Yesus Kristus. Yang mungkin kalah terkenal dibanding Natal dan Paskah. Yang mungkin bahkan orang Kristen aja ada yang nggak tau hari ini hari apaan. Dan bisa jadi beberapa yang tau pun, gak ngerti kenapa hari ini dijadiin tanggal merah.

Jadi hari ini hari apaan sih sebenarnya?

Mungkin gue akan coba memaknai hari ini sebagai berikut....

Jika Natal berbicara tentang pengharapan,
pengharapan akan keselamatan,
yang untuk dunia yang terpuruk dalam dosa ini bagaikan mimpi,
oleh lahirnya Yesus Kristus,
yang dijanjikan akan menjadi Juruselamat dunia....

Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud".
- Lukas 2:10-11 -

Long lay the world, in sin and error pining;
'till He appears, and the soul felt its worth.
A thrill of hope, the weary world rejoices;
for yonder breaks, a new and glorious morn.
- O Holy Night -

Dan jika Paskah berbicara tentang penggenapan,
penggenapan janji pengharapan keselamatan itu,
di mana manusia benar-benar diselamatkan dari dosa,
oleh mati, bangkit, dan menangnya Yesus Kristus
atas kuasa maut...

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
- Yohanes 3:16 -

Lives again our glorious King, Alleluia!
Where, oh death, is now thy sting? Alleluia!
Once He died our souls to save, Alleluia!
Where thy victory, oh grave? Alleluia!

- Christ The Lord is Risen Today -

Maka hari ini, hari Kenaikan Tuhan Yesus,
berbicara tentang pergerakan,
pergerakan yang merupakan respon kita
atas keselamatan yang telah kita terima.

Kita mengharapkan keselamatan, kita menerima keselamatan,
dan kini saatnya kita mengerjakan keselamatan kita.
Tuhan Yesus telah naik ke surga,
dan Dia menyerahkan tanggung jawab besar,
yang tertuang dalam Amanat AgungNya,
yaitu....


Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
- Matius 28:18-20 -

“Ye shall be My witnesses,” was Jesus’ last command,
to every kindred tongue and tribe, in every clime and land;
go, tell them of our Christ and say His kingdom is at hand.

Who will go and witness for Jesus?
Tell it out, tell it out, the blessèd Gospel sound;
tell it out, tell it out, the news the world around;
'till the Name of Jesus has been heard wherever man is found;
who will go and witness for Jesus?
- Ye Shall be My Witnesses -

Kenapa Hari Kenaikan penting? Karena pada hari ini kita merayakan transformasi kita sebagai umat Kristen yang pasif menjadi umat Kristen yang aktif. Pada Natal kita menunggu datangnya keselamatan, pada Paskah kita menerimanya, dan pada hari Kenaikan ini, kita yang telah menerima keselamatan yang kita nantikan itu, mulai bekerja dalam keselamatan, menjadi saksi Tuhan di seluruh dunia.

Hari Kenaikan ini adalah titik awal kita menjalani hidup sebagai orang Kristen yang sesungguhnya. Kristus datang ke dunia ini membawa keselamatan, namun Dia tidak hanya memerintahkan kita untuk percaya kepadaNya demi menerima keselamatan. Bahkan, sejauh yang saya baca, tidak ada ayat yang mendeskripsikan Kristus berkata agar orang percaya kepadaNya dengan kalimat perintah. Yang ada adalah kalimat berita "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Kalimat informatif, sekadar memberitahu, silakan manusia percaya kepadaNya, kalau percaya maka akan diberi jalan datang kepada Bapa. Namun pesan, amanat, untuk pewartaan ini jelas, dan inilah semangat hidup kita sebagai orang Kristen: "Jadikanlah semua bangsa muridKu". Sebuah kalimat perintah.

Semangat hari Kenaikan inilah yang membuat para pengikut Kristus (Firman Hidup) menjadi pewarta-pewartaNya, menjadi para pewarta Firman. Yang mendorong Petrus yang tadinya pengecut menjadi pewarta firman yang berani, batu karang yang menjadi dasar Gereja Kristus; dan memenangkan jiwa Kornelius, orang non-Yahudi pertama yang menjadi murid Kristus. Yang mendorong Filipus ke Yunani, Thomas ke India, Andreas ke Rusia, Bartolomeus ke Armenia, Yakobus ke Spanyol, Matius ke Afrika, Simon orang Zelot dan Yudas Tadeus ke Persia. Yang mendorong mereka semua untuk berjuang memberitakan Firman ke seluruh penjuru dunia, dan membayar dengan nyawa mereka semua.

Semangat hari Kenaikan-lah yang mendorong Stevanus untuk memberitakan Firman, meskipun dengan demikian ia menghadapi konsekuensi yang tak pernah ia lihat orang lain alami; yaitu menjadi martir pertama, orang pertama yang kehilangan nyawanya demi Kristus. Semangat hari Kenaikan-lah yang menumbuhkan Jemaat Pertama yang membuat Saulus begitu murka, yang akhirnya malah mengarahkannya ke jalan pemberitaan Firman itu sendiri sebagai Rasul Paulus yang gagah berani memberitakan Firman ke seluruh penjuru negara adidaya dunia saat itu, Kekaisaran Romawi; di mana buah karyanya adalah bibit bagi iman yang di kemudian hari timbul di hati Kaisar Konstantinus dan Theodosius, cikal-bakal mantapnya pemberitaan Firman Tuhan di negara-negara yang dominan di dunia, hingga saat ini.

Semangat hari Kenaikan-lah yang mendorong Adalbert memberitakan injil ke Prusia dan Eropa Utara, Denis ke Perancis, Agustinus ke Inggris, Patrick ke Irlandia, Willibrord ke Belanda, Gregorios Sang Pencerah ke Kaukasus, Kiril dan Metodius ke Rusia dan tanah orang-orang Slavia lainnya, Matteo Ricci ke Kekaisaran Tiongkok, Bartolome de las Casas ke benua baru Amerika, David Livingstone ke gelapnya pedalaman Afrika Hitam, Fransiskus Xaverius ke India dan Asia Timur, Horace Newton Allen ke Kerajaan Joseon Korea yang tertutup, Ludwig Ingwer Nommensen ke tanah Batak, dan banyak pewarta-pewarta firman lainnya yang tak dapat seluruhnya disebut di sini ke seluruh penjuru dunia, menggenapi firmanNya:

Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.
- Matius 24:14 -

Semangat hari Kenaikan-lah yang membuat Kekristenan menjadi Kekristenan yang kita lihat sekarang, yang kita alami sekarang.

Mudah-mudahan di tahun depan gak ada lagi orang (Kristen) yang bertanya "Ini hari kenapa libur sih?".


Semangat hari Kenaikan pula yang mungkin mendorong Kaka untuk menyebarkan nama Yesus kepada berjuta fans olahraga terpopuler sedunia...


Kamis, 17 Mei 2012
"Kita diutus
untuk berdiri teguh
di manapun kita telah ditempatkan,
sebagai laskar
kerajaan Allah
untuk menghalau kuasa gelap
dan menuai jiwa"
- GMB -

Jumat, 27 April 2012

Ihr verfluchten Kerls

Mungkin ini akan menjadi postingan tersingkat yang pernah saya buat (minus intro), namun saya menganggap hal itu menandakan seberapa penting postingan ini bagi saya, sampai-sampai post 1-2 kalimat ini layak saya jadikan 1 post tersendiri. Setiap kata di sini bermakna. Ini teriakan sebelum perang.

===========================================


"Ihr verfluchten Kerls," (sprach seine Majestaet),
"dass ein jeder in der Bataille seinen Mann mir steht!" 

translated:
"You damn guys," (spoke His Majesty),
"I expect each one of you to stand by me in the battle!"
 -Frederick The Great, in the song "Fridericus Rex", by Willibald Alexis -




===========================================

The video. The aforementioned sentences are from the early part of 2nd stanza.





Guys, I expect every each of you to stand by me in the battle.



.

Minggu, 08 April 2012

Low In The Grave He Lay, Up From The Grave He Arose!


Low in the grave He lay — Jesus my Savior!
Waiting the coming day — Jesus my Lord!


Vainly they watch His bed — Jesus, my Savior!
Vainly they seal the dead — Jesus my Lord!


Death cannot keep his prey — Jesus, my Savior!
He tore the bars away — Jesus my Lord!


Up from the grave He arose,
With a mighty triumph o'er His foes
He arose a Victor from the dark domain,
And He lives forever with His saints to reign.
He arose! He arose!
Hallelujah! Christ arose!



Selamat Paskah 2012
Hanya ada satu yang lahir, hidup, mati, menang, menyelamatkan, bangkit, dan naik ke surga - Yesus!






.

Kamis, 26 Januari 2012

Apa Itu Indonesia?

Terinspirasi dari sebuah lagu perjuangan Jerman kuno (sebelum adanya negara Jerman yang sekarang), Was ist des Deutsches vaterland? (Apa itu tanah air Jerman?), maka berdasarkan tema yang cukup mengena tersebut (yaitu tentang satu negara dalam perbedaan, keragaman dalam satu identitas), saya mencoba membuat suatu tulisan tentang Indonesia. Sedikit tidak jelas, lumayan untuk sarana pelampiasan karena sedang ingin menulis sesuatu. Bacaan (dan musik) ringan untuk yang ingin menikmati.

Jika ingin, dapat dinyanyikan sesuai melodi yang dapat dijumpai di tautan ini. Lirik asli yang menginspirasi (lengkap dengan animasi) ada di sini. Salam hangat.

=========================================

Apa itu Indonesia?
Tanah Minang? Atau Batak?
Di pinggiran Batanghari?
Atau tepi Sungai Musi?
Ten-tu, ti-dak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Papua-kah? Maluku-kah?
Di kaki Gunung Rinjani?
Di pantai Teluk Tomini?
Ten-tu, ti-dak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Tanah Dayak? Atau Banjar?
Di kuala pesut menari?
Atau di hutan meranti?
Ten-tu, ti-dak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Majapahit? Pajajaran?
Di keraton Gunung Jati?
Atau Raden Mangkubumi?
Ten-tu, ti-dak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Tasik Melaka? Sunda Kecil?
Pulau Besi? Pulau Emas?
Pulau Tanjung? Pulau Beras?
Ten-tu, ti-dak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Oh, negeri yang mulia!
Apakah Pulau Dewata,
yang berjuluk surga dunia?
Tidak, tidak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Oh, negeri yang kucinta!
Apakah bandar Jakarta,
dalam segala gemerlapnya?
Tidak, tidak!
Indonesia lebih besar,
lebih besar dari itu!

Apa itu Indonesia?
Semua ini Indonesia,
baik alamnya yang permai,
maupun rakyatnya yang damai!
Sudah tentu! Sudah tentu!
Serukanlah dengan bangga:
In-do-ne-sia!

Semua ini Indonesia,
Meskipun berbeda-beda,
namun sungguh satu jua,
dirahmat Yang Maha Esa!
Sudah tentu! Sudah tentu!
Semua ini Indonesia,
semua ini Indonesia!


==========================


Inilah Indonesia!



"Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! ... Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!"
- Bung Karno -





Bogor, 26/1/2012
V.S. Eisensteiner


.

Was ist des Deutschen Vaterland?

