Rabu, 30 Desember 2009

Selamat Jalan Gus Dur



.......
Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat
Yang tak lepas dari namamu

Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang segala jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkafan doa
Dari kami yang merindukan orang sepertimu

(Iwan Fals)


Selamat jalan Gus Dur!


Rabu, 23 Desember 2009

Sungguh, Tidak Ada Ibu Seperti Ibuku

Tujuan pembuatan tulisan ini sebenarnya untuk mensukseskan program HIMATEK yang kebetulan jadi tanggung jawab divisi saya a.k.a. PSDA yaitu lomba dalam memperingati Hari Ibu... namun yang terutama, tulisan ini didedikasikan kepada sesosok makhluk mulia yang merupakan orang terpenting dalam hidup saya. Tulisan yang mengandung segenap kata-kata yang tidak pernah saya berani sampaikan ke hadapan beliau.

Tulisan yang meskipun dibuat untuk lomba, tidak dibuat untuk menang... namun dibuat untuk beliau. Untuk ibuku tercinta.

-------------------------------------------

Dari gubuk-gubuk Kibera hingga villa-villa Monte Carlo
Dari pedalaman Amazon hingga pencakar-pencakar langit Manhattan
Dari sengatan matahari Sahara hingga putihnya alam Siberia
Di seluruh tempat yang ada di dunia
Sungguh untukku, tidak ada ibu seperti ibuku

........

Ibuku, ibu yang serba bisa
Dari memasak sampai menjahitkan kancing
Dari membetulkan keran air sampai mengecat dinding
Bagi beliau, tidak ada yang tidak bisa dilakukan

Ibuku, yang kepadaku tidak pernah marah sekalipun
Tidak pernah, meskipun salahku bermacam-macam
Bahkan ketika aku berkali-kali meminta ampun
Beliau hanya bilang "Tidak apa-apa" lalu diam

Dan dalam diam itulah aku dibuat merasa bersalah

Ibuku, yang tidak pernah sekalipun berkata
"Besar uang sekolah adik-adikmu makin hari makin menggila
Sebaiknya kamu cepat selesaikan studi, langsung bekerja"
Meskipun aku tahu, itulah keadaan yang sesungguhnya
Malah ketika kuputuskan ingin mengambil program pascasarjana
Beliau hanya tersenyum dan berkata "Silakan saja"

Ibuku, yang selalu menghindar ketika kutanya besarnya penghasilan
Beliau hanya menyuruhku diam, dan berkata pelan
"Bukan urusanmu, yang penting kamu masih bisa makan"

Ibuku, yang jam lima pagi sudah berangkat ke kantor
Mengejar bus di terminal, tiap pagi dari Senin sampai Jumat
Tiga jam di jalanan ibukota, menghirup udara kotor
Dan hebatnya selalu sampai tujuan, dengan selamat

Ibuku, yang delapan jam bekerja berjerih payah
Hingga makan dan tidur pun seringkali terlupa
Tapi beliau juga ibuku, yang tak pernah lengah
Menjawab dengan cepat ketika aku meneleponnya

Ibuku, yang jam tujuh malam baru sampai di rumah
Terkadang malah jam sembilan atau sepuluh
Jarang sekali wajahnya tak terlihat lelah
Bahkan seringkali beliau pulang bermandi peluh

Ibuku, yang kuceritakan tentang beratnya duniaku kuliah
Dan kukeluhkan betapa lelah aku menjalaninya
Ibuku, yang kemudian hanya bisa tersenyum pasrah
Dan menunjuk setumpuk kertas kerja yang dibawanya

Sementara aku sampai larut malam asyik bermain internet
Dan ketika jam tiga dini hari aku pergi ke toilet
Kulihat ibuku di kamarnya, masih saja terjaga
Di hadapannya masih terhampar kertas-kertas kerja

Anak seperti apa yang takkan menangis melihatnya?
Anak seperti apa yang akan sampai hati tega
Melihat orangtuanya tidur tak sampai sejam sehari
Demi anak-anaknya bisa makan sesuap nasi
Dan itu terjadi hampir setiap hari!

Aku ingin, ingin sekali meminta
Agar ibuku berhenti saja bekerja
Agar aku yang menanggung beban keluarga
Agar aku yang kerja dengan gaji berpuluh-puluh juta
Agar ibuku bisa istirahat sepanjang hidupnya

Dan jangan kira tak pernah kusampaikan kepadanya
Dan jangan kira aku tak pernah menemukan jawabnya
Dan jawabnya hanya satu kalimat, kalimat retorika
Kalau beliau sekarang tak bekerja, aku mau makan apa?

Lemahnya aku, tidak berdaya, dan tidak berguna
Ah, aku ini anak macam apa...
Tuhan, jangan jadikan aku anak durhaka...

........

Sejak Alexander naik kuda hingga Neil Armstrong mengangkasa
Sejak hidupnya dinosaurus hingga majunya teknologi
Sejak zaman para dewa hingga zaman band Dewa
Sejak dahulu kala, sampai berjuta tahun lagi

Sungguh untukku...

tidak ada ibu seperti ibuku.




Buitenzorg, 23 Desember 2009
Alfonso

Selamat Hari Ibu...


.

Rabu, 16 Desember 2009

In Memoriam - Soe Hok Gie

Eross SO7 feat. Okta - Cahaya Bulan

Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya kota kelam mesra menyambut sang petang
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Mengapa matahari terbit menghangatkan bumi

Aku orang malam yang membicarakan terang
Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang


Perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang
Cahaya nyali besar mencuat runtuhkan bahaya
Di sini ku berdiskusi dengan alam yang lirih
Mengapa indah pelangi tak berujung sampai di bumi

Aku orang malam yang membicarakan terang
Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yangg takkan pernah kutahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati


Terangi dengan cinta di gelapku
Ketakutan melumpuhkanku
Terangi dengan cinta di sesatku
Dimana jawaban..... itu.......

Cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
Yangg takkan pernah kutahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati



Semoga semangatnya akan tetap abadi di tengah-tengah generasi penerusnya, mahasiswa.

Semangat untuk bertanya dan mencari kebenaran...

Hati yang selalu gelisah dan terpacu jika dihadapkan pada persoalan yang tak terpecahkan...

Semangat berdiskusi bahkan di tengah zaman kegelapan...

Semangat mengeksplorasi dan berkomunikasi dengan alam ciptaan Tuhan...

Semangat berjuang demi kemakmuran dan perdamaian.


Eross SO7 feat. Okta – Gie

Sampaikanlah pada ibuku
Aku pulang terlambat waktu
Ku akan menaklukkan malam
Dengan jalan pikiranku

Sampaikanlah pada bapakku
Aku mencari jalan
Atas semua keresahan-keresahan ini
Kegelisahan manusia

Retaplah
Malam yang dingin

Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki malam
Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki keadilan


Berbagi waktu dengan alam
Kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya
Hakikat manusia

Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki malam
Tak pernah berhenti berjuang
Pecahkan teka-teki keadilan
Keadilan, keadilan....

Akan aku telusuri jalan yg setapak ini
Semoga kutemukan jawaban
Jawaban, jawaban... ooo... ooo


---------------------------------------




In Memoriam
蘇福義 Soe Hok Gie
Jakarta, 17 Desember 1942 - Semeru, 16 Desember 1969






.

Jumat, 27 November 2009

Visi dan Misi Calon Senator HIMATEK 2008-2009

HIMATEK, 18 bulan lalu.

Ini visi dan misi dari seorang calon representasi himpunannya di lembaga tertinggi kemahasiswaan ITB.

Seorang calon yang belum pernah menginjakkan kakinya di forum silaturahmi manapun. Seorang calon yang baru mengenal Kongres KM-ITB pada Diklat Legislatif seminggu sebelumnya. Seorang calon yang baru akan berbicara selama lebih dari 10 menit di hadapan massa HIMATEK untuk pertama kalinya pada audiensi pencalonan. Seorang calon yang hanya ingin maju untuk membela rekan-rekannya yang terpinggirkan. Seorang calon yang terinspirasi pada perbedaan idealisme dan realita jargon "KM-ITB Milik Semua".

-------------

VISI
Memposisikan HIMATEK sebagai salah satu himpunan yang terdepan dalam dunia kemahasiswaan ITB.

MISI
1. Mengusahakan tersampaikannya berita-berita seputar kampus kepada semua warga HIMATEK agar dapat disikapi dengan pemahaman menyeluruh.
2. Menumbuhkan minat semua warga HIMATEK untuk mengemukakan pendapatnya mengenai berita-berita seputar kampus sehingga dapat disuarakan melalui Kongres.
3. Mengusahakan agar HIMATEK memiliki cara pandang dan sikap yang lebih proaktif dan kontributif dalam dunia kemahasiswaan ITB.
4. Memberikan pengawasan terhadap kinerja Kabinet KM-ITB disesuaikan dengan sikap, cara pandang, dan kepentingan HIMATEK.

-------------

Dan sekarang... telah 18 bulan berlalu sejak visi misi itu dilontarkan dari hati. Telah 6 bulan berlalu sejak (seharusnya) visi misi itu dituntaskan oleh si pemegangnya. Dan masih 3 bulan sebelum akhirnya ada satu orang lagi yang akan membawa visi dan misi baru, meneruskan semangat yang sama yang diemban himpunannya sekarang. Dan saat ketika realita dengan pedih menghunjam, mengingatkan kembali berapa bagian dari visi misi itu yang tidak terlaksana.

Sejauh ini aku telah berjalan.

Waktu, pikiran, tenaga.
Darah, keringat, air mata.
Kadang dihiasi senyum dan tawa.
Kadang hanya diam terpana, kehabisan kata-kata.

Wakil rakyat adalah senapan, aspirasi adalah peluru.
Senapan tak berpeluru, tiada beda dengan pentungan.




.

Senin, 02 November 2009

Crockie

Ada yang tahu siapa Crockie?

Crockie adalah seekor buaya berbulu hijau muda. Pertama kali saya bertemu Crockie adalah ketika saya melihat tumpukan hijau di lantai dasar Riau Junction. Tumpukan itu terdiri dari berpuluh-puluh Crockie beraneka ukuran. Ada empat ukuran; kecil, sedang, besar, dan jumbo. Tertarik dengan bentuknya, saya memutuskan untuk membeli sebuah Crockie berukuran sedang (13'') untuk nanti dibawa pulang sebagai hadiah akhir tahun untuk adik saya. Apalagi, harganya sedang diskon 20%!


Crockie 13'', Rp 34900 (sebelum diskon)
Dan karena kebetulan saya tidak memiliki kotak tissue di kamar, saya seringkali kebingungan mencari di mana tissue saya ketika saya memerlukannya. Kebetulan pula, ternyata Crockie tersedia dalam bentuk tempat tissue!


Tempat tissue Crockie, Rp 23900 (sebelum diskon)
Di hari-hari selanjutnya saya berkunjung ke Riau Junction, tumpukan hijau muda itu makin menggunung saja. Meskipun demikian, tidak jarang saya melihat antrian troli di kasir dengan Crockie beraneka jenis di dalamnya. Bahkan sekarang ada bantal Crockie, guling Crockie, dan yang paling menarik perhatian saya: sandal kamar Crockie. Ini merupakan solusi brilian, pikir saya; untuk saya yang selama ini telapak kakinya selalu kedinginan tiap bangun tidur, dan malas pakai kaos kaki karena akan cepat bau...


Sandal kamar Crockie, Rp 39900 (sebelum diskon)

Selain dalam bentuk-bentuk di atas, Crockie tersedia dalam bentuk bantal, guling, dan boneka berbagai ukuran. Crockie merupakan boneka dengan merek Kido, hanya diproduksi dan dijual di Toserba Yogya.


Say... we are CROCKIES!

.

Selasa, 27 Oktober 2009

Ya, KARENA KITA PEMUDA!

“Indonesia? Bukan urusan kita… karena kita masih pemuda.”

Apakah benar Indonesia terlalu tinggi atau terlalu jauh bagi kita, pemuda?

BERIKAN AKU SEPULUH PEMUDA, DAN AKU AKAN MENGGUNCANG DUNIA!

Delapan puluh satu tahun yang lalu, di sebuah rumah pondokan milik Sie Kok Liong di Jalan Kramat Raya 106… Para pemuda berkumpul dari berbagai latar belakang, suku, bangsa, dan agama, dengan satu tujuan… Melihat tanah airnya merdeka. Tanah air yang satu. Didiami oleh bangsa yang satu. Dan berbahasa bahasa yang satu.

Delapan puluh satu tahun lalu, pemuda adalah fondasi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pemuda. Pemimpi. Penemu. Pelopor. Penggerak. Pendobrak.

Saat ini, di Labtek Biru di Jalan Ganesha 10… Kita, para pemuda dari berbagai latar belakang, suku, bangsa, dan agama, dengan satu tujuan… Melihat tanah air kita jaya. Tanah air yang sama dengan yang diperjuangkan leluhur kita delapan puluh satu tahun lalu.

Saat ini, pemuda harus menjadi fondasi kejayaan Indonesia! Jika tujuan kita satu, langit akan kita goyangkan, bumi akan kita gempakan, samudera akan kita gelorakan… bangsa ini akan kita angkat. Karena kita pemuda. Karena kita pemimpi. Karena kita penemu. Karena kita pelopor. Karena kita penggerak. Karena kita pendobrak. Ya, kita.



Bangunlah hai pemuda, berjuta rakyat menanti tanganmu, mereka lapar dan bau keringat.
Jangan menghindar dengan berkata “Nanti saja, saya kan masih pemuda!”
Tapi jawablah “Ya, KARENA SAYA PEMUDA!”

Tidak perlu menunggu jadi tua untuk peduli, berbuat, dan berarti bagi bangsa. DAN JANGAN MENUNGGU.





Bangun pemudi-pemuda Indonesia
Lengan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmulah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha, jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara, t’rus kerja keras
Hati teguh dan lurus, pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus, hai putra neg’ri



81 Tahun Sumpah Pemuda
PSDA HIMATEK



.

Minggu, 25 Oktober 2009

Suatu Malam di Santiago Bernabeu

Sebuah awal (bukan akhir) yang manis musim ini dari AC Milan... Il Diavoli berhasil menghantam si raja u(t)ang Eropa, Real Madrid, di kandangnya sendiri, Estadio Santiago Bernabeu, 3-2.

Tak disangka, seorang kameraman mengabadikan satu momen kecil yang amat menyentuh saya sebagai tifosi Milan. Di saat laskar Merah-Hitam merayakan gol indah Alexandre Pato yang kemudian menjadi gol kemenangan AC Milan... sang kameraman dengan cerdik menangkap satu penglihatan yang dapat diinterpretasikan dengan sejuta makna.




Want to join the celebration, boy?

FORZA MILAN - Il Club Piu Titolato Al Mundo! Solo con te, sempre per te!
.

Minggu, 04 Oktober 2009

BAB X - Manfaat Kerja Praktek

Ini adalah sebuah bab yang membuat laporan kerja praktek saya berbeda dari laporan orang-orang lain... memang masih berbentuk draft...

-------------

BAB X
MANFAAT KERJA PRAKTEK


Selama periode kerja praktek di PT. Chandra Asri, penulis telah mendapatkan banyak manfaat dalam bentuk peningkatan kemampuan berupa pemahaman-pemahaman baru yang berkaitan dengan ilmu keteknikkimiaan maupun mental kerja sebagai insinyur proses.


10.1. Pemahaman Ilmu Teknik Kimia

Pemahaman-pemahaman baru tentang ilmu teknik kimia yang didapat penulis selama periode kerja antara lain meliputi:

1. Pemahaman dasar tentang bagian-bagian apa saja yang secara prinsip menyusun sebuah pabrik kimia : pengolahan bahan baku, reaktor, pemisahan dan pemurnian, recovery bahan baku, sistem pengendalian, sistem utilitas, dan pengolahan limbah.

2. Bentuk-bentuk, dimensi-dimensi, dan jenis-jenis peralatan proses yang umum ditemui dalam industri kimia dan kegunaan-kegunaannya: seperti kolom-kolom distilasi, reaktor, kolam pengolahan limbah cair, pompa, kompresor, heat exchanger, tangki penyimpanan, sistem perpipaan, dan lain-lain.

3. Sifat dan penanganan bahan-bahan kimia yang dijumpai di sebuah industri kimia. Termasuk di dalamnya antara lain adalah cara, alat, dan kondisi penanganan dan penyimpanan bahan-bahan seperti gas (etilen, hidrogen), cairan organik (isobutana, heksana), dan bahan-bahan beracun seperti logam (katalis) dan cairan berbahaya (ko-katalis).

4. Cara-cara pemilihan spesifikasi (dimensi, jenis, material, konfigurasi) dari alat (conveyor/piping, heat exchanger, valve, reaktor, alat pemisahan, storage tank, dan lain-lain) berdasarkan kondisi operasi (temperatur, tekanan, fasa, dan komposisi bahan yang masuk dan keluar).

5. Cara-cara pemilihan rentang kondisi operasi (seperti disebutkan di atas) berdasarkan target operasi.

6. Teori proses polimerisasi (khususnya polimerisasi etilen) dan aplikasinya dalam skala industri.

7. Prosedur standar keselamatan di pabrik kimia, termasuk perlengkapan keselamatan standar, bahaya dari alat-alat dan bahan-bahan kimia, prosedur evakuasi bencana, pencegahan kebakaran, penempatan alat-alat darurat, dan lain-lain.


10.2. Kemampuan Kerja Sebagai Insinyur Proses

Selama periode kerja praktek, penulis telah berinteraksi dengan orang-orang yang bekerja dalam bidang teknik kimia dalam lingkungan pekerjaannya sehari-hari. Pengalaman ini memberi tambahan ilmu-ilmu baru mengenai hal-hal nyata yang dilakukan seorang insinyur proses dalam lingkungan industri kimia seperti:

1. Optimasi proses untuk menghasilkan produk sesuai spesifikasi yang diinginkan (konversi, selektivitas, sifat fisik) dengan cara mengubah-ubah kondisi operasi (komposisi umpan, temperatur, tekanan, laju alir).

2. Analisis efisiensi suatu alat tertentu dalam rangkaian peralatan proses seperti heat exchanger, kolom distilasi, dan turbin.

3. Cara pengendalian proses kimia dengan sistem komputer terpusat dari suatu control room menggunakan pengaturan dari tombol-tombol yang ada.


10.3. Mental Sebagai Calon Insinyur Proses

Kerja praktek juga telah membentuk penulis dari segi mental dan perilaku sebagai mahasiswa teknik kimia yang merupakan calon insinyur proses. Penulis antara lain dalam pemikirannya saat ini memiliki:

1. Cara pandang baru terhadap materi-materi yang selama ini diajarkan di kuliah, yaitu bahwa pada prinsipnya tiap mata kuliah yang diajarkan merupakan satu segmen tertentu yang kemudian dirangkaikan untuk mencapai tujuan utama, yaitu membuat suatu rangkaian proses kimia dalam skala industri alias pabrik kimia.

2. Pengetahuan mengenai manfaat-manfaat nyata pada dunia industri dari setiap mata kuliah yang diajarkan seperti sistem utilitas, proses pemisahan, perpindahan kalor, teknik reaksi kimia, dan lain-lain.

3. Motivasi untuk mencari ilmu-ilmu baik di saat kuliah maupun melalui media lain, yang sekiranya akan dibutuhkan jika bekerja di lingkungan industri, karena telah mendapat gambaran ilmu-ilmu seperti apa saja yang akan dibutuhkan itu.

4. Peningkatan kemampuan untuk membuat asosiasi dan jika mendengar istilah-istilah umum dalam dunia teknik kimia seperti safety pressure valve, nozzle, suction/discharge pressure, laju produksi, kompresi, high steam, PN, dan lain-lain.

5. Pola pikir untuk membuat rangkaian analisis dan metode penanganan yang harus ditempuh jika diberikan suatu persoalan teknik kimia.

6. Cara-cara berinteraksi dengan para pekerja lain di lingkungan industri seperti atasan, HRD, satpam, teknisi, office boy, dan sesama insinyur proses.


10.4. Lain-lain

Begitu banyak manfaat dan pengembangan diri yang diperoleh dari kerja praktek sehingga secara pribadi penulis menganggap bahwa mata kuliah TK4090 – Kerja Praktek adalah mata kuliah yang paling banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan pembelajaran bagi penulis dibandingkan dengan semua mata kuliah yang pernah diikuti.


.

Jumat, 25 September 2009

Humor ITB - Sedia Payung Sebelum Hujan

Pada suatu ketika diadakan lomba mengarang antar universitas se-Indonesia, dengan tema situasi sosial politik bangsa Indonesia. Dua orang panitia sibuk membaca beribu-ribu karangan yang masuk. Berjam-jam membaca membuat mereka jenuh dan akhirnya salah seorang dari mereka, Tono, memperlihatkan sebuah karangan kepada temannya, Parjo, dan berkata:

"Ini pasti karangan anak UI, Jo."

"Tahu dari mana?" tanya Parjo.

"Lihat, di sini disebut-sebut tentang 'Jaket kuning yang tiap hari kukenakan...'"

"Hahahaha. Tebakan yang cukup masuk akal." gumam Parjo.

"Kalau yang ini pasti karangan anak IPB." lanjut Tono.

"Betul Ton, aku tahu, soalnya ada kata-kata '...kampusku di Dramaga'."

Keduanya kemudian tertawa-tawa, lalu melanjutkan membaca. Tak berapa lama, giliran Parjo yang angkat bicara duluan.

"Kalau yang ini Ton, ini pasti karangan anak ITB!"

Tono melihat karangan yang ditunjukkan Parjo, namun tidak ada satu kata pun dalam karangan itu yang menandakan ITB atau bahwa pengarangnya adalah anak ITB. Tono dengan heran bertanya kepada Parjo:

"Tahu dari mana?"

Parjo menunjuk bagian atas kertas dan menjawab dengan enteng:

"Karangannya dibuka dengan kalimat 'Sebelumnya mohon maaf jika ada bagian tulisan saya yang tiada berkenan di hati, karena saya sadari saya belumlah sempurna sebagai penulis...'"


.

Kamis, 24 September 2009

Dihukum Karena Hal Yang Tidak Diperbuatnya

Baca judul tulisan ini, lalu pikirkan. Adil tidak? Fair tidak?

Coba bayangkan seorang ibu umur 40an berteriak sambil menangis tersedu-sedu:

"HAL APA YANG TELAH KUPERBUAT HINGGA AKU MENDAPAT COBAAN SEPERTI INI...?!?!?!?"

dengan gaya yang lazim kita temui di sinetron-sinetron Indonesia. Kalau di sinetron sih, biasanya tokoh seperti itu adalah tokoh baiknya, yang anggun, selalu ramah sama orang, rajin beribadah. Tapi pasti aja tokoh kayak gini adalah tokoh yang paling apes. Entah suaminya meninggal, dirinya sakit-sakitan, anaknya diputusin pacar, rumahnya disita, dan seterusnya. Lalu dia berteriak seperti kalimat di atas. Lalu kita (baca: penggila sinetron) berpikir, dunia kejam nian, apa yang telah dia perbuat sehingga mendapat nasib malang bertubi-tubi?

Intermezzo. Hehehe. *NB: penempatan intermezzo di awal cerita bukan hal yang baik sebenarnya*

=======

Kembali ke judul. Waktu dulu ada yang pernah cerita ke saya tentang seorang anak kecil yang bertanya pada bapaknya. "Pak, tadi pagi saya di sekolah disetrap guru karena hal yang tidak saya kerjakan. Apakah itu adil?"

Bapaknya lantas berang dan langsung menjawab. "Tentu tidak! Gurumu sangat keterlaluan. Tentu kau tidak bisa disalahkan atas hal yang kau tidak lakukan. Bapak akan menghadap Kepala Sekolah besok. Tapi ngomong-ngomong, hal apa sih yang tidak kau lakukan itu?"

Anaknya nyengir dan menjawab "TIDAK mengerjakan PR."

Kedengarannya klise. Tapi poinnya jelas. Masalah dihukum atau tidak, masalah salah atau benar, bukan hanya masalah apa yang DIPERBUAT, tapi bisa jadi masalah apa yang TIDAK DIPERBUAT.

======

Minggu kemarin saya jalan-jalan dengan adik perempuan saya yang berumur 12 tahun di mall, sehabis menjemputnya dari gereja. Sehabis makan di food court di lantai 3, kami turun dengan lift ke lantai paling bawah untuk pulang. Saat kami akan naik lift, ada seorang bapak tinggi besar membawa dua orang anak. Yang besar lelaki sekitar umur 8-9 tahun berbadan gendut, yang kecil perempuan umur 5-6 tahun gendut juga. Kedua anak ini rupanya lumayan nakal juga.

Ketika pintu lift terbuka dan sekitar 10 orang penumpangnya berhamburan turun, kedua anak ini langsung menerobos masuk lift tanpa menunggu yang turun selesai keluar lift. Si bapak diam saja. Saya cuma bisa berdehem dan teriak pelan "Tolong tunggu yang turun dulu, seperti biasa!".

Lalu saya dan adik saya masuk lift dengan posisi di tengah-tengah (tidak bersandar ke dinding lift), adik saya di samping saya. Lift itu penuh sesak, ada sekitar 13 orang. Sialnya tidak ada yang turun di lantai dasar seperti saya (semua turun di basement parkiran rupanya). Di antara saya dan tombol lift ada si bapak. Saya tidak bisa menjangkau tombol lift itu. Saya lalu berkata "Maaf Pak, permisi". Namun si bapak tetap bergeming. Dengan susah payah, adik saya yang berbadan lebih kecil bisa menekan tombol lift. Dan sehabis adik saya menekan tombol, si bapak menempelkan telapak tangannya menutupi TOMBOL-TOMBOL LIFT untuk NYENDER.

Setelah itu kedua anak gendut itu mulai ngobrol keras dan kemudian melompat-lompat di dalam lift. Ya. JINGKRAK-JINGKRAK. Di dalam LIFT yang sedang berjalan. Anaknya GENDUT-GENDUT. Saya mulai mikir apakah saya harus baca doa atau jitak kepala anak-anak ini. Bapaknya diam saja.

Ketika pintu lift terbuka di GF, saya dan adik saya bersiap-siap turun, namun si bapak yang berbadan BESAR dan MENGHALANGI pintu keluar lift tidak menunjukkan tanda-tanda mau minggir. Padahal sudah jelas tadi penumpang yang memencet tombol GF hanya SAYA, yang ada di BELAKANGNYA. "Pak, PERMISI" ulang saya dengan suara lebih keras dari saat saya mau menekan tombol lift tadi. Dia tetap diam. Adik saya, yang berbadan lebih kecil, lebih tidak sabar dan mencoba menerobos keluar. Dia berhasil dan saat itu semua orang tersadar dan mencoba minggir, namun tetap saja jalur keluarnya sulit karena liftnya penuh sesak dan orang yang SEHARUSNYA PALING DULUAN MINGGIR yaitu si bapak itu malah DIAM seperti gupala di depan pintu lift. Saya mencoba keluar, namun saat itu pintu lift tertutup, saya mencoba menerobos (karena jika turun sampai lantai bawah lagi, eskalator sedang mati dan jalurnya jauh, lagipula adik saya sudah berada di luar lift).

Dan BREKK. Pintunya menggencet saya, saya mencoba menjejak keluar lift agar tidak kehilangan keseimbangan, dan alhasil kaki kanan saya mendarat tepat di belakang adik saya yang sedang melangkah, menginjak sendalnya, dan talinya putus. Sementara adik saya memungut sendal kesayangannya itu, saya menyempatkan diri melihat pintu lift yang sedang menutup itu, menatap marah pada si goblok yang MENEMPELKAN TANGANNYA DI TOMBOL LIFT tapi tidak menahan tombolnya agar terbuka saat ada yang mau turun.

Saya emosi dan hampir berteriak "GOBLOK!" di depan muka si bapak itu. Namun segera saya mencoba berpikiran jernih dan positif. Mau tahu pikiran paling baik yang timbul di benak saya saat itu? MUNGKIN BAPAK ITU TULI.

Dan saya sampai pulang masih tetap emosi, masih tetap uring-uringan karena sendal kesayangan adik saya putus gara-gara si bapak goblok itu. Bapak itu tidak melakukan apa-apa terhadap saya, tapi karena dia tidak melakukan apa-apa itulah maka saya jadi kesal.

Yah, mungkin saya juga salah karena emosi. Sampai di rumah saya minta maaf secara tidak langsung kepadanya dalam doa, dan mengakui ada bagian kesalahan saya juga.

Namun saya tetap berterima kasih atas pertemuan saya dengan si bapak, yang telah mengajarkan kepada saya buruknya sebuah ignorance.

======

Undang-undang negara Republik Indonesia ada yang menyatakan bahwa jika seseorang melihat terjadinya tindak kejahatan namun tidak melaporkannya, ia dapat dituduh bersekongkol dengan pelaku dan dapat dikenai hukuman penjara. Waktu dulu saya ikut sekolah minggu, salah satu ayat paling berkesan yang dibacakan kakak pembimbing saya adalah Yakobus 4:17 "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa".

Sudah tahu arah tujuan pembicaraan saya kan?

Albert Einstein pernah berkata "Saya cinta damai, tetapi bukan hanya itu, saya berani berperang demi kedamaian". Yang dimaksud Einstein bukan perang sebenarnya, tapi yang ia maksud adalah ia berani mengajak orang-orang untuk tidak berperang. Kenapa?

Karena Einstein menyadari bahwa jika ia cinta damai secara PASIF (yakni hanya berkomitmen bahwa DIRINYA SAJA yang tidak akan berpartisipasi dalam perang), perdamaian tidak akan terjadi. Orang-orang lain masih akan berperang. Maka ia memutuskan untuk AKTIF, mengajak orang-orang untuk tidak berperang.

Berapa banyak dari kita yang berpikiran bahwa "Saya akan membetulkan kehidupan saya dulu. Yang penting saya jadi orang baik, benar, rajin, pintar, jujur, disiplin, dan berprestasi. Urusan temen-temen saya yang begundal, brengsek, tukang tipu, pemalas, goblok dan lain sebagainya itu, urusan mereka, toh mereka kan udah gede ini."

Itu EGOIS, saudara. Membiarkan teman kita jatuh dalam dosa sementara kita luput dari dosa. Saya masih percaya kata-kata Einstein: "Sang Pencipta tidak sedang bermain dadu" ketika mencipta, ketika meletakkan kita di lingkungan pertemanan kita saat ini. Dan saya masih percaya bahwa tanggung jawab untuk saling menasihati itu ada di pundak semua umatNya, dan kita akan dimintai pertanggungjawaban untuk itu saat Hari Terakhir nanti.

Dan hukuman yang menanti bukan karena kejahatan yang kita lakukan, tetapi karena kebaikan yang kita tidak lakukan.

======

Kendala nyata? Banyak.

Setahun ini nyontek tugas dan semacamnya sudah saya kurangi sampai batas sangat minimum, namun prestasi akademik saya ya segitu-segitu aja. Cape juga klo mempromosikan integritas akademik dan cuma dikata-katain "Yang nggak nyontek ntar IPKnya jadi kayak lu! Mending nyontek, terus kayak gw! Yang IPKnya lebih tinggi dari lu aja nggak pernah bacot macam-macam!"

Bagian terakhir sih yang membuat hati ini paling pedih. Dan hanyalah harapan yang tentu diharap jadi kenyataan, bahwa yang lebih punya daya untuk promosi integritas akademik akan memberdayakan modal mereka itu. Tidak hanya lurus dalam kehidupannya, namun juga meluruskan orang lain yang bengkok-bengkok. Barangsiapa tahu berbuat baik tapi tidak melakukannya... yah, begitulah.

======

Ketika telah nyata bahwa keuntungan nyalin tugas dan nyontek jauh lebih besar daripada kerugiannya...

Ketika akal sehat dan keadaan pun telah berteriak "NYONTEK SANA!"...

Ketika jargon-jargon integritas akademik terdengar seperti bualan aktivis semata...

Ketika nasihat-nasihat dari kawan seperjuangan dianggap upaya sok suci dan munafik...

Pandanglah Wajah Sang Pencipta yang teduh dan tanyakan dengan tulus kepadaNya... dan tangkaplah jawabanNya dengan hati nurani yang terdalam.



.

Selasa, 22 September 2009

Jadilah Juara

Kembali dengan cerita fiksi-lagu kedua dari saya, yang saya jadikan korban kali ini adalah lagu Jadilah Juara, OST King, oleh Ipang BIP dan Ridho Slank. Selamat menikmati.

DISCLAIMER: Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesalahan yang tidak mengenakkan dalam penuturan peristiwa, nama, tempat, maupun fakta-fakta lainnya, penulis mengucapkan mohon maaf lahir dan batin.

=========================

Alfonso turun dari angkot Panghegar - Dipati Ukur, memberikan uang seribu kepada sang supir, dan cepat-cepat lari sebelum sang supir sempat meminta tambahan ongkos. Setelah terdengar suara deru angkot menjauh, ia baru menghentikan larinya dan memandang ke depan, mencari-cari dengan matanya. Rupanya dia belum datang. Memang salahku datang sepuluh menit lebih awal untuk bertemu orang yang biasanya telat sepuluh menit kalau janjian, pikirnya.

Maka ia memutuskan untuk menghampiri landmark kampusnya, papan nama Institut Teknologi Bandung pada sebuah batu bercat hijau muda, dan duduk bersandar di sana sambil menikmati pemandangan sekitar Gerbang Ganesha. Jalanan putih bagaikan tertutup salju yang hanya ada di negeri empat musim. Ada tukang gorengan, mahasiswa-mahasiswa berjaket himpunan masing-masing yang berwarna-warni, mobil-mobil mewah keluar masuk gerbang. Sesekali terdengar suara burung di atas kepala yang mirip sirine pertanda serangan udara Jepang waktu Perang Dunia Kedua: jika suaranya berkumandang, itu pertanda bom-bom akan segera berjatuhan. Alangkah permainya kampusku, pikir Alfonso sambil tersenyum.

Dan tiba-tiba dari arah dalam kampus terlihat segerombolan mahasiswa berjas almamater. Sebagian besar dari mereka bertampang lesu. Yang pria sibuk mengelap keringat, yang wanita merapikan rambutnya yang acak-acakan. Alfonso kembali tersenyum. Ini anak-anak angkatan 2011 yang baru selesai menjalani rangkaian acara penerimaan hari ini, pikirnya.

Dan seketika dirinya sudah merasa sok tua, mengenang saat ia pertama kalinya melangkahkan kaki melalui Gerbang Ganesha. Apakah spanduk yang begitu menggetarkan hatinya dulu itu masih selalu terpampang setiap awal tahun ajaran? Ia menoleh ke suatu arah dan melihat bahwa ya, masih ada, namun agak sedikit berbeda.

SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI HARAPAN BANGSA.

Mungkin kata 'TERBAIK' dianggap terlalu arogan, keluh Alfonso sedih. Mungkin kata itu dihapuskan karena orang melihat arogansi mahasiswa ITB yang begitu tinggi dan kerjanya hanya menyombongkan diri seperti saya, pikir Alfonso. Atau mungkin juga karena mahasiswa-mahasiswa ITB dianggap tidak lagi memenuhi syarat, tidak lagi diharapkan untuk menyandang beban begitu berat sebagai putra-putri terbaik bangsa.

Padahal ia begitu merindukan melihat kata itu. Kata yang menurutnya memang pantas disematkan kepada Ganesha-Ganesha muda yang akan mengawali langkahnya membangun negara. Kata yang menunjukkan tingginya ekspektasi negara ini pada Institut Teknologi Bandung. Pada manusia-manusia yang adalah calon-calon patriot bangsa yang sebenarnya. Ya, Alfonso percaya bahwa pejuang kemerdekaan di masa ini bukan lagi tentara ataupun politisi, tapi orang-orang ilmu pengetahuan alam.