Ini sumber inspirasi dari postingan setelah ini, "Apa Itu Indonesia?". Sebuah lirik lagu "Was is der Deutschen Vaterland?" dalam bahasa Jerman, dan terjemahan bahasa Inggrisnya karya saya sendiri, yang sama-sama dapat dinyanyikan dengan melodinya.

DISCLAIMER: the lyrics are from this video, and the poetic translations are mine.

======================================
GERMAN LYRICS

Was ist des Deutschen Vaterland?
Ist's Preußenland? Ist's Schwabenland?
Ist's wo am Rhein die Rebe blüht?
Ist's wo am Belt die Möwe zieht?
O nein, nein, nein!
|: Sein Vaterland muss größer sein! :|

Was ist des Deutschen Vaterland?
Ist's Bayerland? Ist's Steierland?
Ist's, wo des Marsen Rind sich streckt?
Ist's, wo der Märker Eisen reckt?
O nein, nein, nein!
|: Sein Vaterland muss größer sein! :|

Was ist des Deutschen Vaterland?
Ist's Pommerland? Westfalenland?
Ist's, wo der Sand der Dünen weht?
Ist's, wo die Donau brausend geht?
O nein, nein, nein!
|: Sein Vaterland muss größer sein! :|

Was ist des Deutschen Vaterland?
So nenne mir das große Land!
Ist's Land der Schweizer? Ist's Tirol?
Das Land und Volk gefiel mir wohl.
Doch nein, nein, nein!
|: Sein Vaterland muss größer sein! :|

Was ist des Deutschen Vaterland?
So nenne mir das große Land!
Gewiss, es ist das Österreich,
An Ehren und an Siegen reich?
O nein, nein, nein!
|: Sein Vaterland muss größer sein! :|

Was ist des Deutschen Vaterland?
So nenne endlich mir das Land!
So weit die deutsche Zunge klingt
Und Gott im Himmel Lieder singt:
Das soll es sein! Das soll es sein!
|: Das wackrer Deutscher, Nenne dein! :|
Das nenne dein!

Das ganze Deutschland soll es sein!
O Gott vom Himmel, sieh darein
Und gib uns rechten deutschen Mut,
Dass wir es lieben treu und gut!
|: Das soll es sein! Das soll es sein!
Das ganze Deutschland soll es sein! :|
Das soll es sein!
Das ganze Deutschland soll es sein!

--------------------------------------

ENGLISH TRANSLATION

What is the German fatherland?
Is it Prussia? Or Swabia?
Is on Rhine, where fine vines are found?
Or Belt, where seagulls' cries resound?
Oh no, no, no!
|: That fatherland is greater though! :|

What is the German fatherland?
Is Bavaria? Or Styria?
Is Marsland, where cattles are herded?
or Markland, where irons are smelted?
Oh no, no, no!
|: That fatherland is greater though! :|

What is the German fatherland?
Pomerania? Or Westphalia?
Is it where Sand Dunes by wind blows?
Or where the Danube rush its flows?
Oh no, no, no!
|: That fatherland is greater though! :|

What is the German fatherland?
That I can call a true great land!
Is Switzerland, of snow and ice?
Or Tyrol, where the folks are nice?
But no, no, no!
|: That fatherland is greater though! :|

What is the German fatherland?
That I can call a true great land!
Is it Austria, certainly,
Abundant in wealth and glory?
Oh no, no, no!
|: That fatherland is greater though! :|

What is the German fatherland?
That I finally can call my land!
It's where spoken the German tongues
who praises God in Heaven with songs:
Those are the ones! Those are the ones!
|: Name that land yours, o brave Germans! :|

The whole Germany should be those!
Oh God in heaven, be with us,
and give us, true Germans, the strength
so we'll love it till our last breath!
|: That is the one! That is the one!
The whole Germany should be one!:|


======================================

This is the Greater Germany according to the wishes of the listener of this song. The dark green is the current Germany. The Greater Germany is inside the green border, with the territory in light green, superimposed with current borders (in red) with other countries (territory in yellow). It can be seen in this map that the Greater Germany covers the territories which are currently belonged to the countries Denmark, Netherlands, Belgium, Liechtenstein, France, Switzerland, Italy, Austria, Hungary, Czech Republic, Slovakia, Romania, Ukraine, Poland, Lithuania, and Russia; which totals roughly 2,5 times greater than current 'Germany'.





"Von der Maas bis an die Memel,
von der Etsch bis an den Belt."
[from the Meuse (in France) to the Nemunas (in Lithuania),
from the Adige (in Italy) to the Belt (in Denmark)]
part of the original lyrics of German anthem,
the German equivalent of Indonesian
"Dari Sabang ke Merauke, dari Miangas ke Rote"



.

Minggu, 31 Juli 2011

Arrêtez Espérant

Je ne crois pas plus avec ce que tu donnes
Alors je suis ici, acculés, attendant de mourir
Je ne crois pas plus dans l'utilisation du soleil
Qui était autrefois en mesure d'alléger le coin sombre de ce cœur

Je arrêter en espérant et en attendant sombres à venir
Jusqu'à tard arrive un moment où aucun amour-je obtenir
Pourquoi faut-il la souffrance, si le bonheur est fait?
Pourquoi devrait-il être le noir, si le blanc est amusant?

Je suis retourné, sans mémoire
J'ai accepté ma défaite
Je suis retourné, sans vengeance
Je salue ta victoire

Tu m'as appris le bonheur
Tu m'as appris la souffrance
Tu me montrer le bonheur
Tu me montrer la souffrance
Tu me donnes le bonheur
Tu me donnez la souffrance

Déposez vos ténacité, laissez-le aller lentement
Tu comprendrez tout




.

Une

Je suis toi-même
Cet amour est votre amour

Je suis toi-même
Cette âme est votre âme

Ce désir est ton désir
Ce sang est votre sang

Il n'ya pas d'autres mais vous
que j'ai toujours adorer
J'appelle votre nom
dans mon chaque souffle
J'appelle votre nom
J'appelle votre nom

Avec vos mains, je touche
Avec vos pieds, je marche
Avec vos yeux, je vois
Avec vos oreilles, j'entends
Avec votre langue, je parle
Avec votre coeur, je sens

Il n'ya pas d'autres mais vous
que j'ai toujours adorer
J'appelle votre nom
dans mon chaque souffle
J'appelle votre nom
J'appelle votre nom




.

Minggu, 10 Oktober 2010

Pemimpin Yang Terkaya

Berikut ini ada sebuah cerita yang diambil dari lirik sebuah lagu Jerman kuno, lagu daerah Wuerttemberg (Stuttgart dan sekitarnya). Berbeda dari lirik lagu-lagu daerah atau kebangsaan lain yang mengagung-agungkan daerah sendiri dan tak pernah memuji kehebatan daerah lainnya... namun bukan itu poin yang ingin diangkat. Mungkin disimak saja terlebih dahulu.

Himne Wuerttemberg - Memuji Dengan Banyak Cakap

Memuji dengan banyak cakap
tentang hebat dan besarnya negeri mereka,
ialah para penguasa Jerman yang duduk
pada jaman dahulu kala di Balairung Kekaisaran

"Betapa dahsyatnya," berbicara Pangeran Saksen
"negeriku dan segala kegemilangannya!
Perak menghiasi gunung-gunungnya
hingga ke liang-liangnya yang terdalam!"

"Lihatlah negeriku dalam gelimang hartanya!"
berbicara Adipati Lembah Rhein
"Di lembah-lembah, panen jagung dan gandum keemasan,
di gunung-gunung, panen anggur nan mulia!"

"Kota-kota besar, istana-istana kaya!"
Ludwig, Raja Bayern, berbicara
"Sedemikian hingga harta benda negeriku
melebihi hasil padang-padang dan gunung-gunung kalian."

Eberhard yang berjanggut,
penguasa Wuerttemberg yang tercinta,
berbicara "Di negeriku, kota-kotanya kecil.
Bukit-bukitnya pun tak mengandung perak.

Namun ada permata yang tersembunyi,
dalam hutan negeriku yang lebat, namun begitu hebat,
yaitu dalam pangkuan tiap rakyatku hingga yang terjelata
di mana aku dengan aman dapat meletakkan kepalaku."

Dan berserulah penguasa Saksen,
penguasa Bayern, dan penguasa Rhein
"Pangeran berjanggut, engkaulah yang terkaya!
Permata negerimulah yang termulia!"


Apa yang bisa didapat dari lagu ini? Yaitu bahwa sang pengarangnya (Herr Justinus Kerner) menganggap bahwa pemimpin yang beruntung, yang terkaya, bukanlah diukur dari apakah dipimpinnya yang terbaik di dunia, kaya raya, atau sejenisnya. Bukan saat negerinya menjadi makmur, kaya perak, atau kaya bahan pangan. Tetapi pemimpin yang beruntung, yang mendapat penghargaan tertinggi, adalah pemimpin ia merasa dicintai sangat oleh rakyatnya, sampai-sampai ia merasa aman dan tidak takut diapa-apakan jika harus tidur meletakkan kepalanya di pangkuan rakyatnya yang manapun.

Untuk yang tertarik mendengarkan lagunya, ini ada versi modernnya, dinyanyikan band lokal Rote Tor Fraktion (Kelompok Gol Merah), yang merupakan fans fanatik klub bola lokal VfB Stuttgart. Dan mereka menambahkan bait kedelapan yang kira-kira isinya:

Dengarlah hai Wuerttemberg nan berani dan setia
(dan karena itu aku selalu berdiri untukmu)
Raja sepakbola berselempang samir
ialah VfB-ku tercinta!




http://www.youtube.com/watch?v=XkkLos3Bnb0

Dan lirik lengkapnya dalam bahasa Jerman:

Württemberger Hymne - Preisend Mit Viel Schönen Reden

Preisend mit viel schönen Reden
Ihrer Länder Wert und Zahl,
Saßen viele deutsche Fürsten
Einst zu Worms im Kaisersaal.

„Herrlich“, sprach der Fürst von Sachsen,
„Ist mein Land und seine Macht;
Silber hegen seine Berge
Wohl in manchem tiefen Schacht.“

„Seht mein Land in üppiger Fülle,“
Sprach der Kurfürst von dem Rhein,
„Goldne Saaten in den Tälern,
Auf den Bergen edlen Wein!“

„Große Städte, reiche Klöster!“,
Ludwig, Herr zu Bayern sprach.
„Schaffen, daß mein Land dem euren
wohl nicht steht an Schätzen nach.“

Eberhard, der mit dem Barte,
Württembergs geliebter Herr,
Sprach: „Mein Land hat kleine Städte,
Trägt nicht Berge silberschwer;

Doch ein Kleinod hält's verborgen:
Daß in Wäldern, noch so groß,
Ich mein Haupt kann kühnlich legen
Jedem Untertan in Schoß.“

Und es rief der Herr von Sachsen,
Der von Bayern, der vom Rhein:
„Graf im Bart! Ihr seid der Reichste!
Euer Land trägt Edelstein!“

Württemberg furtchlos und treu,
weil Ich immer zu dir steh,
König Fußball trägt den Brüstring
Mein geliebter Vfb!




.