Kita adalah pejuang
yang membela harga diri
negeri ini


Dari dulu Alfonso selalu meyakini bahwa bidang ilmu pengetahuan alam-lah yang seharusnya menjadi ujung tombak pembangunan. Bukan ilmu sosial. Yang menentukan nasib bangsa Indonesia seharusnya adalah para teknokrat, para insinyur, para dokter, para ilmuwan. Bukan politikus, pengacara, ekonom, atau artis. Ilmu sosial memperbincangkan hal-hal maya, ilmu alam membuat hal-hal nyata.

Ketika kenaikan harga BBM menjadi perdebatan para analis ekonomi, bukankah insinyur perminyakan-lah yang kerja keras memompa minyak yang jadi perdebatan itu keluar dari perut bumi? Ketika di bursa saham orang kelabakan karena fluktuasi harga saham perusahaan otomotif, perumahan, petrokimia; bukankan yang mereka kerjakan hanya memperbincangkan hasil kerja para insinyur mesin, sipil, dan kimia? Ketika wabah flu burung dan SARS menyebar dan pemerintah memerintahkan keadaan tanggap darurat, bukankah itu semua tidak ada artinya jika para dokter tidak mampu menolong orang-orang sakit dan para ilmuwan tidak menemukan vaksin? Para jenderal TNI jika negara kita diserang musuh sibuk mengatur koordinat pertahanan, membaca peta, mengatur letak artileri, pasukan infantri, angkatan laut, dan angkatan udara. Apa kerja mereka jika tidak ada para insinyur yang membuat benteng, peta, artileri, senapan, kapal perang, dan pesawat tempur? Bahkan ketika orang-orang sibuk mencari uang, sebenarnya siapa sih yang membuat uang? Mesin cetak, perkebunan abakus, dan tinta. Siapa yang membuat itu semua? Insinyur-insinyur.

Jadi jelaslah menurut Alfonso bahwa insinyur-lah yang bisa mengubah nasib bangsa ini secara nyata. Membasmi krisis energi dan pangan dan pada akhirnya memandirikan bangsa secara ekonomi. Memperbaiki sistem transportasi dan tata kota sehingga permasalahan sosial urban dapat diminimalisasi. Membuat alutsista canggih sendiri sehingga kedaulatan bangsa terjunjung tinggi. Mendirikan industri berbasis sumber daya lokal sehingga profit yang didapat besar dan digunakan untuk biaya pendidikan rakyat sehingga makin banyak rakyat yang terdidik untuk pembangunan nyata.

Dan tempat mana lagi paling cocok untuk mencetak insinyur-insinyur yang bisa melakukan hal-hal itu, selain di kampus berjudul institut teknologi ini? Yang dari semua segi memang terbaik pada bidangnya di negeri ini? Jadi kenapa harus malu mengakui bahwa di sinilah tempatnya putra-putri terbaik bangsa menuntut ilmu?

Kecuali jika hal itu tidaklah lagi benar. Jika yang menuntut ilmu di sini bukanlah lagi putra-putri terbaik bangsa. Benarkah?

Kita bangsa yang berani
tak takut untuk hadapi
semuanya


Patriot-patriot negara memberikan tubuh dan darah mereka sebagai batu bata penyusun istana kemerdekaan. Tank-tank dan senapan mesin Belanda, bayonet dan samurai Jepang, tidak menggentarkan mereka. Bagaimana dengan pejuang-pejuang kemerdekaan versi Alfonso zaman ini, yaitu para mahasiswa teknik, termasuk dirinya sendiri? Alfonso pun mulai menghitung daftar hal-hal yang ditakutinya.

Angin dingin pagi hari kota Bandung. Ketakutan ini membuatnya seringkali meringkuk tenang di dalam selimutnya sementara wekernya sudah berbunyi tujuh kali untuk memanggilnya agar segera bangun dan berangkat kuliah. Akibatnya sudah tak terhitung berapa puluh kelas pagi yang ia lewatkan.

Gengsi dan ketakutan untuk mendapat nilai nol sendirian sementara teman-temannya mendapat nilai bagus. Ketakutan ini membuatnya sering memodifikasi tugas dan laporan karena semua orang kebanyakan melakukannya. Daripada tidak mengumpulkan? Yah, sebenarnya Alfonso tahu kalau hal ini bisa diatasi jika ia mengerti betul materi tugas dan laporan dengan belajar sungguh-sungguh, tapi apa mau dikata bahwa salah satu ketakutan lain Alfonso adalah takut...

Mengorbankan waktu(istirahat dan main)nya untuk memahami materi-materi kuliah. Sebenarnya sebuah perbuatan yang sangat tidak mahasiswa sekali.

Dengan melihat diri sendiri saja dan segala ketakutannya, Alfonso dapat menyimpulkan bahwa memang tidak semua yang kuliah di Institut Teknologi Bandung ini merupakan putra-putri terbaik bangsa.

Jangan lelah jangan lemah
janganlah mudah mengalah
dan menyerah


Alfonso teringat cerita yang pernah dituturkan salah satu dosennya tahun lalu. Saat itu di kelas, Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja menceritakan kepada seluruh kelas tentang salah seorang mahasiswa bimbingannya yang berkewarganegaraan Vietnam. Si mahasiswa ini, menurut Pak Tatang, berkata dengan berani kepadanya:

"Pak, saya yakin Vietnam dalam beberapa tahun lagi akan lebih maju dari Indonesia. Kami kerja lebih keras. Di mana-mana semua orang kerja keras. Bahkan orang miskin kami kerja lebih keras dari orang miskin Bapak."

Alfonso termasuk salah satu dari orang-orang yang panas mendengar cerita itu. Seseorang yang negaranya hancur total tahun 70an akibat perang, yang negaranya tertinggal 30 tahun dari Indonesia yang memiliki keunggulan SDA dan SDM jauh lebih banyak? Namun selain panas, hatinya perih juga kalau itu memang benar. Mungkin si Vietnam itu ingin menambahkan juga, namun tidak enak jika didengar rekan-rekannya: "Dan mahasiswa-mahasiswa kami kerja lebih keras dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia!".

Tidak, batin Alfonso. Ia tidak mau kalah. Ia teringat ucapan salah seorang seniornya di ITB ini. Seniornya yang 85 angkatan lebih tua darinya.

"Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera, agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 sen sehari; bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli; bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."

Dan seniornya itu, setelah lulus dari ITB, telah membuktikan kata-kata itu. Di bawah pimpinannya, bangsa Indonesia melangkah ke arah jajaran bangsa-bangsa terdepan dunia. Sayang langkah itu terhenti. Dan bahkan sempat mundur.

Dan Alfonso berangan-angan dengan sumber daya Indonesia yang melimpah, dikombinasikan dengan bidang ilmu yang ditekuninya, teknik kimia, apa yang bisa dilakukan?

Ia tidak mau kalah dengan Brasil yang menjual etanol di setiap SPBU di seantero negeri itu, dan dengan demikian menghilangkan ketergantungan akan keberlangsungan negaranya terhadap situasi politik yang mengelilingi ladang-ladang minyak Timur Tengah. Ia tidak mau kalah dengan RRC yang, karena diembargo, telah memproduksi sendiri seluruh katalis untuk industri kimianya, yang menghemat devisa negara hingga berjuta-juta dolar Amerika. Merekalah contoh bahwa negara-negara berkembang bisa selangkah menuju ke arah kemajuan dengan teknik kimia, dan Alfonso berharap Indonesia akan menjadi contoh pula.

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya
Harapan dari bangsa ini
kita menjadi juaranya


Alfonso tahu tingginya harapan terhadap mahasiswa ITB. Terhadap para calon insinyur, ilmuwan, dan seniman terbaik bangsa. Betapa tingginya citra mahasiswa ITB di hadapan rakyat kecil.

"Mau ke ITB mas? Bikin motor yang irit bensin ya mas ntar." Begitu kata salah seorang tukang ojek tetangga Alfonso empat tahun lalu. Saya mau kuliah teknik kimia, bukan teknik mesin, bang, gumam Alfonso dalam hati, namun ia menyadari itulah bentuk ekspektasi masyarakat.

Dan Alfonso tahu bahwa harapan masyarakat terhadap mahasiswa sebuah institut teknologi tidaklah cukup dipenuhi dengan mendemo pemerintah yang korup, dengan romantisme dan kata-kata. Namun dengan menyadari bahwa para insinyur-lah ujung tombak pembangunan. Dengan mengembangkan energi alternatif dan menyelesaikan krisis pangan. Dengan mengembangkan semua produk barang (dan hampir semua barang kebutuhan masyarakat adalah hasil industri) bebas impor. Bahkan kualitas ekspor.

Alfonso melihat kembali ke arah spanduk itu. SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI HARAPAN BANGSA. Dan tiba-tiba ia terhenyak menyadari apa makna pergantian kata TERBAIK menjadi HARAPAN pada spanduk penyambutan tersebut.

Ia dan banyak teman-temannya merasa bangga menjadi putra-putri terbaik bangsa. Alfonso hanya berharap bahwa mereka benar-benar tahu arti kebanggaan tersebut. Bahwa selain menjadi yang TERBAIK, merekalah juga HARAPAN bangsa ini. Bahwa mereka disubsidi pendidikannya oleh duit rakyat bukan untuk lari ke Amerika. Bahwa setelah mereka menapakkan kakinya di Bumi Ganesha mereka bukan hanya milik orangtua mereka namun telah menjadi milik ibu pertiwi. Bahwa rakyat rindu bukan hanya melihat mereka membantu pengolahan migas negara di perusahaan-perusahaan asing, namun juga mengembangkan teknologi pengilangan minyak canggih versi Indonesia. Bahwa seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya keluarga mereka, ingin makmur juga.

Berusaha pantang menyerah
jadilah juara
Berjuanglah pantang menyerah
jadi pemenangnya


Lima tahun lagi keyakinan ini akan diuji, pikir Alfonso. Di saat ibuku sudah tua dan pensiun, di saat adikku masuk kuliah, di saat anakku baru lahir mungkin...

"HEI!!!"

Teriakan itu membuyarkan lamunan Alfonso. Sedetik kemudian Alfonso sudah mulai memaki-maki temannya yang mengagetkannya itu.

"Dari mana aja lu? Gua udah jamuran dari tadi nungguin lu pada! Mana yang laen?"

"Yeee!!! Ini baru jam 5:32, kan kita janjian setengah enam, baru juga telat dua menit, lu ngapain aja dari tadi? Pasti kebanyakan ngelamun ya? Dasar lu mah... Tuh yang laen udah pada di mobil."

Alfonso menggelengkan kepala. Benar-benar, ia kebanyakan melamun. Untuk menghindari rasa malu, ia bertanya "Kita mau ke mana sampai jam berapa? Gua gak bisa sampe malem nih, besok pagi mau mulai ngerun penelitian..."

"Duh, tau deh yang sekarang lagi S2... yaudah gampang dah itu mah, sekarang cabut dulu lah!"

Alfonso mengangkat bahu dan bangkit berdiri, melangkahkan kakinya. Nggak apa-apa sesekali senang-senang, pikirnya. Yang penting bisa bagi waktu. Dan berarti besok pagi ia sudah harus berada di lab pilot untuk menapak selangkah lebih maju menuju pembuatan pabrik enzim yang pertama di Indonesia.



Ipang BIP ft. Ridho Slank - Jadilah Juara

Kita adalah pejuang
yang membela harga diri
negeri ini

Kita bangsa yang berani
tak takut untuk hadapi
semuanya

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya

Jangan lelah jangan lemah
janganlah mudah mengalah
dan menyerah

Cita-cita satu negara
kita yang harus menjawabnya
Harapan dari bangsa ini
kita menjadi juaranya

Berusaha pantang menyerah
jadilah juara
Berjuanglah pantang menyerah
jadi pemenangnya



.

Rabu, 16 September 2009

Pertemuan dengan Sang HIMATEK Ideal

DISCLAIMER: Tokoh-tokoh yang ada di cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jikalau ada kesamaan nama, sifat, maupun apapun dengan seseorang, hal itu di luar kehendak sang pengarang.

"Wah, apa ini? HIMATEK Notes Attack?"

Alfonso melihat layar laptopnya dengan tertarik. Saat itu ia sedang menjelajah group HIMATEK di Facebook, dan tiba-tiba saja ia masuk ke sebuah diskusi tentang HIMATEK Notes Attack.

"Lomba nulis notes fesbuk... Tema:... 3. Kutemukan cinta di HIMATEK... Pemenang favorit... voucher warung HIMATEK sebesar 60rb rupiah... WOW."

Alfonso pun langsung membuka MS Word 2007-nya, dan mulai mengetik. Jari-jarinya meluncur cepat di keyboard laptopnya, melahirkan kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Mudah sekali ide mengalir dari hati ke otak, dari otak ke jari, dari jari ke keyboard, dari keyboard ke layar... Di layar bermunculan ungkapan-ungkapan tentang HIMATEK, tentang tujuan HIMATEK, tentang apa gunanya HIMATEK bagi mahasiswa, tentang apa hebatnya HIMATEK sehingga pantas untuk dicintai, tak lupa kritikan bagi mereka yang seakan sudah melupakan apa arti berhimpunan dan tentu saja ajakan bagi semua orang untuk lebih mencintai HIMATEK. Alfonso tidak berhenti begitu saja. Dentang jam tengah malam berkumandang mengiringi suara hantaman jari ke keyboard yang tanpa henti. Dan Alfonso terus mengetik. Sambil menyeka peluh yang bercucuran di dahi, dan cileuh yang bermunculan di kelopak mata.

Dan akhirnya jadilah sudah notes dari Alfonso. "Aku Cinta HIMATEK".

"Ctrl+C... Masuk ke facebook, notes... Ctrl+V... POST. Tag si ini, si itu, si anu, dll..."

Selesai sudah, pikir Alfonso, dan ia pun tersenyum puas dengan hasil kerjanya. Tombol Turn-Off di layar laptopnya pun telah ia klik. Alfonso pun bangkit dari kursinya, hendak melemparkan badannya ke kasurnya yang empuk. Namun perhatiannya segera tertuju pada pintu kamarnya, Ada sesosok tubuh sedang berdiri di muka pintu kamarnya, membelakangi dirinya.

Sosok itu seperti seseorang yang sudah dikenalnya, namun Alfonso tidak bisa mengingat siapa dia. Orang itu memakai jaket hitam yang amat dikenali Alfonso: jaket Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia, dengan dua strip putih di lengan kanan.

"Selamat malam, Alfonso." katanya dingin. Alfonso merasakan ada nada sinis dalam salam orang asing ini.

"Siapa kau? Mau apa kau di sini?" tanya Alfonso tajam.

"Kau boleh memanggilku apa saja yang kau mau, tapi orang-orang biasa memanggilku Sang HIMATEK Ideal..." jawab sosok itu. "... meskipun aku sendiri tidak terlalu suka dipanggil dengan nama itu. Aku belum menyumbang banyak untuk HIMATEK... namun setidaknya lebih banyak dari kebanyakan 'anggota'nya... Kau boleh menganggapku personifikasi dari orang-orang seperti itu."

"Lalu mau apa kau kemari?" Alfonso mengulangi pertanyaannya dengan nada yang lebih hati-hati.

"Mengomentari notes yang kau tulis untuk HIMATEK Notes Attack." jawab Sang HIMATEK Ideal. Tegas, tajam, dan dingin. Alfonso hanya bisa terdiam, terkejut dan tak bisa memikirkan respon apapun atas pernyataan yang tiba-tiba ini. Sang HIMATEK Ideal melanjutkan kata-katanya.

"Merasa layakkah kau menulis hal-hal yang kau telah tulis di notes itu, Alfonso?" ucap Sang HIMATEK Ideal, diiringi tawa pendek yang jelas mengejek. "Kau terlalu banyak bermimpi."

Alfonso menjawab dengan sengit. "Setiap orang boleh dan berhak bahkan wajib punya mimpi!"

"TIDAK jika mimpi itu TIDAK untuk dijalankan!" bentak Sang HIMATEK Ideal. Alfonso terhenyak.

"Selama ini kau terlalu banyak berteori, Alfonso. Kau punya harapan yang seabrek untuk HIMATEK yang kau cintai ini, tapi mana kapabilitasmu untuk membuktikannya? Mana kemampuanmu untuk menjadikan HIMATEK yang kau cintai ini sesuai dengan harapanmu? Tidak ada kan? Nihil? Nol? Harapanmu itu harapan palsu, harapan kosong!!!"

Alfonso terdiam.

"Retorika, Alfonso, retorika. Berapa banyak argumenmu tentang HIMATEK yang kau ungkapkan kepada orang-orang namun gagal kau realisasikan, atau kau tidak tahu cara merealisasikannya. Aku tidak pernah berkoar-koar tentang harapanku untuk HIMATEK, aku MELAKUKANNYA. Dan jika aku melakukannya pasti aku MEWUJUDKANNYA. Aku kerja nyata, Alfonso, tidak seperti kamu."

"Kamu tidak pernah berbuat apa-apa untuk HIMATEK. Tidak pernah menyumbangkan sesuatu apapun yang berarti untuk HIMATEK. Sekarang kamu ingin menguliahi teman-temanmu tentang kecintaan terhadap HIMATEK? Sedangkan aku yang telah berbuat ini itu, jauh lebih banyak darimu di HIMATEK, tidak pernah sebegitunya melakukan hal itu? Sejauh apa kau cinta HIMATEK, sejauh apa kontribusimu di HIMATEK, Alfonso?"

Untuk hal ini, Alfonso tidak bisa berdiam diri.

"Aku representasi HIMATEK di badan tertinggi KM-ITB! Sebagai seorang HIMATEK ideal tentunya kau tahu bahwa jabatan itu tidak main-main!"

"Selevel Kahim, eh?" balas Sang HIMATEK Ideal dengan cepat dan menyayat. "Ya, jika ini sistem KM-ITB yang ideal, Alfonso. Kau diharapkan menyangga beban berat untuk menyampaikan aspirasi 300an anggota HIMATEK yang peduli akan kinerja Kabinet dan Tim MWA. Namun sayangnya, massa HIMATEK tidak banyak yang peduli akan hal-hal itu. Kinerjamu jadi terabaikan. Dapat kukatakan, kerjamu mudah sekali sebagai Senator sekarang ini. Datang, duduk, diam, pulang. Persis anggota DPR."