Rabu, 29 September 2010

Selamat

Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan selamat kepada kakak-kakak dan rekan-rekan lulusan Teknik Kimia ITB, September 2010. Selamat atas gelar Sarjana Teknik yang diraih, semoga dapat menjadi bekal untuk mengejar mimpi-mimpinya, menjadi awal perjalanannya di dunia nyata.

GIGI - Sang Pemimpi

Sambut hari baru di depanmu
Sang pemimpi siap 'tuk melangkah
Raih tanganku jika kau ragu
Bila terjatuh ku 'kan menjaga

Kita telah berjanji bersama taklukkan dunia ini
Menghadapi segala tantangan bersama... Mengejar mimpi-mimpi!

Berteriaklah hai sang pemimpi
Kita takkan berhenti di sini

Kita telah berjanji bersama taklukkan dunia ini
Menghadapi segala tantangan bersama...

Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa,
hargailah orang-orang yang menyayangimu,
yang selalu ada, setia di sisimu
Siapapun jangan kau pernah sakiti
dalam pencarian jati dirimu dan semua
yang kau impikan
Tegarlah, sang pemimpi!




Best regards
Adri Kristian, ST.


.

Minggu, 02 Mei 2010

Beri Aku Seberkas Mentari

Di sepanjang hidupku
Hidup serasa bukan hidup
Biarkan aku hidup benar-benar hidup
Sekali saja, sekali saja

Masa kecilku hilang
Masa mudaku pun hilang
Biarkan aku hidup benar-benar hidup
Sekali saja, sekali saja

Beratnya buku-buku mematahkan bahuku
Bahkan suap pun, ayahku yang mengajarkan:
Nilai 100 berarti jam tangan baru
Kurang dari itu berarti pukulan tongkat

Dengan terus menulis dan menulis
A-B-C-D tergoreskan di telapak tanganku
Asam sulfat pekat perih
membakar masa kanak-kanakku

Beri aku seberkas mentari, beri aku setitik hujan
Beri aku kesempatan, aku mau hidup sekali lagi

Rabu, 31 Maret 2010

That Thing You Do!

*Personal request dari teman dekat... I'm doing the best that I can*

Seringkali, bahkan setiap kali kamu ngelakuin hal itu, hatiku hancur berkeping-keping. Dan aku tahu sebenernya kamu nggak bermaksud jahat dengan hal itu, cuma memang kamu nggak tahu betapa aku sakit kepala tiap ngeliat kamu kayak begitu.

Aku selalu, terus berusaha buat ngelupain kamu, tapi susah banget... setiap kali kamu ngelakuin itu lagi, lagi, dan lagi.

Aku udah tahu kamu luar dalam, dan aku yakin suatu saat nanti bisa bikin kamu tahu, bahwa kamu akan jadi milikku suatu hari nanti... Karena, kamu sadar nggak sih, bahwa kita berdua emang cocok? Yah, andai saja kamu mau jadi milikku satu-satunya...

Aku nggak minta banyak kok, cuma satu yang kuminta yaitu cinta... dan ternyata itu memang susah banget, dan aku udah capek...

Udah cukup kesel, capek, makan ati tiap kali ngeliat kamu selalu jalan bareng orang lain, dan kamu selalu ngelakuin itu, dan aku udah capek, dan nampaknya habis perkara...

New Found Glory - That Thing You Do!

You, doin' that thing you do
Breaking my heart into a million pieces
Like you always do

And you don't mean to be cruel
You never even knew about the heartache
I've been going through


Well i try and try to forget you girl
But it's just so hard to do
Every time you do that thing you do

I know all the games you play
And i'm gonna find a way to let you know
That you'll be mine someday

'cause we could be happy can't you see?
If you'd only let me be the one to hold you
And keep you here with me

'cause i try and try to forget you girl
But it's just so hard to do
Every time you do that thing you do

I don't ask a lot girl
But i know one thing's for sure
It's the love I haven't got girl
And i just can't take it anymore

'cause we could be happy can't you see?
If you'd only let me be the one to hold you
And keep you here with me

'cause it hurts me so just to see you go
Around with someone new
And if i know you you're doin' that thing
Every day just doin' that thing
I can't take you doing that thing you do



-in the middle of hailstorm-
March 31st, 2010



.

Rabu, 30 Desember 2009

Selamat Jalan Gus Dur



.......
Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat
Yang tak lepas dari namamu

Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang segala jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkafan doa
Dari kami yang merindukan orang sepertimu

(Iwan Fals)


Selamat jalan Gus Dur!


Rabu, 16 Desember 2009

In Memoriam - Soe Hok Gie

Eross SO7 feat. Okta - Cahaya Bulan

Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya kota kelam mesra menyambut sang petang
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Mengapa matahari terbit menghangatkan bumi

Aku orang malam yang membicarakan terang
Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang


Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya nyali besar mencuat runtuhkan bahaya
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Mengapa indah pelangi tak berujung sampai di bumi

Aku orang malam yang membicarakan terang
Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yangg takkan pernah kutahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati


Terangi dengan cinta di gelapku
Ketakutan melumpuhkanku
Terangi dengan cinta di sesatku
Dimana jawaban..... itu.......

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yangg takkan pernah kutahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati



Semoga semangatnya akan tetap abadi di tengah-tengah generasi penerusnya, mahasiswa.

Semangat untuk bertanya dan mencari kebenaran...

Hati yang selalu gelisah dan terpacu jika dihadapkan pada persoalan yang tak terpecahkan...

Semangat berdiskusi bahkan di tengah zaman kegelapan...

Semangat mengeksplorasi dan berkomunikasi dengan alam ciptaan Tuhan...

Semangat berjuang demi kemakmuran dan perdamaian.


Eross SO7 feat. Okta – Gie

Sampaikanlah pada ibuku
Aku pulang terlambat waktu
Ku akan menaklukkan malam
Dengan jalan pikiranku

Sampaikanlah pada bapakku
Aku mencari jalan
Atas semua keresahan-keresahan ini
Kegelisahan manusia

Retaplah
Malam yang dingin

Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki malam
Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki keadilan


Berbagi waktu dengan alam
Kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya
Hakikat manusia

Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki malam
Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki keadilan
Keadilan, keadilan....

Akan aku telusuri jalan yg setapak ini
Semoga kutemukan jawaban
Jawaban, jawaban... ooo... ooo


---------------------------------------




In Memoriam
蘇福義 Soe Hok Gie
Jakarta, 17 Desember 1942 - Semeru, 16 Desember 1969






.

Selasa, 27 Oktober 2009

Ya, KARENA KITA PEMUDA!

“Indonesia? Bukan urusan kita… karena kita masih pemuda.”

Apakah benar Indonesia terlalu tinggi atau terlalu jauh bagi kita, pemuda?

BERIKAN AKU SEPULUH PEMUDA, DAN AKU AKAN MENGGUNCANG DUNIA!

Delapan puluh satu tahun yang lalu, di sebuah rumah pondokan milik Sie Kok Liong di Jalan Kramat Raya 106… Para pemuda berkumpul dari berbagai latar belakang, suku, bangsa, dan agama, dengan satu tujuan… Melihat tanah airnya merdeka. Tanah air yang satu. Didiami oleh bangsa yang satu. Dan berbahasa bahasa yang satu.

Delapan puluh satu tahun lalu, pemuda adalah fondasi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pemuda. Pemimpi. Penemu. Pelopor. Penggerak. Pendobrak.

Saat ini, di Labtek Biru di Jalan Ganesha 10… Kita, para pemuda dari berbagai latar belakang, suku, bangsa, dan agama, dengan satu tujuan… Melihat tanah air kita jaya. Tanah air yang sama dengan yang diperjuangkan leluhur kita delapan puluh satu tahun lalu.

Saat ini, pemuda harus menjadi fondasi kejayaan Indonesia! Jika tujuan kita satu, langit akan kita goyangkan, bumi akan kita gempakan, samudera akan kita gelorakan… bangsa ini akan kita angkat. Karena kita pemuda. Karena kita pemimpi. Karena kita penemu. Karena kita pelopor. Karena kita penggerak. Karena kita pendobrak. Ya, kita.



Bangunlah hai pemuda, berjuta rakyat menanti tanganmu, mereka lapar dan bau keringat.
Jangan menghindar dengan berkata “Nanti saja, saya kan masih pemuda!”
Tapi jawablah “Ya, KARENA SAYA PEMUDA!”

Tidak perlu menunggu jadi tua untuk peduli, berbuat, dan berarti bagi bangsa. DAN JANGAN MENUNGGU.





Bangun pemudi-pemuda Indonesia
Lengan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmulah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha, jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara, t’rus kerja keras
Hati teguh dan lurus, pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus, hai putra neg’ri



81 Tahun Sumpah Pemuda
PSDA HIMATEK



.

Selasa, 22 September 2009

Jadilah Juara

Kembali dengan cerita fiksi-lagu kedua dari saya, yang saya jadikan korban kali ini adalah lagu Jadilah Juara, OST King, oleh Ipang BIP dan Ridho Slank. Selamat menikmati.

DISCLAIMER: Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesalahan yang tidak mengenakkan dalam penuturan peristiwa, nama, tempat, maupun fakta-fakta lainnya, penulis mengucapkan mohon maaf lahir dan batin.

=========================

Alfonso turun dari angkot Panghegar - Dipati Ukur, memberikan uang seribu kepada sang supir, dan cepat-cepat lari sebelum sang supir sempat meminta tambahan ongkos. Setelah terdengar suara deru angkot menjauh, ia baru menghentikan larinya dan memandang ke depan, mencari-cari dengan matanya. Rupanya dia belum datang. Memang salahku datang sepuluh menit lebih awal untuk bertemu orang yang biasanya telat sepuluh menit kalau janjian, pikirnya.

Maka ia memutuskan untuk menghampiri landmark kampusnya, papan nama Institut Teknologi Bandung pada sebuah batu bercat hijau muda, dan duduk bersandar di sana sambil menikmati pemandangan sekitar Gerbang Ganesha. Jalanan putih bagaikan tertutup salju yang hanya ada di negeri empat musim. Ada tukang gorengan, mahasiswa-mahasiswa berjaket himpunan masing-masing yang berwarna-warni, mobil-mobil mewah keluar masuk gerbang. Sesekali terdengar suara burung di atas kepala yang mirip sirine pertanda serangan udara Jepang waktu Perang Dunia Kedua: jika suaranya berkumandang, itu pertanda bom-bom akan segera berjatuhan. Alangkah permainya kampusku, pikir Alfonso sambil tersenyum.

Dan tiba-tiba dari arah dalam kampus terlihat segerombolan mahasiswa berjas almamater. Sebagian besar dari mereka bertampang lesu. Yang pria sibuk mengelap keringat, yang wanita merapikan rambutnya yang acak-acakan. Alfonso kembali tersenyum. Ini anak-anak angkatan 2011 yang baru selesai menjalani rangkaian acara penerimaan hari ini, pikirnya.

Dan seketika dirinya sudah merasa sok tua, mengenang saat ia pertama kalinya melangkahkan kaki melalui Gerbang Ganesha. Apakah spanduk yang begitu menggetarkan hatinya dulu itu masih selalu terpampang setiap awal tahun ajaran? Ia menoleh ke suatu arah dan melihat bahwa ya, masih ada, namun agak sedikit berbeda.

SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI HARAPAN BANGSA.

Mungkin kata 'TERBAIK' dianggap terlalu arogan, keluh Alfonso sedih. Mungkin kata itu dihapuskan karena orang melihat arogansi mahasiswa ITB yang begitu tinggi dan kerjanya hanya menyombongkan diri seperti saya, pikir Alfonso. Atau mungkin juga karena mahasiswa-mahasiswa ITB dianggap tidak lagi memenuhi syarat, tidak lagi diharapkan untuk menyandang beban begitu berat sebagai putra-putri terbaik bangsa.

Padahal ia begitu merindukan melihat kata itu. Kata yang menurutnya memang pantas disematkan kepada Ganesha-Ganesha muda yang akan mengawali langkahnya membangun negara. Kata yang menunjukkan tingginya ekspektasi negara ini pada Institut Teknologi Bandung. Pada manusia-manusia yang adalah calon-calon patriot bangsa yang sebenarnya. Ya, Alfonso percaya bahwa pejuang kemerdekaan di masa ini bukan lagi tentara ataupun politisi, tapi orang-orang ilmu pengetahuan alam.

Kita adalah pejuang
yang membela harga diri
negeri ini


Dari dulu Alfonso selalu meyakini bahwa bidang ilmu pengetahuan alam-lah yang seharusnya menjadi ujung tombak pembangunan. Bukan ilmu sosial. Yang menentukan nasib bangsa Indonesia seharusnya adalah para teknokrat, para insinyur, para dokter, para ilmuwan. Bukan politikus, pengacara, ekonom, atau artis. Ilmu sosial memperbincangkan hal-hal maya, ilmu alam membuat hal-hal nyata.

Ketika kenaikan harga BBM menjadi perdebatan para analis ekonomi, bukankah insinyur perminyakan-lah yang kerja keras memompa minyak yang jadi perdebatan itu keluar dari perut bumi? Ketika di bursa saham orang kelabakan karena fluktuasi harga saham perusahaan otomotif, perumahan, petrokimia; bukankan yang mereka kerjakan hanya memperbincangkan hasil kerja para insinyur mesin, sipil, dan kimia? Ketika wabah flu burung dan SARS menyebar dan pemerintah memerintahkan keadaan tanggap darurat, bukankah itu semua tidak ada artinya jika para dokter tidak mampu menolong orang-orang sakit dan para ilmuwan tidak menemukan vaksin? Para jenderal TNI jika negara kita diserang musuh sibuk mengatur koordinat pertahanan, membaca peta, mengatur letak artileri, pasukan infantri, angkatan laut, dan angkatan udara. Apa kerja mereka jika tidak ada para insinyur yang membuat benteng, peta, artileri, senapan, kapal perang, dan pesawat tempur? Bahkan ketika orang-orang sibuk mencari uang, sebenarnya siapa sih yang membuat uang? Mesin cetak, perkebunan abakus, dan tinta. Siapa yang membuat itu semua? Insinyur-insinyur.

Jadi jelaslah menurut Alfonso bahwa insinyur-lah yang bisa mengubah nasib bangsa ini secara nyata. Membasmi krisis energi dan pangan dan pada akhirnya memandirikan bangsa secara ekonomi. Memperbaiki sistem transportasi dan tata kota sehingga permasalahan sosial urban dapat diminimalisasi. Membuat alutsista canggih sendiri sehingga kedaulatan bangsa terjunjung tinggi. Mendirikan industri berbasis sumber daya lokal sehingga profit yang didapat besar dan digunakan untuk biaya pendidikan rakyat sehingga makin banyak rakyat yang terdidik untuk pembangunan nyata.

Dan tempat mana lagi paling cocok untuk mencetak insinyur-insinyur yang bisa melakukan hal-hal itu, selain di kampus berjudul institut teknologi ini? Yang dari semua segi memang terbaik pada bidangnya di negeri ini? Jadi kenapa harus malu mengakui bahwa di sinilah tempatnya putra-putri terbaik bangsa menuntut ilmu?

Kecuali jika hal itu tidaklah lagi benar. Jika yang menuntut ilmu di sini bukanlah lagi putra-putri terbaik bangsa. Benarkah?

Kita bangsa yang berani
tak takut untuk hadapi
semuanya


Patriot-patriot negara memberikan tubuh dan darah mereka sebagai batu bata penyusun istana kemerdekaan. Tank-tank dan senapan mesin Belanda, bayonet dan samurai Jepang, tidak menggentarkan mereka. Bagaimana dengan pejuang-pejuang kemerdekaan versi Alfonso zaman ini, yaitu para mahasiswa teknik, termasuk dirinya sendiri? Alfonso pun mulai menghitung daftar hal-hal yang ditakutinya.

Angin dingin pagi hari kota Bandung. Ketakutan ini membuatnya seringkali meringkuk tenang di dalam selimutnya sementara wekernya sudah berbunyi tujuh kali untuk memanggilnya agar segera bangun dan berangkat kuliah. Akibatnya sudah tak terhitung berapa puluh kelas pagi yang ia lewatkan.

Gengsi dan ketakutan untuk mendapat nilai nol sendirian sementara teman-temannya mendapat nilai bagus. Ketakutan ini membuatnya sering memodifikasi tugas dan laporan karena semua orang kebanyakan melakukannya. Daripada tidak mengumpulkan? Yah, sebenarnya Alfonso tahu kalau hal ini bisa diatasi jika ia mengerti betul materi tugas dan laporan dengan belajar sungguh-sungguh, tapi apa mau dikata bahwa salah satu ketakutan lain Alfonso adalah takut...

Mengorbankan waktu(istirahat dan main)nya untuk memahami materi-materi kuliah. Sebenarnya sebuah perbuatan yang sangat tidak mahasiswa sekali.

Dengan melihat diri sendiri saja dan segala ketakutannya, Alfonso dapat menyimpulkan bahwa memang tidak semua yang kuliah di Institut Teknologi Bandung ini merupakan putra-putri terbaik bangsa.

Jangan lelah jangan lemah
janganlah mudah mengalah
dan menyerah


Alfonso teringat cerita yang pernah dituturkan salah satu dosennya tahun lalu. Saat itu di kelas, Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja menceritakan kepada seluruh kelas tentang salah seorang mahasiswa bimbingannya yang berkewarganegaraan Vietnam. Si mahasiswa ini, menurut Pak Tatang, berkata dengan berani kepadanya:

"Pak, saya yakin Vietnam dalam beberapa tahun lagi akan lebih maju dari Indonesia. Kami kerja lebih keras. Di mana-mana semua orang kerja keras. Bahkan orang miskin kami kerja lebih keras dari orang miskin Bapak."

Alfonso termasuk salah satu dari orang-orang yang panas mendengar cerita itu. Seseorang yang negaranya hancur total tahun 70an akibat perang, yang negaranya tertinggal 30 tahun dari Indonesia yang memiliki keunggulan SDA dan SDM jauh lebih banyak? Namun selain panas, hatinya perih juga kalau itu memang benar. Mungkin si Vietnam itu ingin menambahkan juga, namun tidak enak jika didengar rekan-rekannya: "Dan mahasiswa-mahasiswa kami kerja lebih keras dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia!".

Tidak, batin Alfonso. Ia tidak mau kalah. Ia teringat ucapan salah seorang seniornya di ITB ini. Seniornya yang 85 angkatan lebih tua darinya.

"Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera, agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 sen sehari; bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli; bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."

Dan seniornya itu, setelah lulus dari ITB, telah membuktikan kata-kata itu. Di bawah pimpinannya, bangsa Indonesia melangkah ke arah jajaran bangsa-bangsa terdepan dunia. Sayang langkah itu terhenti. Dan bahkan sempat mundur.

Dan Alfonso berangan-angan dengan sumber daya Indonesia yang melimpah, dikombinasikan dengan bidang ilmu yang ditekuninya, teknik kimia, apa yang bisa dilakukan?

Ia tidak mau kalah dengan Brasil yang menjual etanol di setiap SPBU di seantero negeri itu, dan dengan demikian menghilangkan ketergantungan akan keberlangsungan negaranya terhadap situasi politik yang mengelilingi ladang-ladang minyak Timur Tengah. Ia tidak mau kalah dengan RRC yang, karena diembargo, telah memproduksi sendiri seluruh katalis untuk industri kimianya, yang menghemat devisa negara hingga berjuta-juta dolar Amerika. Merekalah contoh bahwa negara-negara berkembang bisa selangkah menuju ke arah kemajuan dengan teknik kimia, dan Alfonso berharap Indonesia akan menjadi contoh pula.

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya
Harapan dari bangsa ini
kita menjadi juaranya


Alfonso tahu tingginya harapan terhadap mahasiswa ITB. Terhadap para calon insinyur, ilmuwan, dan seniman terbaik bangsa. Betapa tingginya citra mahasiswa ITB di hadapan rakyat kecil.

"Mau ke ITB mas? Bikin motor yang irit bensin ya mas ntar." Begitu kata salah seorang tukang ojek tetangga Alfonso empat tahun lalu. Saya mau kuliah teknik kimia, bukan teknik mesin, bang, gumam Alfonso dalam hati, namun ia menyadari itulah bentuk ekspektasi masyarakat.

Dan Alfonso tahu bahwa harapan masyarakat terhadap mahasiswa sebuah institut teknologi tidaklah cukup dipenuhi dengan mendemo pemerintah yang korup, dengan romantisme dan kata-kata. Namun dengan menyadari bahwa para insinyur-lah ujung tombak pembangunan. Dengan mengembangkan energi alternatif dan menyelesaikan krisis pangan. Dengan mengembangkan semua produk barang (dan hampir semua barang kebutuhan masyarakat adalah hasil industri) bebas impor. Bahkan kualitas ekspor.

Alfonso melihat kembali ke arah spanduk itu. SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI HARAPAN BANGSA. Dan tiba-tiba ia terhenyak menyadari apa makna pergantian kata TERBAIK menjadi HARAPAN pada spanduk penyambutan tersebut.

Ia dan banyak teman-temannya merasa bangga menjadi putra-putri terbaik bangsa. Alfonso hanya berharap bahwa mereka benar-benar tahu arti kebanggaan tersebut. Bahwa selain menjadi yang TERBAIK, merekalah juga HARAPAN bangsa ini. Bahwa mereka disubsidi pendidikannya oleh duit rakyat bukan untuk lari ke Amerika. Bahwa setelah mereka menapakkan kakinya di Bumi Ganesha mereka bukan hanya milik orangtua mereka namun telah menjadi milik ibu pertiwi. Bahwa rakyat rindu bukan hanya melihat mereka membantu pengolahan migas negara di perusahaan-perusahaan asing, namun juga mengembangkan teknologi pengilangan minyak canggih versi Indonesia. Bahwa seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya keluarga mereka, ingin makmur juga.

Berusaha pantang menyerah
jadilah juara
Berjuanglah pantang menyerah
jadi pemenangnya


Lima tahun lagi keyakinan ini akan diuji, pikir Alfonso. Di saat ibuku sudah tua dan pensiun, di saat adikku masuk kuliah, di saat anakku baru lahir mungkin...

"HEI!!!"

Teriakan itu membuyarkan lamunan Alfonso. Sedetik kemudian Alfonso sudah mulai memaki-maki temannya yang mengagetkannya itu.