"Tapi aku tidak seperti itu!!!" teriak Alfonso.

"Tapi lihatlah betapa mudahnya. Yang penting daftar absen penuh, karena massa HIMATEK hanya dapat mengukur itu dari kinerja Senator. Hanya daftar hadir. Tidak ada yang marah karena aspirasi mereka bertentangan dengan apa yang Kabinet kerjakan. Tidak ada yang menyalahkanmu karena gagal menyampaikan aspirasi mereka, yang bertentangan dengan apa yang Kabinet kerjakan. Tidak ada yang peduli jika kau datang rapat dengan pandangan kosong dan hanya diam termangu."

"Dan kau gagal di masa jabatan pertamamu, Alfonso. Gagal. Nama HIMATEK tercoreng karena kau bolos rapat hingga sebulan. Karena kau malas. Dan tidak siap menerima amanah sebesar Senator."

"Dan sayangnya, kontribusi 'besar'mu di HIMATEK hanya sebagai Senator, Alfonso. Untuk keadaan HIMATEK seperti ini, Senator yang baik haruslah mampu memasyarakatkan KM-ITB kepada anggota-anggotanya. Apa kontribusimu dalam hal itu, Alfonso?"

"Tidak semuanya itu salahku!" protes Alfonso.

"Tapi itu bagian kesalahanmu juga, dan porsimu tidak kecil." balas Sang HIMATEK Ideal. "Itu sebagian saja dari kesalahanmu, Alfonso. Masih ada banyak. Akan kuuraikan."

"Kau berkata-kata tentang tujuan HIMATEK. Beranikah kau mengakui bahwa sebenarnya kau baru mendengar dan mengetahui tujuan HIMATEK itu waktu Kahim berorasi di depan calon angkatan termuda di lapangan basket saat kaderisasi?"

"Kau mengajak teman-temanmu datang ke forum-forum HIMATEK dan tidak melakukan apa-apa selain ngobrol. Aku tidak mengajak teman-temanku di muka umum, namun aku DATANG dan BERKONTRIBUSI. Tidak seperti kamu, Alfonso."

"Kau berkata-kata tentang bagaimana seharusnya anggota HIMATEK bersikap. Aku tidak pernah berkoar-koar tentang bagaimana anggota HIMATEK harus bersikap. Tapi aku terlibat aktif di semua kepanitiaan yang kuikuti. Tidak seperti kamu Alfonso. Tiap rapat anggota, rapat divisi, bahkan kuliah, aku datang tepat waktu. Tidak seperti kamu Alfonso. Tiap kuliah aku tidak pernah titip absen. Tiap labtek aku tidak pernah rekdat. Tugas kuliah kubuat sendiri, tidak menyalin. Tidak seperti kamu Alfonso. Jika HIMATEK butuh solusi, aku beri solusi konkrit dan aplikatif. Tidak seperti kamu Alfonso. IPKku masih jauh di atas cukup untuk Cum Laude, tidak seperti kamu Alfonso."

Alfonso hanya menunduk. Semua yang dikatakan Sang HIMATEK Ideal itu benar adanya.

"Tahu orang Farisi, Alfonso? Kaum munafik di negeri Israel zaman dahulu kala. Kaum yang selalu menekuni kitab Taurat tapi tidak pernah melakukannya. Kaum omdo. Omong doang. Itulah kau, Alfonso."

"CUKUP!!!!!!" teriak Alfonso. Sang HIMATEK Ideal terus melanjutkan pidatonya tanpa mempedulikan protes Alfonso.

"Kau terlalu banyak bicara. Aktiflah bergerak membangun HIMATEK jika kau mencintainya. Seperti aku yang telah memberikan ini itu untuk HIMATEK. Aku terbukti menjadi orang yang bisa HIMATEK andalkan. Karena aku cinta HIMATEK. Kau, mau mengaku cinta HIMATEK? Hanya dengan mulutmu saja, Alfonso. Cintamu itu cinta palsu. Omong kosong."

Alfonso tertunduk. Tersungkur. Gemetar. Menangis.

"Itu memang benar adanya, wahai Sang HIMATEK Ideal..." desis Alfonso dengan lirih. "Kau sempurna. Kontribusiku untuk HIMATEK memang tidak seberapa. Sifatku sebagai kader HIMATEK pun jauh dari sempurna. Bahkan bukan termasuk golongan yang terbaik. Dibandingkan denganmu, aku bukan apa-apa. Meskipun begitu..."

Hening sejenak.

"Meskipun begitu, untuk mengatakan bahwa cintaku terhadap HIMATEK adalah palsu... KAU TELAH MELEWATI BATAS!!!" teriak Alfonso sambil bangkit berdiri tegak. Tatapan matanya yang marah menghunjam jaket HIMATEK di punggung Sang HIMATEK Ideal.

"Kau tidak berhak." gumam Alfonso, pelan. "Kau tidak berhak mendefinisikan CINTA!" teriak Alfonso ke arah punggung Sang HIMATEK Ideal.

"Aku memang bukan HIMATEK Ideal. Aku HIMATEK Ampas. IPKku tidak cum laude. Kelakuanku buruk. Pemikiranku tidak semaju rekan-rekanku yang lain. Aku tidak rajin, tidak ulet, tidak jujur, tidak teliti, aku punya banyak kekurangan. Aku iri padamu, Sang HIMATEK Ideal. Aku ingin berkontribusi lebih sepertimu. Ingin bisa membagi waktu sebaik kau. Ingin bisa belajar dan berorganisasi seiringan dengan hasil baik bagi keduanya. Aku ingin memiliki pemikiran-pemikiranmu yang jitu. Kharismamu yang membuat engkau mudah mengendalikan teman-temanmu menuju HIMATEK ideal versi dirimu."

"Tapi apakah aku tidak boleh mengekspresikan kecintaanku dengan kata-kata? Aku memang tidak mampu berbuat lebih dari kata-kata. Tapi inilah caraku untuk mengungkapkan kecintaanku bagi HIMATEK. Dan dengan kata-kata pula aku mengajak teman-temanku untuk mencintai HIMATEK. Karena aku sendiri pun cinta akan HIMATEK."

"HIMATEK, yang telah memberikan kepadaku kepercayaan pertama seumur hidupku sebagai Penanggung Jawab sesuatu. Meskipun itu hanyalah PJ name tag saat kaderisasi."

"HIMATEK, yang membuat aku merasa bisa menyelesaikan pekerjaan dalam sebuah organisasi untuk pertama kalinya dalam hidupku. Meskipun itu hanyalah sebuah Analisis SWOT Angkatan."

"HIMATEK, yang telah memberikan kepadaku jabatan struktural pertama pada sebuah kepanitiaan. Meskipun itu hanyalah Koordiv Lapangan pada sebuah wisudaan, dengan anggota divisi tidak lebih dari 5 orang."

"HIMATEK, yang mengenalkanku dengan rekan-rekan, kakak-kakak, dan adik-adik tingkat yang merupakan manusia-manusia berkualitas. Meskipun itu diawali hanya dalam bentuk KINKAT, MEKFLU, EKSPANDER, dan BURNER."

"HIMATEK, yang telah memberikan pengalaman pertama dalam hidupku untuk berbicara di depan umum dalam tekanan, pada saat hearing calon Senator 2008/09."

"HIMATEK, yang menyerahkan kepadaku mandat terbesar yang pernah kuterima dalam 21 tahun hidupku: membawa suara dan pikiran 300an jiwa manusia ke Kongres KM-ITB."

"HIMATEK, yang mengajarkan efisiensi dan efektivitas rapat. Etos kerja. Kejujuran."

"HIMATEK, yang mengubah orientasiku masuk kampus ini dari sekadar cari jurusan bergengsi yang murah, menjadi semangat untuk membalas budi pada rakyat Indonesia dengan memajukan negara."

"HIMATEK telah memberi terlalu banyak untukku. Apa yang telah kuberikan kepadanya? Tapi kau lupa, hai Sang HIMATEK Ideal, bahwa HIMATEK pada hakekatnya adalah sebuah wadah. Wadah yang tidak bisa memberi, tapi bisa menjadi alat bagi kita untuk berkembang."

"Tanpa HIMATEK aku bukanlah apa-apa, hai Sang HIMATEK Ideal. Berbeda denganmu. Mungkin tanpa HIMATEK IPKmu masih akan cum laude. Mungkin tanpa HIMATEK skill organisasimu akan tetap tinggi. Mungkin tanpa HIMATEK kau akan tetap bisa bergaul. Mungkin tanpa HIMATEK kau akan tetap hebat. Akan tetap kritis. Akan tetap cerdas. Akan tetap ideal."

"Tapi aku, aku yang bukan apa-apa. HIMATEK telah memberi terlalu banyak. Dan itulah yang akan terus kukejar. Aku cinta HIMATEK sebagai wadah. Maka akan kuberdayakan ia sebagai wadah. Aku akan terus belajar di dalamnya. Dibentuk di dalamnya. Dan sebagai bukti kecintaanku, akan kuumumkan kepada dunia nanti jika aku telah menjadi manusia yang berguna dan berandil untuk orang lain: bahwa di TEKNIK KIMIA ITB ada sebuah wadah bernama HIMATEK, yang dapat mengubah bukan siapa-siapa seperti aku menjadi seorang siapa-siapa!!!"

Sang HIMATEK ideal melangkah mundur, mendekati Alfonso. "Alfonso, sayang sekali..."

"Aku tahu kau masih memiliki sejuta protes untuk argumenku." potong Alfonso. "Lagipula kau adalah Sang HIMATEK Ideal. Argumenku tadi tentu mudah kaulawan. Maka akan kupertegas. Aku akan meningkatkan aktivitas dan kontribusiku di HIMATEK, aku akan menjadi kader yang HIMATEK banggakan, dan selagi aku melakukannya, kau boleh diam dan lakukan bagianmu. Dan ini salam perpisahan untukmu, sekaligus ucapan terima kasih..."

Alfonso mengayunkan tinjunya ke arah kepala Sang HIMATEK Ideal. Sang HIMATEK Ideal menghindar. Alfonso secara refleks kemudian menarik jahim Sang HIMATEK Ideal.

GUBRAK.

Alfonso terbanting. Ia jatuh dari kursi. Tangan kanannya teracung ke atas, memegang jahim dengan namanya sendiri. Ia segera bangkit dan membetulkan letak kursinya. Matanya terarah ke layar laptopnya yang masih menyala. Di sana ada jendela MS Word 2007 yang masih terbuka, di dalamnya ada sebaris tulisan "Karangan untuk HIMATEK Notes Attack" dan selebihnya kosong. Jam di dinding menunjukkan pukul satu malam.

"Rupanya aku ketiduran sebelum sempat mulai menulis." gumam Alfonso.

Ia menggosok-gosok kepalanya yang terbentur tadi, kemudian mematikan laptopnya. Ia memutuskan untuk menunda penulisan notes itu untuk saat dia bangun pagi nanti. Lagipula, ia sudah tahu pasti apa yang akan ia tulis.


.

Selasa, 15 September 2009

Siapakah Orang "Indonesia Asli"?


Peta Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Nenek moyang bangsa Indonesia, secara teoritis, berasal dari tempat yang sekarang bernama Provinsi Yunnan di Republik Rakyat Cina, melalui migrasi ribuan tahun lalu. Penduduk asli Kepulauan Indonesia saat itu yaitu ras Austromelanesoid tergusur oleh keberadaan nenek moyang bangsa Indonesia saat ini dan terdesak ke Irian. Berdasarkan waktu kedatangannya, para imigran tersebut dibagi dua:

1. Proto Melayu
Orang-orang Proto Melayu datang dari Yunnan sekitar tahun 2000 SM. Mereka datang melalui dua jalur:
a. Jalur pertama dari Filipina menyebar ke Sulawesi dan Papua. Mereka ini antara lain menjadi nenek moyang suku Toraja. Mereka membawa kebudayaan kapak lonjong.
b. Jalur kedua dari Indocina melewati Semenanjung Malaya ke Sumatera, lalu menyebar ke Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Mereka ini antara lain menjadi nenek moyang suku Batak, Dayak, dan Sasak (Lombok).

2. Deutero Melayu
Orang-orang Deutero Melayu datang dari daerah Teluk Tonkin (Vietnam Utara) sekitar tahun 500 SM. Peradaban mereka lebih maju dari orang-orang Proto Melayu, yaitu kebudayaan Dong Son yang ditemui di Vietnam. Mereka menempati pesisir-pesisir dan mendesak orang-orang Proto Melayu ke pedalaman. Mereka ini antara lain menjadi nenek moyang suku Jawa, Minang, dan Bugis.

Semua yang disebutkan di atas, penduduk "asli" Indonesia, nenek moyang bangsa "pribumi" Indonesia yang sekarang, berasal dari Cina. Namun mereka tetaplah nenek moyang bangsa Indonesia. Yang membedakan hanyalah waktu kedatangan, entah itu 2000 SM, 500 SM, atau 1000an M.
Bhinneka Tunggal Ika!

.

Senin, 17 Agustus 2009

Terjemahan Singkat dari Segala Keinginan Anda

Salam, teman-teman! Ada berita baik buat anda.

Anda yang terpilih untuk di-tag di notes di facebook ini akan dihadiahi sebuah tugas untuk menyebarkan "Terjemahan Singkat dari Segala Keinginan Anda", yaitu GBHP KM-ITB 2009/10!

Sebarkan kepada seluruh massa HIMATEK yang anda kenal, maka anda akan dikenang sebagai anggota HIMATEK yang care, gaul, berdedikasi tinggi, dan intelek! Hahahahahahaha (apaan bgt deh).

Artikel ini akan dimuat di Enzyme edisi Agustus dan edisi September, tapi bagi yang penasaran ingin baca lengkapnya langsung, silakan lihat di bawah ini:

TERJEMAHAN GBHP KM ITB 2009/2010 DAN KONSEKUENSINYA UNTUK HIMATEK

Garis-garis Besar Haluan Program a.k.a. GBHP adalah tugas atau suruhan yang harus dijalankan oleh Kabinet KM-ITB dalam satu tahun ke depan. Siapa yang membuat GBHP ini? Kongres, yaitu perwakilan teman-teman dan dari mana Kongres membuat GBHP ini? Dari keinginan teman-teman sendiri.

Jadiiii… GBHP ini dibuat berdasarkan apa keinginan teman-teman yang sudah diutarakan oleh teman-teman HIMATEK kepada tim senator saat masa pembuatan GBHP, beberapa bulan lalu.

Idealnya, kita tidak hanya bisa memberi suruhan, tapi juga mendukung pelaksanaan suruhan itu karena kita sendirilah yang menyuruh Kabinet untuk mengerjakan GBHP ini.

Mari berpartisipasi. Karena secara teknis GBHP ini sudah mewakili seluruh kampus (termasuk kita, HIMATEK), maka kita harus mensukseskan terlaksananya GBHP ini. Itu sudah merupakan kesepakatan bersama, maka kita harus menjalankan konsekuensinya

Mau tahu konsekuensi yang harus kita jalani? Mari membaca ringkasan GBHP di bawah ini…



A. Bidang INTERNAL  Menko 1

Fungsi Kabinet di bidang INTERNAL:

1. Memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa
Kebutuhan dasar mahasiswa yang dimaksud adalah kebutuhan akademis, kesejahteraan, dan pengembangan diri.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Jika ada anggota yang bermasalah dengan akademik atau kesejahteraan (terancam DO atau butuh beasiswa, misalnya), jangan ragu-ragu proaktif memintakan bantuan ke Kabinet KM-ITB.
- HIMATEK harus mengusahakan anggotanya memberi tahu, atau mencari tahu, pengembangan diri apa yang dibutuhkan oleh mereka sehingga bisa diusahakan untuk diadakan oleh Kabinet.

2. Menyampaikan informasi yang dibutuhkan dan sosialisasi semua kegiatan
Kabinet memberitahukan semua yang dilakukan kepada massa kampus, termasuk di antaranya mencerdaskan massa kampus soal isu-isu yang dianggap penting dan mempertahankan image baik Kabinet KM-ITB di mata mahasiswa.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Jika ada informasi yang disampaikan Kabinet lewat jalur himpunan (ke Kahim/BP/Kongres), harus dipastikan 100% sampai ke semua anggota HIMATEK.
- Jika ada isu-isu yang disampaikan ke HIMATEK oleh Kabinet, harus ‘dipanaskan’ di HIMATEK agar bisa diberikan feedback ke Kabinet.
- HIMATEK harus menjaga agar citra Kabinet KM-ITB tetap baik (minimal dari BP dan BPA) dengan menginformasikan secara objektif tentang Kabinet KM-ITB ke massa HIMATEK (mestinya kawan-kawan tahu sekarang keadaannya seperti apa).


3. Menjadi pemersatu dan penghubung (sinergisasi) antara himpunan dan unit ITB
Kabinet harus memfasilitasi kepentingan-kepentingan yang berbeda dari tiap elemen di kampus (himpunan-himpunan dan unit-unit) sekaligus mensinergiskannya, secara spesifik ada beberapa hal: membuat satu kampus paham visi misi Kabinet, menjadi koordinator yang baik untuk urusan antar himpunan dan unit, dan mampu membuat suatu aktivitas yang seluruh lembaga turut serta menyumbang ide dan tenaga di dalamnya.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Baca visi misi Ucup-Benny, dan usahakan agar tiap aktivitas yang dilakukan HIMATEK membantu terwujudnya visi dan terlaksananya misi tersebut, yang singkatnya tertuang dalam jargon “Mari Kita Buat Indonesia Tersenyum”.
- Cocokkan kalender kegiatan himpunan dengan acara-acara terpusat, dan usahakan untuk selalu berpartisipasi mengirim orang ke acara-acara terpusat, jangan menolak dengan dalih di himpunan sudah sibuk sendiri. Setiap individu juga harus mau jika dikirim ke kepanitiaan terpusat.
- Mampu menumbuhkan budaya untuk tidak memandang rendah himpunan/jurusan lain dan sering-sering bersilaturahmi untuk bertukar informasi dan ilmu, siapa tahu bisa mengadakan kegiatan bersama (misal, PM) yang jauh lebih bermanfaat apabila keilmuan yang diaplikasikan merupakan gabungan antar prodi.

4. Mengembangkan budaya-budaya yang baik di kampus
Budaya-budaya tersebut adalah: wawasan ramah lingkungan, wawasan cinta Indonesia, iklim beraktivitas, kebersamaan, kritis, integritas, kajian, kepemilikan terhadap himpunan/unit, dan apresiasi terhadap elemen KM-ITB.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
Pada intinya, keberhasilan Kabinet menjalankan fungsi ini bergantung pada apakah budaya-budaya tersebut berhasil ditanamkan kepada tiap orang. Budaya tidak bisa ditanamkan lewat proker saja, apalagi proker Kabinet saja, karena itu HIMATEK harus menanamkan budaya-budaya tersebut ke semua anggotanya. Adapun penjelasan lebih lanjutnya:
- Dalam setiap kegiatannya, HIMATEK harus ramah lingkungan dan mengusahakan penumbuhan rasa cinta Indonesia. Dalam kesehariannya pun warga HIMATEK juga harus dikondisikan untuk ramah lingkungan dan cinta Indonesia.
- Iklim beraktivitas maksudnya HIMATEK harus menciptakan suasana yang enak agar semua anggota HIMATEK betah beraktivitas.
- Kebersamaan maksudnya solidaritas antar teman, baik seangkatan, sejurusan, sehimpunan, maupun satu ITB.
- Kritis maksudnya tidak ragu untuk mencari tahu (termasuk bertanya).
- Integritas maksudnya etos kerja yang baik: disiplin, tepat waktu, memegang janji.
- Kajian maksudnya membudayakan diskusi di HIMATEK (yang katanya termasuk sulit).
- Kepemilikan maksudnya rasa bangga dan mencintai HIMATEK.
- Apresiasi yang dimaksud adalah terhadap seluruh elemen terutama yang masih belum banyak dikenal orang: Kabinet, Kongres, Tim MWA. HIMATEK harus menginformasikan secara menyeluruh tentang fungsi mereka sehingga massa HIMATEK dapat menggunakan mereka sebagaimana fungsinya: Kabinet untuk mengembangkan diri, Kongres untuk diberi masukan tentang kinerja Kabinet dan segala hal yang menyangkut kemahasiswaan ITB, dan MWA untuk dititipi aspirasi-aspirasi yang mungkin dapat dipenuhi oleh pihak ITB khususnya rektorat.


B. Bidang EKSTERNAL  Menko 3

Fungsi Kabinet di bidang EKSTERNAL:

1. Menyadarkan mahasiswa bahwa mereka bisa dan harus berbuat sesuatu yang baik dan besar bagi bangsa Indonesia.
Penyadaran dilakukan dengan pencerdasan isu-isu eksternal, karena dengan isu-isu eksternal itu kita mampu menyumbangkan sesuatu bagi bangsa Indonesia.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Isu-isu eksternal harus dikaji dan dipahami oleh setiap anggota HIMATEK, karena akan membantu mahasiswa berkontribusi pada bangsa Indonesia, dan itu tugas mahasiswa. Maka dari itu, diharapkan partisipasi massa HIMATEK pada setiap acara sosialisasi isu yang diadakan Kabinet.


2. Memfasilitasi mahasiswa agar bisa berkontribusi ke luar sebagai bentuk kontribusi pada bangsa Indonesia.
Kabinet harus menyediakan wadah bagi semua mahasiswa untuk bisa merespons isu-isu eksternal.

3. Memimpin pergerakan KM-ITB secara menyeluruh ke luar.
Kabinet harus mampu merespons isu-isu eksternal yang ada hingga menimbulkan manfaat bagi bangsa Indonesia, dan responsnya agar kuat haruslah representatif (mewakili ITB).

4. Melakukan pergerakan ke luar dengan berhubungan dengan pihak-pihak lain.
Pihak-pihak lain ini antara lain adalah masyarakat, pemerintah, badan kemahasiswaan universitas lain, pihak ITB, media, dan lain-lain.

Untuk poin 2, 3, dan 4, konsekuensi untuk HIMATEK:
- Jika punya pendapat tentang isu eksternal, segera sampaikan ide anda ke Kabinet atau Senator anda. Jika isunya sudah keluar dan anda berbeda pendapat dan tidak menghubungi Kabinet atau Senator sebelumnya, salah anda sendiri. Massa HIMATEK kebanyakan punya pandangan cerdas dan logis tentang berbagai isu, namun sangat disayangkan jika diam saja dan baru menjelek-jelekkan Kabinet saat penyikapannya keluar.
- Bersiaplah untuk menerima dan mendiskusikan pergerakan-pergerakan ala universitas lain yang mungkin kurang biasa dengan iklim kita (contoh: demo) karena kita sekarang akan sering berkoordinasi dalam pergerakan dengan universitas lain. Jangan memandang rendah dulu, tapi dukunglah esensinya.
- Memahami isu eksternal yang dibawa kabinet agar isu itu memiliki kekuatan. Contoh: jika Kabinet mengeluarkan pernyataan sikap terkait isu privatisasi tambang migas Indonesia misalnya, lalu ada orang yang menanyakan ke massa HIMATEK (sebagai mahasiswa ITB juga) dan kita tidak bisa menerangkan, Kabinet akan dicap sebagai omong besar saja menyuarakan mahasiswa ITB. Agar pergerakan kita kuat, kita harus menunjukkan kalau pergerakan Kabinet memang pergerakan mahasiswa ITB. Jika kita tidak setuju dengan apa yang akan dibawa Kabinet keluar, sebaiknya segera kontak Senator untuk titip pesan sampaikan ke Kabinet kalau ada yang tidak setuju.



C. Bidang Penelitian dan Pengembangan (LITBANG)  Sekjen Kabinet

Fungsi Kabinet di bidang LITBANG:

1. Optimasi kinerja internal Kabinet
Mengurus administrasi (surat-surat dsb) dan keuangan (laporan keuangan) dengan baik.

2. Optimasi kerja Kabinet sebagai lembaga terpusat di KM-ITB
Mengadakan kajian, pusat data (angket dsb) untuk mendukung terlaksananya fungsi-fungsi lain Kabinet (selain fungsi LITBANG).
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- HIMATEK sebagai lembaga harus kooperatif, sebaiknya malah inisiatif, memberikan data yang diperlukan.
- HIMATEK juga harus mampu mengajak anggotanya untuk kooperatif memberikan data yang diperlukan.


D. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)  Menteri PSDM

Fungsi Kabinet di bidang PSDM:

1. Aplikasi RUK secara teknis ke semua bentuk kaderisasi di ITB
Akan dibuat suatu alur kaderisasi per tingkat dan semua mahasiswa diusahakan harus melewatinya. Akan dibuat juga parameter-parameter per tingkat untuk mengukur keberhasilan alur kaderisasi itu.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- HIMATEK harus terlibat aktif dalam pembuatan alur kaderisasi itu (mungkin Divisi PSDA harus sering-sering kontak dengan Biro PSDM Kabinet).
- PPAB, LKO, Kadwil harus memasukkan parameter-parameter per tingkat ke dalam tujuan acaranya. GDK HIMATEK juga harus berbasis RUK. Jika ada parameter-parameter per tingkat yang belum bisa dicapai, buat acara/program tambahan.


2. Deskripsi alumni ITB ideal di RUK harus tercapai
Membuat program-program yang secara spesifik bertujuan untuk mencapai deskripsi alumni ideal tersebut.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Meningkatkan partisipasi anggotanya di program-program tersebut agar anggotanya menjadi alumni yang ideal.
- Setiap program HIMATEK, bukan hanya program khusus kaderisasi, harus memperhatikan apakah sudah membantu mencapai karakteristik itu atau belum.
- Semua anggota HIMATEK sebaiknya introspeksi apakah mereka telah mencapai karakter mahasiswa ITB sesuai tingkatnya yang telah ada di RUK.


3. Menciptakan suasana yang mendukung kaderisasi
Legalisasi kaderisasi.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Dalam setiap kegiatan kaderisasinya tidak melakukan hal-hal yang dapat mengancam legalitas kaderisasi.



E. Bidang KEMANDIRIAN MAHASISWA  Menko 2

Fungsi Kabinet di bidang KEMANDIRIAN MAHASISWA:

1. Menginisiasi ide
Maksud fungsi ini adalah bagaimana caranya Kabinet menanamkan bahwa mahasiswa dapat membuat suatu produk keprofesian yang memiliki nilai komersial dan berguna untuk masyarakat, serta membangun mental wirausaha.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Usahakan menstimulus penelitian-penelitian berbasis ilmu teknik kimia untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang dimaksud.
- Tingkatkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan Kabinet yang berhubungan.


2. Membentuk lingkungan kampus yang kondusif untuk pengembangan mahasiswa
Maksudnya Kabinet harus membuat program-program yang mendukung mahasiswa untuk dapat mengembangkan keilmuan, kreativitas, dan pengabdian masyarakat.
Konsekuensi untuk HIMATEK:
- Tingkatkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan Kabinet yang berhubungan.


Banyak sekali aspirasi HIMATEK yang telah ditampung Tim Senator berbulan-bulan lalu, dimasukkan ke dalam GBHP ini.

Ada yang minta Presiden dan Kabinet merakyat dan sering silaturahmi ke himpunan, di GBHP telah berhasil dimasukkan di INTERNAL Tujuan 2 Arahan Umum 5 Parameter 2: “Terciptanya hubungan yang merakyat antara Kabinet dan seluruh elemen KM-ITB”.

Ada yang minta rapat Kabinet efektif, tepat waktu, dan lain-lain? Ada di INTERNAL Tujuan 2 Arahan Umum 5 Parameter 1, dan Tujuan 4 Arahan Umum 3. Di penjelasan di atas, keduanya ada di INTERNAL nomor 2 dan 4.

Ada yang minta kalau bisa kita adakan acara gabungan antar himpunan, kita suruh Kabinet melakukan itu, INTERNAL Tujuan 3 Arahan Umum 3 : “Terlaksananya suatu kegiatan yang menjadi satu ikon karya bersama seluruh elemen KM-ITB yang diwadahi Kabinet KM-ITB” atau seperti di atas, INTERNAL nomor 3. Ingatlah konsekuensinya…
Ada yang minta masukan informasi lebih banyak… Ada di mana-mana; PSDM, EKSTERNAL, INTERNAL, LITBANG…

Diharapkan konsekuensi-konsekuensi bisa kita jalankan! Untuk HIMATEK sebagai himpunan terdepan dalam kemahasiswaan ITB!!

Tim Senator HIMATEK


.

Kamis, 13 Agustus 2009

Apatisme Kemerdekaan, Bukan Sebuah Puisi

Kalau kita sudah merdeka
kita bisa bilang dengan bangga, katanya
kalau kita ini warga negara Indonesia
Nyatanya setelah merdeka
waktu tujuhbelasan masih saja ada
warga yang malas pasang bendera
Nyatanya setelah merdeka
tetap pula kudengar berita
pemuda-pemuda negeri kita
yang melancong di belahan dunia sana
tertunduk malu jika ditanya,
kamu dari mana
Salahkah mereka?
Salahkanlah tikus-tikus durjana
yang berkeliaran makan uang negara
dan membuat anak-anak bangsa
tak berani mengangkat kepala
dan dengan lantang berkata-kata
Aku orang Indonesia
Jika kita tak bisa berseru dengan bangga
tentang jati diri bangsa dan tanah air kita
pantaskah kita bilang kita sudah merdeka?


Kalau kita sudah merdeka
semua orang, katanya
punya hak yang sama
tak memandang apa suku bangsanya
maupun agama dan bahasanya
Nyatanya setelah merdeka
atlet yang mengharumkan nama bangsa
masih perlu minta surat pertanda
kalau mereka betul orang Indonesia
persis seperti jaman Belanda
di mana aturannya berbeda
untuk pribumi, Timur Asing, dan Eropa
Nyatanya setelah merdeka
orang mau menyembah Tuhannya
masih harus minta izin penguasa
yang bahkan waktu zaman penjajahan saja
tak perlu harus begitu adanya
Jika tak semua manusia sama di mata negara
bahkan di mata rekan-rekan sebangsa
pantaskah kita bilang kita sudah merdeka?


Kalau kita sudah merdeka
negara kita, katanya
yang ngurus ya kita-kita
sumber daya ya buat kita
dari kita, oleh kita, untuk kita
orang asing punya hak apa
Nyatanya setelah merdeka
hutanku digunduli Malaysia
pasirku diangkut Singapura
Amerika mengeruk emas dan tembaga
Thailand menjaring ikan di laut kita
Salahnya siapa? Salah mereka?
Nyatanya setelah merdeka
banyak Yamaha dan Honda di jalan raya
di rumah nonton Sony dan Toshiba
minumnya PEPSI dan Coca-cola
Salah siapa?
Apakah salah sarjana-sarjana kita
yang masih belum bisa
produksi motor, TV, dan minuman bersoda
Jika negara kita yang ngurus masih bukan kita
yang berkedaulatan masih bukan bangsa kita
pantaskah kita bilang kita sudah merdeka?


Kalau kita sudah merdeka
rakyat kita, katanya
bisa menuntut ilmu sepuasnya
tak dibatasi sampai sekolah menengah saja
dan kaum terpelajar akan jadi senjata
untuk Indonesia menggemparkan dunia
Nyatanya setelah merdeka
dukun dan peramal masih saja dipercaya
di sekolahan, nyontek masih jadi hal biasa
sekali keluar gosip, orang langsung percaya
mahasiswa yang demo, anarkisnya ke mana-mana
apakah itu semua tindak-tanduk kaum cendekia?
Sementara rakyat butuh lapangan kerja
perlindungan hukum dan kredit lunak untuk usaha
air bersih, internet, dan listrik masuk desa
flu burung dan flu babi merajalela
macet luar biasa berkat semrawutnya tata kota
dan berjuta masalah lainnya
di manakah para pemuda, para mahasiswa?
Di jalan-jalan raya ibukota, sibuk bergaya?
Atau berlagak sok jagoan di forum-forum kampusnya?
Di mana yang dulunya pernah jadi mahasiswa?
Mungkin sudah kenyang dengan harta
sehingga idealisme yang di kampus dulu dibawa-bawa
telah dicampakkan entah ke mana
Jika begitu kelakuan kaum cendekia
pantaskah kita bilang kita sudah merdeka?


Kalau kita sudah merdeka
semua orang, katanya
bisa bebas bicara apa saja
tak perlu takut diringkus penguasa
Mungkin inilah yang paling benar adanya
karena setelah kita merdeka
infotainment yang jadi raja
kehidupan orang serasa milik bersama
tanpa ada daya untuk menahannya
Dalam hal ini, benar kita merdeka


Blütenburg, 17 Agustus 2009
Sang Anonim

Selasa, 11 Agustus 2009

Lamentation of an Angel



An angel flies alone,
left behind his home ground.
Felt sorry for what's done,
lost love that won't be found.

He was once mortal man
who had reached much great things.
Heavens saw and they grant,
that's how he got his wings.

Many things, however,
those were not to be mixed.
Dark and light, forever,
are apart, can't be fixed.

He flies, the earth below;
between clouds and thunder.
While his love, does not know,
lays below in slumber.
And now in night and day
you can hear what he sings.
Cursing what fate did say:
She was not to have wings.


Donnerburg, 11 Agustus 2009
Alfonso



.

Minggu, 09 Agustus 2009

Percayalah, Tulisan Ini Bukan Tentang Huntelaar

Baru-baru ini klub kesayangan saya A.C. Milan akhirnya mendapatkan satu orang striker. Pembelian ini telah dinanti-nanti fans karena memang dari satu bulan yang lalu Milan sangat aktif mencari seorang striker baru. Sayangnya, pencarian satu bulan itu tidak menghasilkan apa-apa. Hal ini tentu sangat menyedihkan karena rival satu liga, Inter dan Juventus, telah melakukan transfer-transfer yang lebih baik sepanjang periode satu bulan tersebut.

Semua itu berakhir saat tanggal 7 Agustus Milan mendapatkan striker timnas Belanda, Klaas-Jan Huntelaar.



Huntelaar, meskipun termasuk salah satu bakat top di Eropa, bukanlah prioritas pertama Milan. Target utama Milan adalah striker muda Wolfsburg, Edin Dzeko, yang disebut-sebut sebagai pemain muda paling diincar di seluruh Eropa. Target kedua adalah striker veteran Brasil dengan pengalaman segudang, Luis Fabiano dari Sevilla.

Keduanya gagal karena Milan tidak memiliki cukup uang untuk menyelesaikan pembelian. Setelah itu Milan juga dikait-kaitkan dengan sejumlah striker top antara lain Samuel Eto'o, Emmanuel Adebayor, Giuseppe Rossi, dan Antonio Cassano.

Akhirnya, Milan mendapatkan Huntelaar dari Madrid dengan harga diskon habis-habisan. Madrid rela memberikan diskon karena sebelumnya Milan telah menjual pemain bintangnya Kaka' ke Madrid dengan harga murah pula.

Namun...

Ada saja fans Milan yang kecewa karena Milan hanya mendapatkan target kesekian dengan harga murah pula. Ada yang bilang "Milan tim besar, dulu bisa mendapatkan pemain apapun yang diinginkan, kenapa sekarang harus TURUN KELAS dengan mengemis pemain buangan dari klub lain?"

Fans seperti itu mungkin yang berharap jika ada masalah berupa "Milan butuh seorang STRIKER" maka jawabannya harus "Mari beli Sergio Aguero atau Fernando Torres atau Zlatan Ibrahimovic".

Tiga nama yang saya sebutkan dapat dikatakan tiga striker terbaik yang sedang bermain di jagat bola dunia.

Benarkah harus begitu? Jika "MILAN KURANG KIPER" solusinya harus "BUFFON"? Jika "MILAN KURANG PLAYMAKER" solusinya harus "MESSI"?