"Dari mana aja lu? Gua udah jamuran dari tadi nungguin lu pada! Mana yang laen?"

"Yeee!!! Ini baru jam 5:32, kan kita janjian setengah enam, baru juga telat dua menit, lu ngapain aja dari tadi? Pasti kebanyakan ngelamun ya? Dasar lu mah... Tuh yang laen udah pada di mobil."

Alfonso menggelengkan kepala. Benar-benar, ia kebanyakan melamun. Untuk menghindari rasa malu, ia bertanya "Kita mau ke mana sampai jam berapa? Gua gak bisa sampe malem nih, besok pagi mau mulai ngerun penelitian..."

"Duh, tau deh yang sekarang lagi S2... yaudah gampang dah itu mah, sekarang cabut dulu lah!"

Alfonso mengangkat bahu dan bangkit berdiri, melangkahkan kakinya. Nggak apa-apa sesekali senang-senang, pikirnya. Yang penting bisa bagi waktu. Dan berarti besok pagi ia sudah harus berada di lab pilot untuk menapak selangkah lebih maju menuju pembuatan pabrik enzim yang pertama di Indonesia.



Ipang BIP ft. Ridho Slank - Jadilah Juara

Kita adalah pejuang
yang membela harga diri
negeri ini

Kita bangsa yang berani
tak takut untuk hadapi
semuanya

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya

Jangan lelah jangan lemah
janganlah mudah mengalah
dan menyerah

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya
Harapan dari bangsa ini
kita menjadi juaranya

Berusaha pantang menyerah
jadilah juara
Berjuanglah pantang menyerah
jadi pemenangnya



.

Sabtu, 11 Juli 2009

Tih Bjal Dunav Se Vylnuva

Dalam rangka mengisi jam-jam kosong (yang merupakan waktu mayoritas saya) selama periode kerja praktek, saya telah menemukan kegiatan baru yang cukup bermutu, yaitu mengarang cerita. Tentu saja bagi yang sudah mengenal saya, anda bisa menebak dengan tepat bahwa cerita yang saya karang pastilah bukan cerita biasa.

Ya, ini adalah cerita fiksi-sejarah-lagu pertama yang saya buat, dan menimbang jam-jam kosong saya selama kerja praktek yang telah diperkirakan dengan akurat akan lebih banyak daripada saat kuliah, ini jelas bukan yang terakhir.

Apa itu cerita fiksi-sejarah-lagu? Dia adalah gabungan dari:
- cerita fiksi-sejarah, yaitu cerita fiksi yang memiliki dasar sejarah (a.k.a. sejarah didramatisir, contoh paling terkenal adalah Romance of Three Kingdoms a.k.a. Samkok); dan
- cerita fiksi-lagu, yaitu cerita fiksi yang memprosakan, atau (umumnya) menarasikan sebuah lagu.

Dan lagu pertama yang saya jadikan korban adalah lagu patriotik yang cukup terkenal di Bulgaria, Tih Bjal Dunav se Vylnuva (Sungai Danube Putih yang Tenang Beriak-riak), yang menceritakan tentang salah satu episode dramatis yang masih dikenang bangsa Bulgaria hingga saat ini, yaitu salah satu peristiwa dalam Perang Kemerdekaan Bulgaria melawan penjajah Turki Utsmani, yaitu… seperti yang bisa dibaca dalam ceritanya.

Sebelum dibaca mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan, secara saya membuat cerita ini hanya untuk membunuh waktu luang saat kerja praktek, syukur-syukur bisa menambah wawasan pembaca tentang sejarah dunia.

Panjang ya ceritanya? Ya, kan tujuannya untuk menghabiskan waktu. Heh heh heh…
Selamat menikmati.

-----------------------------------------------------

29 Mei 1876.





Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
(Sungai Danube putih yang tenang menjadi bergelombang, dan beriak-riak dengan gembira)


Lev Kostadinov tercenung di geladak. Matanya menatap nanar ke depan. Air. Jernih. Riak-riak air menari-nari dipadu sinar mentari, menutupi permukaan air dengan warna putih. Sejauh mata memandang. Dan ia pun memejamkan mata.

Lev hampir tak kuasa menahan air mata ketika mengenang air putih yang sedang ia layari ini, dan mengapa ia melayari air putih ini, air putih yang selama berabad-abad telah menjadi saksi bisu jatuh bangunnya manusia dan peradaban yang disangga di punggungnya, dan nampaknya peranan saksi bisu ini akan terus disandangnya hingga akhir dunia.

Air putih itu bernama Danube; atau, seperti Lev kita ini menyebutnya, Dunav; atau seperti musuh-musuh Lev di seberang sana menyebutnya, Tuna.

Timbul dari pedalaman Schwarzwald, Hutan Hitam di pelosok Bavaria Jerman, air putih yang di tanah kelahirannya dipanggil Donau ini mengalir sepanjang lebih dari seribu kilometer ke timur, ke Laut Hitam di Silang Dunia antara dua ranah peradaban besar, Eropa dan Asia. Bahunya yang tegar telah ditakdirkan terbeban oleh kawasan yang paling bergejolak dan paling sering menjadi tempat di mana darah anak manusia tertumpah: Semenanjung Balkan.

Sejak dua ribu tahun sebelum Lev lahir, air putih ini telah menjadi perbatasan terdepan di bagian utara negara adidaya pertama dunia, Kekaisaran Romawi Kuno, yang memanggil air putih ini dengan sebutan Ister atau Danuvius. Perang secara berkesinambungan terjadi antara Kekaisaran Romawi yang menumpuk benteng dan tembok pertahanan di sepanjang bahu selatan sang air putih, melawan bangsa-bangsa (yang oleh orang Romawi disebut) barbar dan nomad yang kerap terjun laksana air hujan menyerbu dari bahu utara sang air putih.

Seiring berjalannya waktu, perang tidak pernah berhenti selama seribu tahun ketika ras Jerman berebut pengaruh dengan ras Slavik dan ras Latin di daerah yang terbagi-bagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil tersebut. Ras Jerman, yang bernaung di bawah konfederasi Kekaisaran Romawi Suci, lebih sering dianggap penjajah oleh penduduk mayoritas; yaitu bangsa-bangsa Hungaria, Polandia, Rumania, Bulgaria, Serbia, Ceko, dan Slovakia; yang di baliknya seringkali disokong oleh bangsa ras Slavik paling jaya, Rusia.

Hasil benturan ini mengakibatkan bahu sang air putih ditumbuhi berbagai budaya: setelah melewati Vienna ibukota Austria, ia membelah Slovakia dan ibukotanya Pressburg atau Bratislava, di mana ia disebut Dunaj. Kemudian ia melewati Hungaria dan kota Budapest, di mana sang air putih berganti nama menjadi Duna. Setelah itu, sang air putih melintasi Serbia dan ibukotanya Beograd. Dan ia kemudian mengalir sepanjang perbatasan Bulgaria-Rumania, di mana ia di satu sisi dipanggil Dunav dan di sisi lain bernama Dunarea.

Segalanya berubah ketika pada abad ke-14, malapetaka datang bagi para nenek moyang Lev yang sebenarnya sudah cukup parah nasibnya dihantam perang berkepanjangan.

Bahaya tersebut bernama segerombolan tentara, menyeruak dari Anatolia: pasukan Kekaisaran Turki Utsmani, yang baru mengambil alih kepemimpinan kekhilafahan Islam.

Menyeberangi Dardanella dan Laut Marmara, beratus-ratus ribu serdadu dengan cepat merebut daerah-daerah Eropa yang telah diperlemah perang berkepanjangan. Sultan Suleiman Nan Cemerlang berhasil menyeberangi sang air putih, menghajar tentara Eropa hingga di Mohacs, Hungaria, dan nangkring dengan sukses di pintu gerbang ibukota Eropa, Vienna.

Tapi hingga di situ saja. Dengan cepat seluruh bangsa Eropa bersatu menghadapi ancaman asing ini. Dimotivasi dengan teriakan perang suci mempertahankan agama, berjuta-juta serdadu Eropa memukul mundur sang penjajah. Setelah melalui perang tanpa henti, beratus-ratus tahun kemudian barulah ketenangan sedikit terjadi; ekspansi Turki Utsmani berhenti di bahu sang air putih, Danube. Ketenangan semu, karena kedua belah pihak masih saling mengintip; aliansi Eropa di utara dan Turki Utsmani di selatan beserta jajahan-jajahan Eropanya yang menjerit-jerit minta diselamatkan.

Dan di selatan itulah terletak Bulgaria, tanah air Lev yang minta dibebaskan itu. Dan untuk itulah ia melayari sang air putih, dengan garpu taman yang ia pegang dengan kokoh di tangan kanannya, di atas kapal yang kini dengan gembira membelah sang air putih yang beriak-riak keemasan disorot sinar mentari petang, seakan menari-nari dengan ceria mengiringi perjalanan Lev.





I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni
(Karena Radetzki berlayar dengan gagah, di atas riak emasnya)


Garpu taman inilah yang juga dipegang oleh Lev beberapa hari yang lalu, saat ia meloncat ke atas kapal yang ia tumpangi ini, dari Calafat, Rumania.

“Tujuan?” tanya sang penjaga kapal kepada Lev dalam bahasa Jerman.

“Sulina.” jawab Lev singkat.

“Lima keping perak.” kata sang penjaga kapal. Lev memberikan sesuai jumlah yang diminta, kemudian meloncat ke jembatan yang menghubungkan geladak dengan dermaga.

Seorang penumpang, perempuan muda berumur dua puluhan dengan gaun berwarna kuning, memandangi Lev dan barang-barang bawaannya. Ada sebuah tas besar tersandang di bahu Lev. Tangan kirinya menenteng penyiram tanaman sedangkan tangan kanannya menggenggam gagang garpu taman.

“Tukang kebun?” tanya si gadis, yang disambut Lev hanya dengan anggukan.

“Kau adalah tukang kebun keempat yang kulihat di kapal ini.” lanjutnya. Lev hanya diam. “Nama dan asalmu?”

“Lev Kostadinov dari Bulgaria, Nona.” jawab Lev singkat.

“Oh, Bulgaria. Ketiga tukang kebun yang di sana –“ katanya menunjuk ke arah tepi geladak yang berseberangan. “– berasal dari Austria, Hungaria, dan Slovakia nampaknya. Ada banyak sekali tukang kebun yang naik kapal ini!” ucapnya seakan-akan ini hal yang menggembirakan. “Apakah ada banyak lowongan kerja saat ini di Balkan?” tanyanya dengan nada keingintahuan yang mencolok.

“Seperti itulah kira-kira, Nona.” jawab Lev tak jelas. “Permisi dulu, saya mungkin tertarik untuk bertanya-tanya kepada mereka… terima kasih atas waktunya, Nona.” Dan dengan kalimat penutup itu Lev pergi meninggalkan si gadis bergaun hijau muda yang keheranan.

Levat Balkanski?” tegur Lev kepada ketiga pria berpenampilan tukang kebun yang sedang berdiri memandangi hamparan air putih. Ketiganya menoleh. Kemudian salah seorang dari antara mereka, yang berkumis, menyahut.

V boy velikanski. Ayo ikut aku, Nak!” katanya sambil membimbing Lev berjalan ke sisi dalam kapal. Tapi salah seorang dari antara mereka, pemuda berambut pirang, menyodok perut Lev sambil setengah berteriak “Lev sobat!”

Ia mengenalinya sebagai Giorgi Stoyanov, teman satu kampungnya. Dan meledaklah tawa keduanya, hingga si pria berkumis menepuk kepala keduanya, menyuruh mereka diam. Dalam tenang mereka berempat masuk ke salah satu kamar di kapal tersebut.

“Kau sampai dengan selamat, Lev.” sapa orang yang satu lagi, yang dikenali Lev sebagai kakak kelas tiga tahun di atasnya di Politeknik Timişoara, Rumania. Lev tersenyum kepadanya.

“Jadi, masih berapa orang lagi yang akan naik?” tanya Lev antusias.

“Dua ratus lima seluruhnya, Lev.” jawab si pria berkumis. “Kebanyakan akan naik di Bechet. Letnan Voinovski dan Botev sendiri akan naik dari sana, lengkap dengan semua alat-alat. Dan perkenalkan, Borislav Radoslavov.”

Uluran tangan Radoslavov disambut Lev, disusul dengan pertanyaan “Kalian mengaku orang asing?”

“Terpaksa, Lev sobat.” kali ini Giorgi yang menjawab. “Kita tidak mau ada banyak orang Bulgaria yang kelihatan mondar-mandir di kapal penumpang Austria-Hungaria ini. Dan kau sendiri?”

“Aku pribadi tidak sanggup mengingkari tanah kelahiranku.” jawab Lev.

“Ayo kita naik ke atas.” potong kakak kelas Lev, Dimitar Tsvetanov. “Kalau sudah sampai di Mila Rodino, kita adalah patriot. Untuk saat ini, kita adalah tukang kebun.”

“Aku tetap tinggal di sini. Bahaya jika ada yang sampai melihat… erm, perlengkapan yang kita bawa di tas-tas ini.” kata Radoslavov. Ketiga pemuda tersebut mengangguk, lalu berjalan naik ke geladak.

Asap dari cerobong kapal dihembus kencang oleh angin begitu mereka naik. Kapal penumpang bertenaga uap melaju kencang di atas air putih, menimbulkan riak yang membuat ikan-ikan di sekitarnya berloncatan dan terlihat berkilau ditimpa cahaya matahari sore. Terdengar suara keras bercerita.

“Kapal ini, Radetzky, membawa nama besar Jenderal Josef Radetzky, panglima Kekaisaran Austria-Hungaria kelahiran Ceko, yang telah membawa kejayaan bagi nama besar Dinasti Habsburg berkat kemenangan-kemenangannya di Novara, Custoza, dan Leipzig melawan Napoleon…”

Demikian penjelasan sang kapten kapal penumpang Radetzky, Dagobert Engländer, pria tua berbadan gemuk yang hobi memilin-milin kumis putihnya, kepada para penumpang yang menyimak dengan tertarik.

“Dan sebentar lagi, akan membawa kejayaan berkat jasanya dalam memenangkan tanah air kita dari penjajah.” gumam Giorgi Stoyanov. Lev mengangguk perlahan.

Radetzky terus melaju membelah air putih yang tenang, menimbulkan riak keemasan di kala petang.

Begitulah Lev dan kawan-kawannya mengarungi air putih, menunggu rekan-rekan mereka naik di setiap dengan berbagai samaran, siap menempuh pelayaran untuk kembali ke tanah airnya.

Dan akhirnya saat itu tiba.





No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
(Namun setelah Kozloduy terlihat di depan)


“Kozloduy di depan!” teriak Boris Radoslavov. “Sampaikan pada Botev, kita telah mencapai tujuan.” katanya kepada Tsvetanov.

“Kozloduy, Lev…” bisik Giorgi tertahan.

Bagi Lev, Kozloduy bukan hanya sekadar sebuah kota kecil Bulgaria yang terletak di pinggir Sungai Danube. Lebih dari itu, Kozloduy adalah kota masa kecilnya dan Giorgi. Di mana ia dan Giorgi berlari-lari di sepanjang tepian Danube. Dan di mana ia bertemu dengan Valentina.

Sebulan yang lalu di Timişoara, Valentina Angelova berlari-lari dengan cemas sepanjang jalan raya kawasan Iosefin. “Lev!!!” teriaknya cemas.

Lev menoleh ke belakang. Dilihatnya Valentina berlari ke arahnya, rambut panjang dan gaun ungunya tertiup angin sore. Di sebelahnya, trem bertenaga kuda melintas dengan cepat. Lev dengan sigap menyambar tubuh gadis itu dan mendorongnya ke samping. Keduanya terjatuh.

“Berapa kali aku mengingatkanmu untuk tidak berlari di jalur trem, sayang?” tegur Lev sambil berdiri dan mengulurkan tangan. Valentina meraihnya.

“Aku cemas, Lev!” jeritnya. Ia dengan cepat berdiri, lalu menyeret Lev ke balik sebuah pohon besar di tepi jalan.

“Tentang apa, sayang? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Awan masih putih seperti biasanya, berarak di langit yang biru seperti biasanya, ditimpa sinar matahari yang teduh seperti biasanya, di atas aku dan kau yang berbahagia seperti biasanya...”

“Oh, Lev!” jerit Valentina, terlihat putus asa. “Gombalnya nanti saja. Katakan pendapatmu tentang omongan Tsvetanov tadi yang menyebutkan kalian berdua akan ikut berperang ke Bulgaria bersama Hristo Botev.”

“Err... itu benar?” gumam Lev pura-pura tolol.

“Lev!” kembali Valentina menjerit. “Bagaimana kuliahmu, Lev? Apa kata ibumu nanti?”

“Aku akan pulang ke Kozloduy, sayang.” jawab Lev. “Ke rumah kita. Aku akan menemui ibu. Juga Bibi Ivanka dan Yanko. Akan kuajak mereka ikut bergerak. Lalu seluruh rakyat Kozloduy akan bergerak juga. Serentak bersama-sama seluruh negeri. Lalu Bulgaria akan merdeka. Rakyat Bulgaria akan memerintah sendiri. Dan punya politeknik sendiri. Dan aku akan lulus dengan ijazah dari negeri sendiri.”
Valentina terdiam.

“Impian besar kita, Valentina.” lanjut Lev, kali ini tegas. “Impian yang kita bawa saat kita berangkat menyeberang Dunav dari Kozloduy ke Rumania. Bahwa suatu hari nanti kita akan kembali ke Bulgaria, Bulgaria yang merdeka.”

“Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat, Lev.” akhirnya ia berkata.

“Tidak.” jawab Lev tegas. Valentina menunduk. Matanya berkaca-kaca.

“Tapi aku berjanji akan membawamu kembali ke Bulgaria, sayang.” lanjut Lev. “Bulgaria yang telah kumerdekakan dengan tanganku sendiri. Dan tangan-tangan rakyatnya.”

“Pergilah, Lev.” Bisik Valentina. “Aku mengerti dirimu. Percayalah aku sendiri rindu untuk kembali ke tanah air kita. Maafkan aku, Lev, aku tidak bisa...”

“Akan kumerdekakan Bulgaria untukmu, sayang.” potong Lev, menghentikan bisikan Valentina...

“Kita tidak akan mendarat di tanah Kekaisaran Turki Utsmani itu, saudara.” celetuk salah seorang penumpang, membuyarkan lamunan Lev tentang peristiwa satu bulan lalu.

“Bulgaria bukan tanah Kekaisaran Turki Utsmani!” teriak suara dari dalam kapal, dan seolah merupakan aba-aba, Lev dan kawan-kawannya segera bersiaga.





V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak
(Sangkakala dibunyikan, panji dikibarkan)


Bunyi terompet di tangan Radoslavov seakan menjadi penanda bagi dua ratus orang di atas Radetzky untuk mengambil tindakan yang telah disiapkan.

“Apa-apaan ini?” jerit salah seorang awak kapal.

“Lihat ke atas!” teriak salah seorang penumpang.

Di atas, orang-orang dapat melihat pada tiang bendera di mana bendera Kekaisaran Austria-Hungaria tadinya berkibar sendirian, namun kini pada tiang telah diikatkan sebuah panji yang lebih besar: putih, hijau, dan merah terbentang menantang angin dengan gagahnya.

“Ini adalah tiga warna kita, Lev.” kata Mihaila Marianova suatu kali. “Tiga warna yang harus kau simpan dalam hati sebagai perlambang tanah airmu yang harus kau hormati. Bukan bendera yang itu.” lanjutnya sambil menunjuk bendera merah dengan bulan sabit dan bintang putih yang berkibar tinggi di depan kantor Gubernur Bulgaria.

“Iya, Ibu.” jawab Lev bersemangat sambil memakai gelang berwarna putih, hijau, dan merah yang baru diberikan ibunya di tangan kanannya.

“Bendera ini suatu saat akan berkibar dengan bangganya di seluruh tanah air kita, seperti yang ayahmu cita-citakan dulu.” lanjut Mihaila dengan suara gemetar, seperti yang selalu digunakannya setiap kali ia membicarakan almarhum suaminya, Kostadin Vasilov.

“Iya, Ibu.” jawab Lev, seperti jawabannya selalu kepada ibunya ketika wanita yang dikaguminya itu menanamkan rasa cintanya kepada tanah Bulgaria. Juga ketika ibunya bercerita dengan semangat tentang warna-warna tersebut, tentang permainya alam negerinya: putihnya Dunav, hijaunya Stara Planina, dan merahnya sinar matahari Pirin. Tentang kegemilangan Maharaja Krum dan Asparukh, tentang kemegahan ibukota tua Tarnovo, tentang penjajah Utsmani yang merampas ingatan akan semuanya itu…

Dan sekarang, bendera yang dicita-citakan itu telah berkibar setelah sekian lama ia tidak melihatnya di tempatnya yang terhormat: terbentang dengan gagah di ketinggian, memperlihatkan warna-warna cemerlangnya dilatarbelakangi matahari senja, menunggu untuk diiringi langkahnya dengan berani oleh anak-anak bangsanya.

Dan Lev menggenggam bayonet dan pedang yang ia ambil dari tasnya, naik ke geladak dengan langkah tegap.



Mladi Bylgarski junaci javjavat se tam
(Pejuang-pejuang muda Bulgaria tiba-tiba muncul)


Langkah Lev diiringi Giorgi di sampingnya, dengan perlengkapan yang sama. Di geladak kapal sekarang telah berdiri dua ratus lima pejuang yang telah menanggalkan atribut tukang kebun mereka dalam posisi siap tempur.

Terjadi kegaduhan di kalangan penumpang dan awak kapal. Beberapa awak kapal sempat bersitegang dengan para pejuang. Kapten Dagobert Engländer turun untuk menghadapi para pejuang. Dari barisan pejuang, maju seorang pria paruh baya untuk menemui kapten.

“Jangan takut, para penumpang. Kami di sini tidak untuk tujuan yang jahat!” katanya mengumumkan kepada semua yang ada di atas geladak.

“Itu pejuang Bulgaria!” teriak seorang pemuda. “Lihat ikat kepala mereka!”