Itu mah kerjaan Los Galaktikus, Real Madrid. Milan saya tidak begitu. Saya dukung tim bola berdasarkan filosofi, saya meyakini bahwa Milan dan saya memiliki kepribadian dan tingkah laku yang sinergis, pilihan yang sehati, tindakan yang sejalan.

Lionel Messi, mungkin orang bisa bilang pemain terbaik dunia. Apakah ia bisa main bersamaan untuk dua-tiga klub, atau bahkan sepuluh klub? Tidak, dia hanya punya satu klub untuk dibela, dan saat ini klub itu adalah Barcelona.

Lalu apakah klub lain tidak bisa main menggunakan playmaker, hanya karena playmaker terbaik dunia main untuk Barcelona?

Tidak.

Liverpool punya Steven Gerrard, anak asli Merseyside, kapten tim, dan orang tidak bisa jamin bahwa Liverpool plus Messi akan lebih baik daripada Liverpool dengan Gerrard. Bisakah Messi merekatkan Liverpool menjadi tim seperti yang Gerrard sudah lakukan? Tidak.

Juve dulu punya Pavel Nedved yang baru pensiun. Bisakan Messi bermain untuk Juve sebagus Nedved? Butuh waktu bagi pemain setipe Messi untuk beradaptasi dengan Liga Italia yang keras. Bukan tidak mungkin malah iklim Liga Italia tidak cocok baginya untuk berkembang.

Indonesia punya Ponaryo Astaman. Bisakah Messi bermain optimal dengan support kurang dari pemain-pemain lainnya jika ia bermain untuk Indonesia? Pasti Ponaryo akan lebih nyetel mainnya dengan teman-teman setimnya yang permainannya selevel.

Karena saya sadar bahwa bola bukanlah matematika. Aguero, Torres, Ibra, mungkin yang terbaik di dunia, tapi apakah terbaik untuk Milan? Hanya Milan yang tahu apa kebutuhan Milan. Hanya Milan yang memutuskan apa yang terbaik untuk Milan.

Milan butuh striker. Huntelaar itu striker.

Milan butuh striker murah. Huntelaar dibayar 15 juta euro dengan dicicil tiga kali selama tiga tahun.

Milan butuh striker terkenal dan berbakat. Huntelaar adalah andalan timnas Belanda yang termasuk tertangguh di dunia, punya bakat segudang, seringkali disamakan dengan Marco Van Basten, pemain terhebat dunia setelah Maradona pada masa ia bermain.

Milan butuh striker dengan fisik tangguh untuk mengimbangi kinerja Pato di lini depan. Huntelaar adalah tipe striker seperti itu.

Di luar itu, Huntelaar punya banyak nilai plus yang tidak dicari Milan namun dapat berguna pula.

Huntelaar mungkin bukan striker terbaik dunia.

Tapi saya, fans Milan, percaya dia adalah pilihan paling tepat. Pilihan optimum. Yang bisa memberi lebih dari yang Torres atau Ibra bisa berikan buat Milan.



Forza Milan! Huntelaar, benvenuto a Milano!

(Saya harap kalian masih mau percaya bahwa ini bukan tentang Huntelaar, saya tidak bohong)




.

Minggu, 12 Juli 2009

Penguasa Jalanan Banten Utara

Kerja praktek, kata orang, adalah sarana menimba pengalaman dan memperoleh pengetahuan. Ada benarnya juga. Dari kerja praktek yang telah saya jalani selama 12 hari di PT. Chandra Asri, Cilegon, saya memperoleh banyak sekali pengalaman dan pengetahuan, tapi bukan di pabriknya...

Pengalaman yang saya peroleh adalah soal TRANSPORTASI.

Selama kerja praktek saya sudah tiga kali bolak-balik Cilegon-Bogor (jadi total enam kali perjalanan) dan selama itu saya tidak pernah menempuh rute dengan kendaraan yang sama persis. Dan itu berarti saya mendapat pengalaman yang sangat berarti (atau tidak).

Berikut ini list hal-hal baru yang saya dapatkan selama perjalanan-perjalanan itu.

Senin 30 Juni 2009, Bogor-Anyer, 13:00 - 18:00
- Angkot 17 rumah - Baranangsiang
- Bis AC ARIMBI Bogor-Merak Baranangsiang (Bogor) - PCI (Cilegon Timur)
- Angkot ungu PCI - Mayofield (Cilegon)
- Angkot silver Mayofield - Chandra Asri
- Ojek Chandra Asri - kos

Pengetahuan yang didapat:
- Jadi tahu di mana letak Serang, Pandeglang, dan Cilegon dari Jakarta.
- Bisa membedakan mana Serang, Anyer, Merak, dan Cilegon.
- Jadi tahu Anyer dan Cilegon itu jauh (dan beda).


Jumat 3 Juli 2009, Anyer-Bogor, 17:00 - 22:30
- Mobil Ferdie kos - perempatan Damkar (Cilegon Barat)
- Bis AC ARIMBI Merak-Kalideres Damkar - Kebon Nanas (Tangerang)
- Bis Perdana Jaya Kebon Nanas - Parung - Bogor
- Ojek ke rumah

Pengetahuan yang didapat:
- Jadi tahu ada jalan bagus dan cepat yang menghubungkan pabrik (yang sepertinya terisolir dari dunia luar itu) dengan jalan tol (tapi nggak ada angkot lewat).
- Jadi tahu klo setelah jam 4 tidak ada bis dari Cilegon ke Bogor.
- Jadi tahu nama, letak, dan keberadaan Bitung, Serpong, Parung, dan Balaraja.
- Melihat bahwa di daerah sekitar ibukota masih ada hutan dengan kiri kanan jalan (dan ada bis yang lewat situ).
- Tahu klo setelah malam hari, bis Kalideres-Bogor sebenarnya tidak berangkat dari Kalideres.
- Tahu ada supir bis brengsek yang ngetem setengah jam di pasar tepat pinggir rel kereta di Serpong, membiarkan penumpangnya kepanasan tanpa AC dan kebauan aroma pasar.


Minggu 5 Juli 2009, Bogor-Cilegon, 15:00-19:00
- Angkot 17 rumah - Baranangsiang
- Bis AC ARIMBI Bogor-Merak Baranangsiang - PCI
- Ojek PCI - kos baru

Pengalaman yang didapat:
- Jadi tahu klo masuk Jakarta, semua bis antarkota beralih fungsi sementara jadi bis kota (a.k.a. "memperbolehkan" penumpang berdiri).
- Mengenal tukang ojek yang siap menipu calon penumpang tentang trayek angkot agar penumpangnya jadi naik ("ke PCI angkotnya ada ga?" "oh ga ada, naik ojek aja!").


Selasa 7 Juli 2009, Anyer-Bogor, 16:30 - 21:30
- Angkot silver Chandra Asri - Mayofield
- Angkot ungu Mayofield - PCI
- Bis AC kecil Jaya Perkasa Merak-Kp.Rambutan PCI - Kebon Jeruk
- Bis kota 45 Kebon Jeruk - Slipi
- Bis Indah Murni Kalideres-Bogor Slipi - Baranangsiang
- Angkot 09 Baranangsiang - Warung Jambu
- Ojek ke rumah

Pengalaman yang didapat:
- Jadi hafal jalan dari pabrik ke Cilegon (1/6 jalan ketemu PT Jawamanis, 1/4 jalan lewat rel kereta, 1/2 jalan ketemu mesjid+SPBU, 2/3 jalan ketemu plang KAWASAN INDUSTRI, klo udah ketemu mesjid At-Taubah artinya udah mau nyampe, dst).
- Jadi tahu alasan kenapa bus nggak boleh lewat dalam kota Cilegon kalo siang (bisa bikin gila).
- Jadi tahu di mana pintu tol Kebon Jeruk, dan ada apa di sana (terminal bayangan!).
- Jadi tahu seperti apa rasanya bis dalam kota Jakarta. Berdiri padat, banyak pengamen, takut copet.
- Jadi tahu apa yang dirasakan para pekerja commuter Jakarta-Bogor tiap hari yang pulang naik bis. Berdiri. Satu setengah jam. Di jalan yang macet. Tanpa AC. Makin miris lagi klo inget nyokap tiap hari naik kendaraan macam begini.
- Jadi tahu klo di Jakarta, jalan tol tidak sama dengan jalan bebas hambatan.


Rabu 8 Juli 2009, Bogor-Cilegon, 16:00-19:30
- Angkot 17 rumah - Baranangsiang
- Ojek Baranangsiang - Ciawi (Bogor)
- Bis ekonomi Bandung-Merak Ciawi - Serang
- Bis AC Kp.Rambutan-Merak Serang - PCI
- Angkot ungu PCI - kos

Pengalaman yang didapat:
- Jadi tahu klo bis dari Bogor ke Cilegon (bukan hanya dari Cilegon ke Bogor) pun jam 4 sudah tidak ada.
- Jadi tahu klo bukan hanya di PCI saja ada tukang ojek pemeras; di Bogor juga ada ("bis ke Cilegon abis ya?" "iya, tapi bisa nyusul Bandung-Merak ke Ciawi, ayo saya antar, 20 ribu! nanti bisnya juga keburu habis" padahal ada angkot Baranangsiang-Ciawi 2,5 ribu DAN bis Merak-Bandung itu adanya 24 jam).
- Jadi tahu klo di Ciawi ada terminal bayangan juga.
- Jadi tahu klo malam itu tol Tangerang-Merak sangat sepi sampai bis bisa ngebut 100 km/jam.
- Menemukan cara mempercepat perjalanan: turun di pintu tol masuk Serang Timur dan naik lagi bis ke Cilegon dari situ. Dengan cara ini, kita tidak perlu mengikuti bis ngetem sepanjang kota Serang (kurang lebih 20-30 menit bisa dihemat).


Jumat 10 Juli 2009, Anyer-Bogor 16:30-22:00
- Angkot silver Chandra Asri - Mayofield
- Bis ekonomi Merak-Serang Mayofield - PCI
- Bis AC ARIMBI Merak-Bogor PCI - Baranangsiang
- Ojek ke rumah

Pengalaman yang didapat:
- Kalau mau pulang dari pabrik, harus keluar tepat 16:30 alias sebelum bis jemputan karyawan Chandra Asri keluar. Jika tidak, waktu perjalanan angkot akan sangat lama (karena harus jalan di belakang bis).
- Jadi hafal letak persisnya kota-kota di Banten Utara (Cilegon Timur KM 88, Serang Barat KM 78, Serang Timur KM 74, Tangerang 26, Balaraja 45... dst)
- Jadi tahu ternyata bis yang judulnya Serang-Merak (tidak seperti bis lain yang lewat Serang dan Merak TAPI JUDULNYA BUKAN Serang-Merak) tidak lewat tol.
- Jadi tahu bahwa masih bisa naik bis ke Bogor dari Cilegon jam 5 sore (dengan sedikit keberuntungan)... credits for Rio. Thanks! Hehehe.


Satu jam lagi saya akan menempuh perjalanan ketujuh, Bogor-Cilegon. Ada rute baru lagi? Semoga tidak, saya ingin perjalanan yang senyaman mungkin hari ini...!!! Hehehehe. Jika tidak, bisa-bisa saya benar-benar jadi penguasa jalanan Banten Utara.

Per angusta ad astra!


.

Sabtu, 11 Juli 2009

Tih Bjal Dunav Se Vylnuva

Dalam rangka mengisi jam-jam kosong (yang merupakan waktu mayoritas saya) selama periode kerja praktek, saya telah menemukan kegiatan baru yang cukup bermutu, yaitu mengarang cerita. Tentu saja bagi yang sudah mengenal saya, anda bisa menebak dengan tepat bahwa cerita yang saya karang pastilah bukan cerita biasa.

Ya, ini adalah cerita fiksi-sejarah-lagu pertama yang saya buat, dan menimbang jam-jam kosong saya selama kerja praktek yang telah diperkirakan dengan akurat akan lebih banyak daripada saat kuliah, ini jelas bukan yang terakhir.

Apa itu cerita fiksi-sejarah-lagu? Dia adalah gabungan dari:
- cerita fiksi-sejarah, yaitu cerita fiksi yang memiliki dasar sejarah (a.k.a. sejarah didramatisir, contoh paling terkenal adalah Romance of Three Kingdoms a.k.a. Samkok); dan
- cerita fiksi-lagu, yaitu cerita fiksi yang memprosakan, atau (umumnya) menarasikan sebuah lagu.

Dan lagu pertama yang saya jadikan korban adalah lagu patriotik yang cukup terkenal di Bulgaria, Tih Bjal Dunav se Vylnuva (Sungai Danube Putih yang Tenang Beriak-riak), yang menceritakan tentang salah satu episode dramatis yang masih dikenang bangsa Bulgaria hingga saat ini, yaitu salah satu peristiwa dalam Perang Kemerdekaan Bulgaria melawan penjajah Turki Utsmani, yaitu… seperti yang bisa dibaca dalam ceritanya.

Sebelum dibaca mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan, secara saya membuat cerita ini hanya untuk membunuh waktu luang saat kerja praktek, syukur-syukur bisa menambah wawasan pembaca tentang sejarah dunia.

Panjang ya ceritanya? Ya, kan tujuannya untuk menghabiskan waktu. Heh heh heh…
Selamat menikmati.

-----------------------------------------------------

29 Mei 1876.





Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
(Sungai Danube putih yang tenang menjadi bergelombang, dan beriak-riak dengan gembira)


Lev Kostadinov tercenung di geladak. Matanya menatap nanar ke depan. Air. Jernih. Riak-riak air menari-nari dipadu sinar mentari, menutupi permukaan air dengan warna putih. Sejauh mata memandang. Dan ia pun memejamkan mata.

Lev hampir tak kuasa menahan air mata ketika mengenang air putih yang sedang ia layari ini, dan mengapa ia melayari air putih ini, air putih yang selama berabad-abad telah menjadi saksi bisu jatuh bangunnya manusia dan peradaban yang disangga di punggungnya, dan nampaknya peranan saksi bisu ini akan terus disandangnya hingga akhir dunia.

Air putih itu bernama Danube; atau, seperti Lev kita ini menyebutnya, Dunav; atau seperti musuh-musuh Lev di seberang sana menyebutnya, Tuna.

Timbul dari pedalaman Schwarzwald, Hutan Hitam di pelosok Bavaria Jerman, air putih yang di tanah kelahirannya dipanggil Donau ini mengalir sepanjang lebih dari seribu kilometer ke timur, ke Laut Hitam di Silang Dunia antara dua ranah peradaban besar, Eropa dan Asia. Bahunya yang tegar telah ditakdirkan terbeban oleh kawasan yang paling bergejolak dan paling sering menjadi tempat di mana darah anak manusia tertumpah: Semenanjung Balkan.

Sejak dua ribu tahun sebelum Lev lahir, air putih ini telah menjadi perbatasan terdepan di bagian utara negara adidaya pertama dunia, Kekaisaran Romawi Kuno, yang memanggil air putih ini dengan sebutan Ister atau Danuvius. Perang secara berkesinambungan terjadi antara Kekaisaran Romawi yang menumpuk benteng dan tembok pertahanan di sepanjang bahu selatan sang air putih, melawan bangsa-bangsa (yang oleh orang Romawi disebut) barbar dan nomad yang kerap terjun laksana air hujan menyerbu dari bahu utara sang air putih.

Seiring berjalannya waktu, perang tidak pernah berhenti selama seribu tahun ketika ras Jerman berebut pengaruh dengan ras Slavik dan ras Latin di daerah yang terbagi-bagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil tersebut. Ras Jerman, yang bernaung di bawah konfederasi Kekaisaran Romawi Suci, lebih sering dianggap penjajah oleh penduduk mayoritas; yaitu bangsa-bangsa Hungaria, Polandia, Rumania, Bulgaria, Serbia, Ceko, dan Slovakia; yang di baliknya seringkali disokong oleh bangsa ras Slavik paling jaya, Rusia.

Hasil benturan ini mengakibatkan bahu sang air putih ditumbuhi berbagai budaya: setelah melewati Vienna ibukota Austria, ia membelah Slovakia dan ibukotanya Pressburg atau Bratislava, di mana ia disebut Dunaj. Kemudian ia melewati Hungaria dan kota Budapest, di mana sang air putih berganti nama menjadi Duna. Setelah itu, sang air putih melintasi Serbia dan ibukotanya Beograd. Dan ia kemudian mengalir sepanjang perbatasan Bulgaria-Rumania, di mana ia di satu sisi dipanggil Dunav dan di sisi lain bernama Dunarea.

Segalanya berubah ketika pada abad ke-14, malapetaka datang bagi para nenek moyang Lev yang sebenarnya sudah cukup parah nasibnya dihantam perang berkepanjangan.

Bahaya tersebut bernama segerombolan tentara, menyeruak dari Anatolia: pasukan Kekaisaran Turki Utsmani, yang baru mengambil alih kepemimpinan kekhilafahan Islam.

Menyeberangi Dardanella dan Laut Marmara, beratus-ratus ribu serdadu dengan cepat merebut daerah-daerah Eropa yang telah diperlemah perang berkepanjangan. Sultan Suleiman Nan Cemerlang berhasil menyeberangi sang air putih, menghajar tentara Eropa hingga di Mohacs, Hungaria, dan nangkring dengan sukses di pintu gerbang ibukota Eropa, Vienna.

Tapi hingga di situ saja. Dengan cepat seluruh bangsa Eropa bersatu menghadapi ancaman asing ini. Dimotivasi dengan teriakan perang suci mempertahankan agama, berjuta-juta serdadu Eropa memukul mundur sang penjajah. Setelah melalui perang tanpa henti, beratus-ratus tahun kemudian barulah ketenangan sedikit terjadi; ekspansi Turki Utsmani berhenti di bahu sang air putih, Danube. Ketenangan semu, karena kedua belah pihak masih saling mengintip; aliansi Eropa di utara dan Turki Utsmani di selatan beserta jajahan-jajahan Eropanya yang menjerit-jerit minta diselamatkan.