Na chela im levski znaci, v ochite im plam
(Di dahi lambang sang singa, tampil dengan gagah)


Empat jam lalu, dari pelabuhan Bechet, naik lima puluh orang dengan membawa tas-tas besar. Tas-tas tersebut berisi perlengkapan perang dan atribut-atribut lainnya. Setelah naik dengan selamat, kedua kepala rombongan menyapa Lev dan kawan-kawan yang telah berada di atas kapal.

“Lev Kostadinov.”

“Nikolai Voinovski.”

Voinovski adalah seorang letnan angkatan perang Rusia yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan Bulgaria. Dari yang Lev dengar, ia adalah satu-satunya ahli militer yang ikut serta di perjalanan ini.

“Senang melihat kalian, para pejuang muda.” kata Voinovski kepada Lev dan kawan-kawan. “Dengar, empat jam lagi kita akan tiba di tujuan. Bersiaplah di kamar yang telah ditetapkan. Semua perlengkapan kalian di situ. Dan jika telah terdengar aba-aba dari terompet, persiapkanlah senjata… dan pakailah ini.”

Voinovski menjejalkan sepotong kain merah dalam genggaman Lev dan kawan-kawan, satu per satu. Lev membukanya dan langsung mengenalinya: singa emas, Levat Bylgarski, yang bermahkotakan lima salib; lambang tahta negara kuno Bulgaria.

“Pakailah jika semuanya nanti telah siap. Pakailah untuk mengingat atas dasar apa kalian berkorban.”

Lev menoleh. “Voivod Botev.”

Pemimpin pergerakan ini, Hristo Botev, adalah orang yang berbicara pada Lev.

“Baiklah, Voivod.”

Dan saat ini, kain merah tersebut terikat kuat di dahi Lev dan rekan-rekannya, di atas mata-mata penuh semangat dan antusiasme tinggi. Di depan mereka, berdiri Voinovski dan Botev, menghadapi para penumpang yang takut bercampur bingung, dan para awak kapal yang bersiaga penuh.





Gord otprede im zastana, mladijat im vozhd
(Berdiri tegap di depan mereka, pemimpin mereka yang muda)


Botev maju selangkah, menghampiri kapten Radetzky, Dagobert Engländer. Tangannya yang biasa menggenggam pena, kini menggenggam pedang panjang.

Hal ini telah ditunggu-tunggunya sejak kecil. Ayahnya, Botyo Petkov, adalah salah satu pemimpin gerakan kemerdekaan Bulgaria. Sejak Hristo beranjak remaja, ia telah berani terang-terangan menantang kekuasaan Kekaisaran Turki Utsmani di Bulgaria sehingga ia terpaksa melarikan diri menghindari kejaran pihak berwajib Utsmani hingga ke Rumania. Di sana, ia terus berjuang demi kemerdekaan Bulgaria dengan menggunakan surat kabar buatannya sendiri sebagai corong pengobar semangat kemerdekaan bagi rakyat Bulgaria di tanah air maupun di pengasingan. Dari situ, ia dikenal luas oleh orang Bulgaria di pengasingan sebagai salah satu pemimpin utama bangsa Bulgaria yang sedang berjuang meraih kemerdekaan.

Ketika konfrontasi fisik dengan penguasa Utsmani mulai terlihat tak terelakkan lagi, dan tidak ada pemimpin militer yang dapat diandalkan, Botev memutuskan untuk berjuang tanpa pena; dengan menumpahkan darah. Ia memutuskan untuk memimpin sendiri pasukan berkekuatan dua ratus lima pemuda Bulgaria dari pengasingan, untuk membantu pemberontakan yang sedang dikobarkan melawan penguasa Utsmani di tanah air mereka.





Pa si duma kapitanu, s gol v rakata nozh:
(Dia berbicara pada sang kapten, dengan pedang terhunus di tangan:)


“Apa yang kalian inginkan?” tanya Engländer tajam selayaknya seorang kapten kapal terhadap penumpag gelap di kapalnya.

“Salam, Kapten.” kata Botev. “Saya akan memperkenalkan diri saya dan teman-teman saya.”

Dan Botev mulai berbicara kepada sang kapten dan seluruh penumpang, dengan penuh tekad:





Az zym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime ja svoboda, krv da lejme dnes

(Akulah panglima Bulgaria, dan inilah orang-orangku
Kami melaju menuju kebebasan, untuk menumpahkan darah kami hari ini)


“Bapak Kapten dan para penumpang yang saya hargai!

Suatu kehormatan bagi saya untuk memberitahukan kepada anda bahwa para pemberontak Bulgaria, yang merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk menjadi panglimanya, telah berada di atas kapal uap ini.”

Beberapa penumpang mulai memperhatikan kata-kata Botev. Wajah-wajah ketakutan berubah menjadi antusias dan penuh keingintahuan.

“Dengan mengorbankan bahan makanan dan peralatan pertanian kami, dengan mengorbankan usaha yang sangat besar, dan pada akhirnya dengan mengorbankan segala yang berharga di dunia ini… kami telah memperlengkapi diri kami dengan hal-hal yang kami butuhkan, untuk datang membantu saudara-saudara sebangsa kami yang memberontak, yang telah bertarung dengan berani di bawah Sang Singa Bulgaria demi kemerdekaan dan kebebasan tanah air kami tercinta – Bulgaria.

Kami berdoa kepada Tuhan agar para penumpang tidak cemas sama sekali dan tetap tenang. Kepada anda, Pak Kapten…” Botev menatap tajam kepada Dagobert Engländer. “saya dengan berat hati meminta anda untuk mempercayakan kapal anda kepada kami hingga kepergian kami, dan

Maka dari itu, jerit pertempuran kami adalah sebagai berikut:

Hidup Bulgaria!
Hidup Kaisar Franz Joseph!
Hidup Pangeran Andrássy!
Hidup Eropa…!”

Dengan menyebut nama Kaisar Austria Franz Joseph dan Perdana Menteri Hungaria Gyula Andrássy, yaitu para pemimpin negara paling berkuasa di daratan Eropa (Austria-Hungaria) dan juga pemilik Radetzky, Lev paham bahwa Botev ingin menunjukkan perjuangannya mewakili bangsa Eropa melawan dominasi budaya asing Turki Utsmani di tanah yang seharusnya menjadi milik sebuah negara Eropa yang berdaulat.





Nij letime za Bylgarija, pomosht da dadem
I ot tezhka tiranija, da ja otyrvem

(Kami melaju ke Bulgaria, untuk memberikan bantuan kami
Untuk menyelamatkannya hari ini, dari belenggu tirani)


“Jadi apa jawaban anda, Kapten?” kali ini Voinovski yang bertanya.

Kapten Engländer menatap wajah-wajah para pejuang berikat kepala merah itu. Setelah memilin-milin kumis putihnya, ia akhirnya menjawab.

“Baiklah.” ucap Engländer. “Herrlich! Putar haluan ke selatan! Kita mampir sebentar ke Kozloduy!” teriaknya menggelegar.

“Jangan gila, Kapten!” balas si jurumudi. “Di kapal ini ada seratus lebih penumpang sipil…”

“Seratus lebih warga Eropa yang mendukung pembebasan tanah Eropa dari penjajahan asing!” teriak seorang penumpang, kakek-kakek dengan baju biru laut.

“Hidup Bulgaria! Hidup Franz Joseph! Hidup Pangeran Andrássy! Hidup Eropa…!” terdengar teriakan mengulang jerit pertempuran yang dikumandangkan Botev. Teriakan itu datang dari seorang penumpang lain, wanita yang menyapa Lev saat ia naik ke kapal ini.

“Tenang, para penumpang, tenang.” Engländer mencoba menenangkan para penumpang dengan suaranya yang dalam. “Herrlich, Kozloduy, kecepatan penuh! Sekarang!”

Para penumpang bersorak-sorai bersama para pejuang. Botev membungkuk dalam-dalam kepada sang kapten. Voinovski menghampiri juru mudi dan berkata “Aku tahu sebuah pantai yang tersembunyi di dekat Kozloduy. Kita akan menuju ke sana.”

Para pejuang yang lain disalami oleh beberapa penumpang.

“Antonis Niniades.” kakek-kakek berbaju biru laut memperkenalkan diri pada Giorgi Stoyanov. “Veteran Perang Kemerdekaan Yunani. Sekarang giliran kalian untuk menghantam para barbar Anatolia itu kembali ke habitat mereka, anak-anak muda.”

“Sungguh tidak sopan saya mengetahui nama anda, namun anda belum mengenal saya.” ucap gadis berbaju kuning kepada Lev. “Elena Ionescu. Saya mendukung sepenuhnya perjuangan anda. Saya harap anda memperoleh keberhasilan yang sama dengan leluhur-leluhur saya, Stefan cel Mare, Mihai Viteazul, dan Iancu Hunedoara yang hidup matinya dibaktikan untuk mempertahankan Rumania dari kerakusan monster-monster pembawa yatagan itu.”

“Tambah lagi kecepatannya, Herrlich! Tambah lagi kayunya, Szekelyhidi!” teriak Engländer kepada para awak kapalnya. “Anak-anak Austria-Hungaria, ingatlah perjuangan para leluhur kita di Vienna dan di Mohacs! Saatnya kita membantu untuk membalas dendam terhadap bangsa pencoleng dari padang belantara itu!”

Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni


Radetzky melaju kencang menyusur putihnya air Danube, membawa tekad para patriot Bulgaria dan semangat rakyat Eropa. Tubuh Lev gemetaran hingga ke ujung kaki; bukan karena takut, tapi rasa tidak sabar ingin memberikan sesuatu bagi tanah kelahirannyalah yang menjadikannya begitu.

No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak


Mereka tiba di sebuah pantai tak berpenghuni dekat Kozloduy satu jam setelah matahari terbenam. Lev meloncat dengan semangat ke darat dan segera tersungkur berlutut, mencium tanah airnya. Botev dan rekan-rekannya segera menyusul melakukan hal yang sama. Di barisan belakang, Tsvetanov mengibarkan bendera Bulgaria tinggi-tinggi.

“Selamat jalan dan selamat berjuang!” seru Dagobert Engländer sambil melambaikan topinya. Para penumpang yang lain bersorak-sorak sambil melambai-lambaikan tangan. Kapal Radetzky kembali meluncur di Danube, ke tujuannya semula.

------------------------------------

2 Juni 2009.

“Ini adalah puisi yang dibuat oleh penyair kenamaan Ivan Vazov,” demikian Todor Ivanov menerangkan. “untuk mengenang sahabatnya yang juga penyair kenamaan, Hristo Botev, dan 205 pemuda patriot Bulgaria yang gugur dalam perjuangan melawan penjajah. Ya, Mihaylov?”

“Apa yang terjadi dengan Botev dan kawan-kawannya, Pak?” tanya Tzanko Mihaylov.

“Pada bulan April 1876, rakyat negeri kita Bulgaria mengadakan pemberontakan di seluruh negeri melawan penjajah Turki Utsmani dalam sebuah gerakan yang dikenal dengan nama Pemberontakan April. Botev dan sekelompok pemuda Bulgaria dalam pengasingan di Rumania memutuskan untuk membantu perjuangan rakyat di tanah asal mereka dengan cara melintasi Sungai Danube sebagai suatu angkatan bersenjata untuk ikut bertempur melawan pasukan Turki Utsmani. Dengan menyamar sebagai tukang kebun, mereka menaiki kapal penumpang Radetzky milik Austria-Hungaria dari berbagai pelabuhan Rumania yang berbeda dan membajak kapal tersebut di tengah Sungai Danube untuk mengantarkan mereka ke pelabuhan Kozloduy di Bulgaria. Tekad para pemuda ini membuat sang kapten kapal dan para penumpang sedemikian terharu sehingga mereka akhirnya dengan sukarela menolong para pejuang untuk mendarat di Bulgaria.

Sang kapten dan para penumpang bahkan membantu dengan mendaratkan para pejuang tersebut di tempat yang tersembunyi dari pelabuhan, menolak memberi informasi kepada penguasa Utsmani yang melakukan pencarian, dan bahkan menolak permintaan penguasa Utsmani agar kapal Radetzky digunakan untuk patroli di Danube untuk mencari para pemberontak. Tindakan heroik sang kapten dan para penumpang terus dikenang oleh bangsa kita sepanjang masa, dan sebagai buktinya di Kozloduy hari ini kita masih dapat melihat kapal Radetzky yang dijadikan museum, tegak memandang Sungai Danube dari tepiannya.

Sangat disayangkan setelah Botev dan para pejuang tersebut mendarat, mereka mengetahui fakta bahwa pemberontakan di daerah itu telah berhasil ditumpas habis oleh tentara Turki Utsmani. Mereka tidak menyerah, mereka berusaha untuk maju teratur ke daerah pegunungan sambil membangkitkan semangat rakyat Bulgaria sepanjang perjalanan. Namun kekejaman pasukan Turki Utsmani telah menciutkan semangat rakyat sehingga mereka tidak berani mengulurkan tangan membantu pasukan Botev.

Selama empat hari, pasukan Botev bertempur di perjalanan sebelum akhirnya mereka mengambil posisi pertahanan di Gunung Okoltchitza. Di sana, mereka menahan gempuran tentara Kekaisaran Turki Utsmani dan tentara-tentara bayarannya yang berjumlah jauh lebih banyak selama berjam-jam dengan hasil yang gemilang. Namun pada saat matahari mulai terbenam, sebutir peluru menghantam dada Botev sehingga beliau tewas seketika. Kematian pemimpin mereka membuat pasukan Botev moralnya merosot dan kemudian kalah. 130 patriot Bulgaria gugur sementara sisanya tertangkap dan dieksekusi, atau berhasil meloloskan diri dengan jumlah yang sangat sedikit.”

Ivanov melihat jam di tangan kirinya. 11:59.

“Karena itu, tahukah kalian, anak-anak? Setiap tanggal 2 Juni tepat tengah hari, seluruh sirene di negeri ini dibunyikan untuk mengenang semua orang yang mengorbankan nyawanya bagi Bulgaria.

Dan sekarang, anak-anak, bersamaan dengan bunyi sirene, mari kita menyanyikan bersama-sama puisi yang telah dilagukan ini, untuk mengenang jasa-jasa Botev dan pasukannya…”

Suara Ivanov tersendat, dan kemudian ia melanjutkannya.

“…dan mereka semua yang telah menumpahkan darahnya bagi tanah air…”

Pukul 12:00. Terdengar suara sirene bergaung di kejauhan. Serentak semua anak di kelas itu bangkit dan mengikuti aba-aba gurunya untuk bernyanyi.

Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni

No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak

Mladi Bylgarski junaci, javjavat se tam
Na chela im levski znaci, v ochite im plam

Gord otprede im zastana, mladijat im vozhd
Pa si duma kapitanu, s gol v rakata nozh:

“Az sym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime za svoboda, kryv da lejme dnes”

Nij letime za Bylgarija, pomosht da dadem
I ot tezhka tiranija, da ja otyrvem”


Danube Putih yang tenang, kini beriak
Radetzky melaju girang, dengan semarak

Namun lihatlah tatkala Kozloduy dekat
Berbunyilah sangkakala, panji terangkat

Tampillah para pejuang, siap siaga
Di dahi m’reka terpampang, singa yang gagah

Tangan melolos senjata, dari sarungnya
Pada kapten dia berkata, dengan lantangnya:

“Aku panglima Bulgaria, dan para rekan
Kami semua siap sedia, siap berikan

Apapun yang dibutuhkan tanah k’lahiran
Kami kan b’ri k’merdekaan, melawan tiran”


------------------------

2 Juni 1876.

“Ledakkan mereka!” teriak Voinovski disusul dentuman meriam dari kubu pejuang Bulgaria yang menghantam belasan tentara Utsmani yang dipimpin Hassan Hairi Bey.

Di sisi yang berseberangan, barikade yang dibuat Botev dan regunya cukup menahan laju serangan prajurit bayaran Utsmani, bashi-bazouk, dan menjadikan mereka sasaran empuk peluru-peluru pejuang Bulgaria. “Putar ke kanan, pimpin lima orang rekanmu, Berbatov! Stoichkov, dukung mereka dari belakang! Pandev, awasi sisi kiri! Yang lain tetap di posisi, tembak begitu ada yang mendekat! Hidup Bulgaria!” Botev dengan berapi-api menyemangati pasukannya yang telah kelelahan bertempur seharian melawan musuh yang berlipat ganda.

“Dari informasi yang kuperoleh di desa, bajingan-bajingan itu telah membantai habis rakyat desa Batak yang tidak berdosa. Tiga ribu orang dipotong-potong; pria, wanita, dan anak-anak. Kota itu sekarang rata dengan tanah kecuali beberapa gundukan mayat di sana-sini.” gerutu Lev, yang bergabung dengan regu pimpinan Trifon Berbatov. Sebutir peluru baru saja meleset tipis dari dahinya.

“Akan kupreteli mereka yang bertanggung jawab dengan tanganku sendiri.” balas Tsvetanov yang juga satu regu dengan Lev, sambil terus menembakkan peluru ke arah markas artileri pasukan bashi-bazouk.

Hari mulai malam. Para pejuang telah memperoleh kemenangan besar dan menahan serbuan musuh. Pertempuran telah bersiap untuk diakhiri pada hari itu, para prajurit akan beristirahat, ketika saat itu tiba.

Sebutir peluru menerjang Botev. Sang Panglima pun jatuh tersungkur.

Voivod Botev!” seru Dimitar Tsvetanov.

Lev dan Giorgi segera menghampiri Botev yang ambruk. Botev memandangi keduanya sambil tersenyum, kemudian ia berkata dengan tenang:

“Dia yang mati bagi kemerdekaan, tidak hanya mati bagi negerinya, tapi juga bagi seluruh dunia... Hidup… Bulgaria!!!”

Botev mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk meneriakkan satu kata penutup dalam hidupnya. Lev memandang Giorgi, yang berkata pelan “Voivod Botev telah pergi”.

Lev tercenung. Namun rupanya rekan-rekan yang lain telah menyadari berita duka itu dengan cepat.

“Dia telah tiada!” teriak yang lainnya.

Detik berikutnya, segumpal mortir Utsmani menghantam telak barikade pertahanan yang dibuat Voinovski, menewaskan Voinovski dan beberapa rekan lainnya.

Saat-saat selanjutnya adalah saatnya kekacauan. Sayap kiri kubu pejuang kehilangan komando dari Botev, setiap personel yang ditugaskan melakukan serangan balik gugur tertembus peluru pasukan bazhi-bazouk. Sayap kanan yang dibarikade oleh Voinovski pun berhasil diratakan oleh hantaman artileri pasukan Utsmani, yang disusul oleh rangsekan satu batalion infantri Hassan Hairi Bey ke pusat pertahanan pasukan Bulgaria. Sekitar separuh dari kekuatan para pejuang telah hilang, dan sisanya pun banyak yang terluka parah.

“Hai tikus-tikus Balkan! Keluar dan menyerahlah!” teriak Hassan Hairi Bey dari posisinya.

Borislav Radoslavov meraih panji besar triwarna Bulgaria dan meletakkan ujung bayonetnya di sana.

“Hei, apa yang akan kau lakukan?” teriak Lev.

“Kita harus menyerah!” teriak Radoslavov. “Atau mati. Kita harus membuat bendera putih.”

Terdengar letusan senapan. Lev menembak Radoslavov di kepala.

“Merdeka atau mati!” teriak Lev. “Kalau tidak dapat merdeka, mati! Kalau menyerah, lebih baik mati!”

Dengan teriakan itu Lev merebut panji Bulgaria dari mayat Radoslavov dan menerjang tembakan-tembakan pasukan Utsmani bersama-sama panji triwarna tersebut. Keduanya segera saja dihujani berpuluh-puluh peluru yang segera membuat lubang di mana-mana. Namun Lev tak berhenti berlari. Sesekali tembakan ia lepaskan, pedang ia ayunkan, belasan prajurit Utsmani dia tewaskan, hingga akhirnya ia tersungkur ambruk.
Panji putih hijau merah yang dibawanya terlepas, turun menyelimuti tubuhnya.

“Tuhan...” rintihnya pelan. “Bulgaria… Ibu…”

“Valentina…”

Dan dengan empat kata terakhir itu, Lev Kostadinov menyerahkan nyawanya kepada Sang Pencipta, diselimuti oleh triwarna kebanggaan ibu pertiwi, yang kepadanyalah ia mengorbankan hidupnya.




“Az zym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime ja svoboda, krv da lejme dnes”



Saedineniento Pravi Silata!

----------------------------------

Disclaimer dan keterangan:

- Tokoh-tokoh (selain Hristo Botev, Nikola Voinovski, Dagobert Engländer, Franz Joseph, Gyula Andrássy, Ivan Vazov, dan Hassan Hairi Bey) dan detail percakapan serta peristiwa yang terjadi adalah rekaan pengarang semata, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG., dengan berbasis pada peristiwa sejarah aslinya.

- Pidato Botev untuk kapten dan seluruh penumpang Radetzky adalah asli dan tercatat, sementara terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang disajikan di cerita ini adalah hasil karya pengarang, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG..

- Terjemahan lirik Tih Bjal Dunav se Vylnuva dalam bahasa Indonesia adalah hasil karya pengarang, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG..

- Semua deskripsi peristiwa sejarah dan lambang yang diberikan dalam cerita ini adalah akurat.

- Kata-kata terakhir Botev adalah semboyan hidupnya.


Terjemahan istilah Bulgaria:

- Levat Balkanski, v boy velikanski
Singa Balkan, bersama kita (dua baris pertama dari bait ketiga lagu kebangsaan pertama Bulgaria, Shumi Maritsa).

- Mila Rodino
Tanah air tercinta (juga merupakan judul lagu kebangsaan Bulgaria saat ini).

-Levat Bylgarski
Singa Bulgaria (lambang negara Bulgaria).

- Voivod
Panglima perang (biasanya merujuk kepada pemimpin pasukan-pasukan alias warlord).

- Saedineniento pravi silata
Bersatu kita teguh (motto negara Bulgaria saat ini).

- Yatagan
Pedang tradisional Turki (pada zaman penjajahan Utsmani, identik dengan kekejaman dan penindasan Kekaisaran Turki Utsmani).

.