Dan di selatan itulah terletak Bulgaria, tanah air Lev yang minta dibebaskan itu. Dan untuk itulah ia melayari sang air putih, dengan garpu taman yang ia pegang dengan kokoh di tangan kanannya, di atas kapal yang kini dengan gembira membelah sang air putih yang beriak-riak keemasan disorot sinar mentari petang, seakan menari-nari dengan ceria mengiringi perjalanan Lev.





I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni
(Karena Radetzki berlayar dengan gagah, di atas riak emasnya)


Garpu taman inilah yang juga dipegang oleh Lev beberapa hari yang lalu, saat ia meloncat ke atas kapal yang ia tumpangi ini, dari Calafat, Rumania.

“Tujuan?” tanya sang penjaga kapal kepada Lev dalam bahasa Jerman.

“Sulina.” jawab Lev singkat.

“Lima keping perak.” kata sang penjaga kapal. Lev memberikan sesuai jumlah yang diminta, kemudian meloncat ke jembatan yang menghubungkan geladak dengan dermaga.

Seorang penumpang, perempuan muda berumur dua puluhan dengan gaun berwarna kuning, memandangi Lev dan barang-barang bawaannya. Ada sebuah tas besar tersandang di bahu Lev. Tangan kirinya menenteng penyiram tanaman sedangkan tangan kanannya menggenggam gagang garpu taman.

“Tukang kebun?” tanya si gadis, yang disambut Lev hanya dengan anggukan.

“Kau adalah tukang kebun keempat yang kulihat di kapal ini.” lanjutnya. Lev hanya diam. “Nama dan asalmu?”

“Lev Kostadinov dari Bulgaria, Nona.” jawab Lev singkat.

“Oh, Bulgaria. Ketiga tukang kebun yang di sana –“ katanya menunjuk ke arah tepi geladak yang berseberangan. “– berasal dari Austria, Hungaria, dan Slovakia nampaknya. Ada banyak sekali tukang kebun yang naik kapal ini!” ucapnya seakan-akan ini hal yang menggembirakan. “Apakah ada banyak lowongan kerja saat ini di Balkan?” tanyanya dengan nada keingintahuan yang mencolok.

“Seperti itulah kira-kira, Nona.” jawab Lev tak jelas. “Permisi dulu, saya mungkin tertarik untuk bertanya-tanya kepada mereka… terima kasih atas waktunya, Nona.” Dan dengan kalimat penutup itu Lev pergi meninggalkan si gadis bergaun hijau muda yang keheranan.

Levat Balkanski?” tegur Lev kepada ketiga pria berpenampilan tukang kebun yang sedang berdiri memandangi hamparan air putih. Ketiganya menoleh. Kemudian salah seorang dari antara mereka, yang berkumis, menyahut.

V boy velikanski. Ayo ikut aku, Nak!” katanya sambil membimbing Lev berjalan ke sisi dalam kapal. Tapi salah seorang dari antara mereka, pemuda berambut pirang, menyodok perut Lev sambil setengah berteriak “Lev sobat!”

Ia mengenalinya sebagai Giorgi Stoyanov, teman satu kampungnya. Dan meledaklah tawa keduanya, hingga si pria berkumis menepuk kepala keduanya, menyuruh mereka diam. Dalam tenang mereka berempat masuk ke salah satu kamar di kapal tersebut.

“Kau sampai dengan selamat, Lev.” sapa orang yang satu lagi, yang dikenali Lev sebagai kakak kelas tiga tahun di atasnya di Politeknik Timişoara, Rumania. Lev tersenyum kepadanya.

“Jadi, masih berapa orang lagi yang akan naik?” tanya Lev antusias.

“Dua ratus lima seluruhnya, Lev.” jawab si pria berkumis. “Kebanyakan akan naik di Bechet. Letnan Voinovski dan Botev sendiri akan naik dari sana, lengkap dengan semua alat-alat. Dan perkenalkan, Borislav Radoslavov.”

Uluran tangan Radoslavov disambut Lev, disusul dengan pertanyaan “Kalian mengaku orang asing?”

“Terpaksa, Lev sobat.” kali ini Giorgi yang menjawab. “Kita tidak mau ada banyak orang Bulgaria yang kelihatan mondar-mandir di kapal penumpang Austria-Hungaria ini. Dan kau sendiri?”

“Aku pribadi tidak sanggup mengingkari tanah kelahiranku.” jawab Lev.

“Ayo kita naik ke atas.” potong kakak kelas Lev, Dimitar Tsvetanov. “Kalau sudah sampai di Mila Rodino, kita adalah patriot. Untuk saat ini, kita adalah tukang kebun.”

“Aku tetap tinggal di sini. Bahaya jika ada yang sampai melihat… erm, perlengkapan yang kita bawa di tas-tas ini.” kata Radoslavov. Ketiga pemuda tersebut mengangguk, lalu berjalan naik ke geladak.

Asap dari cerobong kapal dihembus kencang oleh angin begitu mereka naik. Kapal penumpang bertenaga uap melaju kencang di atas air putih, menimbulkan riak yang membuat ikan-ikan di sekitarnya berloncatan dan terlihat berkilau ditimpa cahaya matahari sore. Terdengar suara keras bercerita.

“Kapal ini, Radetzky, membawa nama besar Jenderal Josef Radetzky, panglima Kekaisaran Austria-Hungaria kelahiran Ceko, yang telah membawa kejayaan bagi nama besar Dinasti Habsburg berkat kemenangan-kemenangannya di Novara, Custoza, dan Leipzig melawan Napoleon…”

Demikian penjelasan sang kapten kapal penumpang Radetzky, Dagobert Engländer, pria tua berbadan gemuk yang hobi memilin-milin kumis putihnya, kepada para penumpang yang menyimak dengan tertarik.

“Dan sebentar lagi, akan membawa kejayaan berkat jasanya dalam memenangkan tanah air kita dari penjajah.” gumam Giorgi Stoyanov. Lev mengangguk perlahan.

Radetzky terus melaju membelah air putih yang tenang, menimbulkan riak keemasan di kala petang.

Begitulah Lev dan kawan-kawannya mengarungi air putih, menunggu rekan-rekan mereka naik di setiap dengan berbagai samaran, siap menempuh pelayaran untuk kembali ke tanah airnya.

Dan akhirnya saat itu tiba.





No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
(Namun setelah Kozloduy terlihat di depan)


“Kozloduy di depan!” teriak Boris Radoslavov. “Sampaikan pada Botev, kita telah mencapai tujuan.” katanya kepada Tsvetanov.

“Kozloduy, Lev…” bisik Giorgi tertahan.

Bagi Lev, Kozloduy bukan hanya sekadar sebuah kota kecil Bulgaria yang terletak di pinggir Sungai Danube. Lebih dari itu, Kozloduy adalah kota masa kecilnya dan Giorgi. Di mana ia dan Giorgi berlari-lari di sepanjang tepian Danube. Dan di mana ia bertemu dengan Valentina.

Sebulan yang lalu di Timişoara, Valentina Angelova berlari-lari dengan cemas sepanjang jalan raya kawasan Iosefin. “Lev!!!” teriaknya cemas.

Lev menoleh ke belakang. Dilihatnya Valentina berlari ke arahnya, rambut panjang dan gaun ungunya tertiup angin sore. Di sebelahnya, trem bertenaga kuda melintas dengan cepat. Lev dengan sigap menyambar tubuh gadis itu dan mendorongnya ke samping. Keduanya terjatuh.

“Berapa kali aku mengingatkanmu untuk tidak berlari di jalur trem, sayang?” tegur Lev sambil berdiri dan mengulurkan tangan. Valentina meraihnya.

“Aku cemas, Lev!” jeritnya. Ia dengan cepat berdiri, lalu menyeret Lev ke balik sebuah pohon besar di tepi jalan.

“Tentang apa, sayang? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Awan masih putih seperti biasanya, berarak di langit yang biru seperti biasanya, ditimpa sinar matahari yang teduh seperti biasanya, di atas aku dan kau yang berbahagia seperti biasanya...”

“Oh, Lev!” jerit Valentina, terlihat putus asa. “Gombalnya nanti saja. Katakan pendapatmu tentang omongan Tsvetanov tadi yang menyebutkan kalian berdua akan ikut berperang ke Bulgaria bersama Hristo Botev.”

“Err... itu benar?” gumam Lev pura-pura tolol.

“Lev!” kembali Valentina menjerit. “Bagaimana kuliahmu, Lev? Apa kata ibumu nanti?”

“Aku akan pulang ke Kozloduy, sayang.” jawab Lev. “Ke rumah kita. Aku akan menemui ibu. Juga Bibi Ivanka dan Yanko. Akan kuajak mereka ikut bergerak. Lalu seluruh rakyat Kozloduy akan bergerak juga. Serentak bersama-sama seluruh negeri. Lalu Bulgaria akan merdeka. Rakyat Bulgaria akan memerintah sendiri. Dan punya politeknik sendiri. Dan aku akan lulus dengan ijazah dari negeri sendiri.”
Valentina terdiam.

“Impian besar kita, Valentina.” lanjut Lev, kali ini tegas. “Impian yang kita bawa saat kita berangkat menyeberang Dunav dari Kozloduy ke Rumania. Bahwa suatu hari nanti kita akan kembali ke Bulgaria, Bulgaria yang merdeka.”

“Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat, Lev.” akhirnya ia berkata.

“Tidak.” jawab Lev tegas. Valentina menunduk. Matanya berkaca-kaca.

“Tapi aku berjanji akan membawamu kembali ke Bulgaria, sayang.” lanjut Lev. “Bulgaria yang telah kumerdekakan dengan tanganku sendiri. Dan tangan-tangan rakyatnya.”

“Pergilah, Lev.” Bisik Valentina. “Aku mengerti dirimu. Percayalah aku sendiri rindu untuk kembali ke tanah air kita. Maafkan aku, Lev, aku tidak bisa...”

“Akan kumerdekakan Bulgaria untukmu, sayang.” potong Lev, menghentikan bisikan Valentina...

“Kita tidak akan mendarat di tanah Kekaisaran Turki Utsmani itu, saudara.” celetuk salah seorang penumpang, membuyarkan lamunan Lev tentang peristiwa satu bulan lalu.

“Bulgaria bukan tanah Kekaisaran Turki Utsmani!” teriak suara dari dalam kapal, dan seolah merupakan aba-aba, Lev dan kawan-kawannya segera bersiaga.





V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak
(Sangkakala dibunyikan, panji dikibarkan)


Bunyi terompet di tangan Radoslavov seakan menjadi penanda bagi dua ratus orang di atas Radetzky untuk mengambil tindakan yang telah disiapkan.

“Apa-apaan ini?” jerit salah seorang awak kapal.

“Lihat ke atas!” teriak salah seorang penumpang.

Di atas, orang-orang dapat melihat pada tiang bendera di mana bendera Kekaisaran Austria-Hungaria tadinya berkibar sendirian, namun kini pada tiang telah diikatkan sebuah panji yang lebih besar: putih, hijau, dan merah terbentang menantang angin dengan gagahnya.

“Ini adalah tiga warna kita, Lev.” kata Mihaila Marianova suatu kali. “Tiga warna yang harus kau simpan dalam hati sebagai perlambang tanah airmu yang harus kau hormati. Bukan bendera yang itu.” lanjutnya sambil menunjuk bendera merah dengan bulan sabit dan bintang putih yang berkibar tinggi di depan kantor Gubernur Bulgaria.

“Iya, Ibu.” jawab Lev bersemangat sambil memakai gelang berwarna putih, hijau, dan merah yang baru diberikan ibunya di tangan kanannya.

“Bendera ini suatu saat akan berkibar dengan bangganya di seluruh tanah air kita, seperti yang ayahmu cita-citakan dulu.” lanjut Mihaila dengan suara gemetar, seperti yang selalu digunakannya setiap kali ia membicarakan almarhum suaminya, Kostadin Vasilov.

“Iya, Ibu.” jawab Lev, seperti jawabannya selalu kepada ibunya ketika wanita yang dikaguminya itu menanamkan rasa cintanya kepada tanah Bulgaria. Juga ketika ibunya bercerita dengan semangat tentang warna-warna tersebut, tentang permainya alam negerinya: putihnya Dunav, hijaunya Stara Planina, dan merahnya sinar matahari Pirin. Tentang kegemilangan Maharaja Krum dan Asparukh, tentang kemegahan ibukota tua Tarnovo, tentang penjajah Utsmani yang merampas ingatan akan semuanya itu…

Dan sekarang, bendera yang dicita-citakan itu telah berkibar setelah sekian lama ia tidak melihatnya di tempatnya yang terhormat: terbentang dengan gagah di ketinggian, memperlihatkan warna-warna cemerlangnya dilatarbelakangi matahari senja, menunggu untuk diiringi langkahnya dengan berani oleh anak-anak bangsanya.

Dan Lev menggenggam bayonet dan pedang yang ia ambil dari tasnya, naik ke geladak dengan langkah tegap.



Mladi Bylgarski junaci javjavat se tam
(Pejuang-pejuang muda Bulgaria tiba-tiba muncul)


Langkah Lev diiringi Giorgi di sampingnya, dengan perlengkapan yang sama. Di geladak kapal sekarang telah berdiri dua ratus lima pejuang yang telah menanggalkan atribut tukang kebun mereka dalam posisi siap tempur.

Terjadi kegaduhan di kalangan penumpang dan awak kapal. Beberapa awak kapal sempat bersitegang dengan para pejuang. Kapten Dagobert Engländer turun untuk menghadapi para pejuang. Dari barisan pejuang, maju seorang pria paruh baya untuk menemui kapten.

“Jangan takut, para penumpang. Kami di sini tidak untuk tujuan yang jahat!” katanya mengumumkan kepada semua yang ada di atas geladak.

“Itu pejuang Bulgaria!” teriak seorang pemuda. “Lihat ikat kepala mereka!”





Na chela im levski znaci, v ochite im plam
(Di dahi lambang sang singa, tampil dengan gagah)


Empat jam lalu, dari pelabuhan Bechet, naik lima puluh orang dengan membawa tas-tas besar. Tas-tas tersebut berisi perlengkapan perang dan atribut-atribut lainnya. Setelah naik dengan selamat, kedua kepala rombongan menyapa Lev dan kawan-kawan yang telah berada di atas kapal.

“Lev Kostadinov.”

“Nikolai Voinovski.”

Voinovski adalah seorang letnan angkatan perang Rusia yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan Bulgaria. Dari yang Lev dengar, ia adalah satu-satunya ahli militer yang ikut serta di perjalanan ini.

“Senang melihat kalian, para pejuang muda.” kata Voinovski kepada Lev dan kawan-kawan. “Dengar, empat jam lagi kita akan tiba di tujuan. Bersiaplah di kamar yang telah ditetapkan. Semua perlengkapan kalian di situ. Dan jika telah terdengar aba-aba dari terompet, persiapkanlah senjata… dan pakailah ini.”

Voinovski menjejalkan sepotong kain merah dalam genggaman Lev dan kawan-kawan, satu per satu. Lev membukanya dan langsung mengenalinya: singa emas, Levat Bylgarski, yang bermahkotakan lima salib; lambang tahta negara kuno Bulgaria.

“Pakailah jika semuanya nanti telah siap. Pakailah untuk mengingat atas dasar apa kalian berkorban.”

Lev menoleh. “Voivod Botev.”

Pemimpin pergerakan ini, Hristo Botev, adalah orang yang berbicara pada Lev.

“Baiklah, Voivod.”

Dan saat ini, kain merah tersebut terikat kuat di dahi Lev dan rekan-rekannya, di atas mata-mata penuh semangat dan antusiasme tinggi. Di depan mereka, berdiri Voinovski dan Botev, menghadapi para penumpang yang takut bercampur bingung, dan para awak kapal yang bersiaga penuh.





Gord otprede im zastana, mladijat im vozhd
(Berdiri tegap di depan mereka, pemimpin mereka yang muda)


Botev maju selangkah, menghampiri kapten Radetzky, Dagobert Engländer. Tangannya yang biasa menggenggam pena, kini menggenggam pedang panjang.

Hal ini telah ditunggu-tunggunya sejak kecil. Ayahnya, Botyo Petkov, adalah salah satu pemimpin gerakan kemerdekaan Bulgaria. Sejak Hristo beranjak remaja, ia telah berani terang-terangan menantang kekuasaan Kekaisaran Turki Utsmani di Bulgaria sehingga ia terpaksa melarikan diri menghindari kejaran pihak berwajib Utsmani hingga ke Rumania. Di sana, ia terus berjuang demi kemerdekaan Bulgaria dengan menggunakan surat kabar buatannya sendiri sebagai corong pengobar semangat kemerdekaan bagi rakyat Bulgaria di tanah air maupun di pengasingan. Dari situ, ia dikenal luas oleh orang Bulgaria di pengasingan sebagai salah satu pemimpin utama bangsa Bulgaria yang sedang berjuang meraih kemerdekaan.

Ketika konfrontasi fisik dengan penguasa Utsmani mulai terlihat tak terelakkan lagi, dan tidak ada pemimpin militer yang dapat diandalkan, Botev memutuskan untuk berjuang tanpa pena; dengan menumpahkan darah. Ia memutuskan untuk memimpin sendiri pasukan berkekuatan dua ratus lima pemuda Bulgaria dari pengasingan, untuk membantu pemberontakan yang sedang dikobarkan melawan penguasa Utsmani di tanah air mereka.





Pa si duma kapitanu, s gol v rakata nozh:
(Dia berbicara pada sang kapten, dengan pedang terhunus di tangan:)


“Apa yang kalian inginkan?” tanya Engländer tajam selayaknya seorang kapten kapal terhadap penumpag gelap di kapalnya.

“Salam, Kapten.” kata Botev. “Saya akan memperkenalkan diri saya dan teman-teman saya.”

Dan Botev mulai berbicara kepada sang kapten dan seluruh penumpang, dengan penuh tekad:





Az zym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime ja svoboda, krv da lejme dnes

(Akulah panglima Bulgaria, dan inilah orang-orangku
Kami melaju menuju kebebasan, untuk menumpahkan darah kami hari ini)


“Bapak Kapten dan para penumpang yang saya hargai!

Suatu kehormatan bagi saya untuk memberitahukan kepada anda bahwa para pemberontak Bulgaria, yang merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk menjadi panglimanya, telah berada di atas kapal uap ini.”

Beberapa penumpang mulai memperhatikan kata-kata Botev. Wajah-wajah ketakutan berubah menjadi antusias dan penuh keingintahuan.

“Dengan mengorbankan bahan makanan dan peralatan pertanian kami, dengan mengorbankan usaha yang sangat besar, dan pada akhirnya dengan mengorbankan segala yang berharga di dunia ini… kami telah memperlengkapi diri kami dengan hal-hal yang kami butuhkan, untuk datang membantu saudara-saudara sebangsa kami yang memberontak, yang telah bertarung dengan berani di bawah Sang Singa Bulgaria demi kemerdekaan dan kebebasan tanah air kami tercinta – Bulgaria.

Kami berdoa kepada Tuhan agar para penumpang tidak cemas sama sekali dan tetap tenang. Kepada anda, Pak Kapten…” Botev menatap tajam kepada Dagobert Engländer. “saya dengan berat hati meminta anda untuk mempercayakan kapal anda kepada kami hingga kepergian kami, dan

Maka dari itu, jerit pertempuran kami adalah sebagai berikut:

Hidup Bulgaria!
Hidup Kaisar Franz Joseph!
Hidup Pangeran Andrássy!
Hidup Eropa…!”

Dengan menyebut nama Kaisar Austria Franz Joseph dan Perdana Menteri Hungaria Gyula Andrássy, yaitu para pemimpin negara paling berkuasa di daratan Eropa (Austria-Hungaria) dan juga pemilik Radetzky, Lev paham bahwa Botev ingin menunjukkan perjuangannya mewakili bangsa Eropa melawan dominasi budaya asing Turki Utsmani di tanah yang seharusnya menjadi milik sebuah negara Eropa yang berdaulat.





Nij letime za Bylgarija, pomosht da dadem
I ot tezhka tiranija, da ja otyrvem

(Kami melaju ke Bulgaria, untuk memberikan bantuan kami
Untuk menyelamatkannya hari ini, dari belenggu tirani)


“Jadi apa jawaban anda, Kapten?” kali ini Voinovski yang bertanya.

Kapten Engländer menatap wajah-wajah para pejuang berikat kepala merah itu. Setelah memilin-milin kumis putihnya, ia akhirnya menjawab.

“Baiklah.” ucap Engländer. “Herrlich! Putar haluan ke selatan! Kita mampir sebentar ke Kozloduy!” teriaknya menggelegar.

“Jangan gila, Kapten!” balas si jurumudi. “Di kapal ini ada seratus lebih penumpang sipil…”

“Seratus lebih warga Eropa yang mendukung pembebasan tanah Eropa dari penjajahan asing!” teriak seorang penumpang, kakek-kakek dengan baju biru laut.

“Hidup Bulgaria! Hidup Franz Joseph! Hidup Pangeran Andrássy! Hidup Eropa…!” terdengar teriakan mengulang jerit pertempuran yang dikumandangkan Botev. Teriakan itu datang dari seorang penumpang lain, wanita yang menyapa Lev saat ia naik ke kapal ini.

“Tenang, para penumpang, tenang.” Engländer mencoba menenangkan para penumpang dengan suaranya yang dalam. “Herrlich, Kozloduy, kecepatan penuh! Sekarang!”

Para penumpang bersorak-sorai bersama para pejuang. Botev membungkuk dalam-dalam kepada sang kapten. Voinovski menghampiri juru mudi dan berkata “Aku tahu sebuah pantai yang tersembunyi di dekat Kozloduy. Kita akan menuju ke sana.”

Para pejuang yang lain disalami oleh beberapa penumpang.

“Antonis Niniades.” kakek-kakek berbaju biru laut memperkenalkan diri pada Giorgi Stoyanov. “Veteran Perang Kemerdekaan Yunani. Sekarang giliran kalian untuk menghantam para barbar Anatolia itu kembali ke habitat mereka, anak-anak muda.”

“Sungguh tidak sopan saya mengetahui nama anda, namun anda belum mengenal saya.” ucap gadis berbaju kuning kepada Lev. “Elena Ionescu. Saya mendukung sepenuhnya perjuangan anda. Saya harap anda memperoleh keberhasilan yang sama dengan leluhur-leluhur saya, Stefan cel Mare, Mihai Viteazul, dan Iancu Hunedoara yang hidup matinya dibaktikan untuk mempertahankan Rumania dari kerakusan monster-monster pembawa yatagan itu.”

“Tambah lagi kecepatannya, Herrlich! Tambah lagi kayunya, Szekelyhidi!” teriak Engländer kepada para awak kapalnya. “Anak-anak Austria-Hungaria, ingatlah perjuangan para leluhur kita di Vienna dan di Mohacs! Saatnya kita membantu untuk membalas dendam terhadap bangsa pencoleng dari padang belantara itu!”

Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni


Radetzky melaju kencang menyusur putihnya air Danube, membawa tekad para patriot Bulgaria dan semangat rakyat Eropa. Tubuh Lev gemetaran hingga ke ujung kaki; bukan karena takut, tapi rasa tidak sabar ingin memberikan sesuatu bagi tanah kelahirannyalah yang menjadikannya begitu.

No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak


Mereka tiba di sebuah pantai tak berpenghuni dekat Kozloduy satu jam setelah matahari terbenam. Lev meloncat dengan semangat ke darat dan segera tersungkur berlutut, mencium tanah airnya. Botev dan rekan-rekannya segera menyusul melakukan hal yang sama. Di barisan belakang, Tsvetanov mengibarkan bendera Bulgaria tinggi-tinggi.

“Selamat jalan dan selamat berjuang!” seru Dagobert Engländer sambil melambaikan topinya. Para penumpang yang lain bersorak-sorak sambil melambai-lambaikan tangan. Kapal Radetzky kembali meluncur di Danube, ke tujuannya semula.

------------------------------------

2 Juni 2009.

“Ini adalah puisi yang dibuat oleh penyair kenamaan Ivan Vazov,” demikian Todor Ivanov menerangkan. “untuk mengenang sahabatnya yang juga penyair kenamaan, Hristo Botev, dan 205 pemuda patriot Bulgaria yang gugur dalam perjuangan melawan penjajah. Ya, Mihaylov?”

“Apa yang terjadi dengan Botev dan kawan-kawannya, Pak?” tanya Tzanko Mihaylov.

“Pada bulan April 1876, rakyat negeri kita Bulgaria mengadakan pemberontakan di seluruh negeri melawan penjajah Turki Utsmani dalam sebuah gerakan yang dikenal dengan nama Pemberontakan April. Botev dan sekelompok pemuda Bulgaria dalam pengasingan di Rumania memutuskan untuk membantu perjuangan rakyat di tanah asal mereka dengan cara melintasi Sungai Danube sebagai suatu angkatan bersenjata untuk ikut bertempur melawan pasukan Turki Utsmani. Dengan menyamar sebagai tukang kebun, mereka menaiki kapal penumpang Radetzky milik Austria-Hungaria dari berbagai pelabuhan Rumania yang berbeda dan membajak kapal tersebut di tengah Sungai Danube untuk mengantarkan mereka ke pelabuhan Kozloduy di Bulgaria. Tekad para pemuda ini membuat sang kapten kapal dan para penumpang sedemikian terharu sehingga mereka akhirnya dengan sukarela menolong para pejuang untuk mendarat di Bulgaria.

Sang kapten dan para penumpang bahkan membantu dengan mendaratkan para pejuang tersebut di tempat yang tersembunyi dari pelabuhan, menolak memberi informasi kepada penguasa Utsmani yang melakukan pencarian, dan bahkan menolak permintaan penguasa Utsmani agar kapal Radetzky digunakan untuk patroli di Danube untuk mencari para pemberontak. Tindakan heroik sang kapten dan para penumpang terus dikenang oleh bangsa kita sepanjang masa, dan sebagai buktinya di Kozloduy hari ini kita masih dapat melihat kapal Radetzky yang dijadikan museum, tegak memandang Sungai Danube dari tepiannya.

Sangat disayangkan setelah Botev dan para pejuang tersebut mendarat, mereka mengetahui fakta bahwa pemberontakan di daerah itu telah berhasil ditumpas habis oleh tentara Turki Utsmani. Mereka tidak menyerah, mereka berusaha untuk maju teratur ke daerah pegunungan sambil membangkitkan semangat rakyat Bulgaria sepanjang perjalanan. Namun kekejaman pasukan Turki Utsmani telah menciutkan semangat rakyat sehingga mereka tidak berani mengulurkan tangan membantu pasukan Botev.

Selama empat hari, pasukan Botev bertempur di perjalanan sebelum akhirnya mereka mengambil posisi pertahanan di Gunung Okoltchitza. Di sana, mereka menahan gempuran tentara Kekaisaran Turki Utsmani dan tentara-tentara bayarannya yang berjumlah jauh lebih banyak selama berjam-jam dengan hasil yang gemilang. Namun pada saat matahari mulai terbenam, sebutir peluru menghantam dada Botev sehingga beliau tewas seketika. Kematian pemimpin mereka membuat pasukan Botev moralnya merosot dan kemudian kalah. 130 patriot Bulgaria gugur sementara sisanya tertangkap dan dieksekusi, atau berhasil meloloskan diri dengan jumlah yang sangat sedikit.”

Ivanov melihat jam di tangan kirinya. 11:59.

“Karena itu, tahukah kalian, anak-anak? Setiap tanggal 2 Juni tepat tengah hari, seluruh sirene di negeri ini dibunyikan untuk mengenang semua orang yang mengorbankan nyawanya bagi Bulgaria.

Dan sekarang, anak-anak, bersamaan dengan bunyi sirene, mari kita menyanyikan bersama-sama puisi yang telah dilagukan ini, untuk mengenang jasa-jasa Botev dan pasukannya…”

Suara Ivanov tersendat, dan kemudian ia melanjutkannya.

“…dan mereka semua yang telah menumpahkan darahnya bagi tanah air…”

Pukul 12:00. Terdengar suara sirene bergaung di kejauhan. Serentak semua anak di kelas itu bangkit dan mengikuti aba-aba gurunya untuk bernyanyi.

Tih bjal Dunav se vylnuva, veselo shumi
I Radetzki gordo pluva, nad zlatni vylni

No koga se tam syzira Kozlodujski brjag
V parahoda rog izsvirva, razvja se bajrak

Mladi Bylgarski junaci, javjavat se tam
Na chela im levski znaci, v ochite im plam

Gord otprede im zastana, mladijat im vozhd
Pa si duma kapitanu, s gol v rakata nozh:

“Az sym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime za svoboda, kryv da lejme dnes”

Nij letime za Bylgarija, pomosht da dadem
I ot tezhka tiranija, da ja otyrvem”


Danube Putih yang tenang, kini beriak
Radetzky melaju girang, dengan semarak

Namun lihatlah tatkala Kozloduy dekat
Berbunyilah sangkakala, panji terangkat

Tampillah para pejuang, siap siaga
Di dahi m’reka terpampang, singa yang gagah

Tangan melolos senjata, dari sarungnya
Pada kapten dia berkata, dengan lantangnya:

“Aku panglima Bulgaria, dan para rekan
Kami semua siap sedia, siap berikan

Apapun yang dibutuhkan tanah k’lahiran
Kami kan b’ri k’merdekaan, melawan tiran”


------------------------

2 Juni 1876.

“Ledakkan mereka!” teriak Voinovski disusul dentuman meriam dari kubu pejuang Bulgaria yang menghantam belasan tentara Utsmani yang dipimpin Hassan Hairi Bey.

Di sisi yang berseberangan, barikade yang dibuat Botev dan regunya cukup menahan laju serangan prajurit bayaran Utsmani, bashi-bazouk, dan menjadikan mereka sasaran empuk peluru-peluru pejuang Bulgaria. “Putar ke kanan, pimpin lima orang rekanmu, Berbatov! Stoichkov, dukung mereka dari belakang! Pandev, awasi sisi kiri! Yang lain tetap di posisi, tembak begitu ada yang mendekat! Hidup Bulgaria!” Botev dengan berapi-api menyemangati pasukannya yang telah kelelahan bertempur seharian melawan musuh yang berlipat ganda.

“Dari informasi yang kuperoleh di desa, bajingan-bajingan itu telah membantai habis rakyat desa Batak yang tidak berdosa. Tiga ribu orang dipotong-potong; pria, wanita, dan anak-anak. Kota itu sekarang rata dengan tanah kecuali beberapa gundukan mayat di sana-sini.” gerutu Lev, yang bergabung dengan regu pimpinan Trifon Berbatov. Sebutir peluru baru saja meleset tipis dari dahinya.

“Akan kupreteli mereka yang bertanggung jawab dengan tanganku sendiri.” balas Tsvetanov yang juga satu regu dengan Lev, sambil terus menembakkan peluru ke arah markas artileri pasukan bashi-bazouk.

Hari mulai malam. Para pejuang telah memperoleh kemenangan besar dan menahan serbuan musuh. Pertempuran telah bersiap untuk diakhiri pada hari itu, para prajurit akan beristirahat, ketika saat itu tiba.

Sebutir peluru menerjang Botev. Sang Panglima pun jatuh tersungkur.

Voivod Botev!” seru Dimitar Tsvetanov.

Lev dan Giorgi segera menghampiri Botev yang ambruk. Botev memandangi keduanya sambil tersenyum, kemudian ia berkata dengan tenang:

“Dia yang mati bagi kemerdekaan, tidak hanya mati bagi negerinya, tapi juga bagi seluruh dunia... Hidup… Bulgaria!!!”

Botev mengeluarkan tenaga terakhirnya untuk meneriakkan satu kata penutup dalam hidupnya. Lev memandang Giorgi, yang berkata pelan “Voivod Botev telah pergi”.

Lev tercenung. Namun rupanya rekan-rekan yang lain telah menyadari berita duka itu dengan cepat.

“Dia telah tiada!” teriak yang lainnya.

Detik berikutnya, segumpal mortir Utsmani menghantam telak barikade pertahanan yang dibuat Voinovski, menewaskan Voinovski dan beberapa rekan lainnya.

Saat-saat selanjutnya adalah saatnya kekacauan. Sayap kiri kubu pejuang kehilangan komando dari Botev, setiap personel yang ditugaskan melakukan serangan balik gugur tertembus peluru pasukan bazhi-bazouk. Sayap kanan yang dibarikade oleh Voinovski pun berhasil diratakan oleh hantaman artileri pasukan Utsmani, yang disusul oleh rangsekan satu batalion infantri Hassan Hairi Bey ke pusat pertahanan pasukan Bulgaria. Sekitar separuh dari kekuatan para pejuang telah hilang, dan sisanya pun banyak yang terluka parah.

“Hai tikus-tikus Balkan! Keluar dan menyerahlah!” teriak Hassan Hairi Bey dari posisinya.

Borislav Radoslavov meraih panji besar triwarna Bulgaria dan meletakkan ujung bayonetnya di sana.

“Hei, apa yang akan kau lakukan?” teriak Lev.

“Kita harus menyerah!” teriak Radoslavov. “Atau mati. Kita harus membuat bendera putih.”

Terdengar letusan senapan. Lev menembak Radoslavov di kepala.

“Merdeka atau mati!” teriak Lev. “Kalau tidak dapat merdeka, mati! Kalau menyerah, lebih baik mati!”

Dengan teriakan itu Lev merebut panji Bulgaria dari mayat Radoslavov dan menerjang tembakan-tembakan pasukan Utsmani bersama-sama panji triwarna tersebut. Keduanya segera saja dihujani berpuluh-puluh peluru yang segera membuat lubang di mana-mana. Namun Lev tak berhenti berlari. Sesekali tembakan ia lepaskan, pedang ia ayunkan, belasan prajurit Utsmani dia tewaskan, hingga akhirnya ia tersungkur ambruk.
Panji putih hijau merah yang dibawanya terlepas, turun menyelimuti tubuhnya.

“Tuhan...” rintihnya pelan. “Bulgaria… Ibu…”

“Valentina…”

Dan dengan empat kata terakhir itu, Lev Kostadinov menyerahkan nyawanya kepada Sang Pencipta, diselimuti oleh triwarna kebanggaan ibu pertiwi, yang kepadanyalah ia mengorbankan hidupnya.




“Az zym Bylgarski vojvoda, momci mi sa tez
Nij letime ja svoboda, krv da lejme dnes”



Saedineniento Pravi Silata!

----------------------------------

Disclaimer dan keterangan:

- Tokoh-tokoh (selain Hristo Botev, Nikola Voinovski, Dagobert Engländer, Franz Joseph, Gyula Andrássy, Ivan Vazov, dan Hassan Hairi Bey) dan detail percakapan serta peristiwa yang terjadi adalah rekaan pengarang semata, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG., dengan berbasis pada peristiwa sejarah aslinya.

- Pidato Botev untuk kapten dan seluruh penumpang Radetzky adalah asli dan tercatat, sementara terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang disajikan di cerita ini adalah hasil karya pengarang, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG..

- Terjemahan lirik Tih Bjal Dunav se Vylnuva dalam bahasa Indonesia adalah hasil karya pengarang, made in Ir.Alfonso R.P.dC.eG..

- Semua deskripsi peristiwa sejarah dan lambang yang diberikan dalam cerita ini adalah akurat.

- Kata-kata terakhir Botev adalah semboyan hidupnya.


Terjemahan istilah Bulgaria:

- Levat Balkanski, v boy velikanski
Singa Balkan, bersama kita (dua baris pertama dari bait ketiga lagu kebangsaan pertama Bulgaria, Shumi Maritsa).

- Mila Rodino
Tanah air tercinta (juga merupakan judul lagu kebangsaan Bulgaria saat ini).

-Levat Bylgarski
Singa Bulgaria (lambang negara Bulgaria).

- Voivod
Panglima perang (biasanya merujuk kepada pemimpin pasukan-pasukan alias warlord).

- Saedineniento pravi silata
Bersatu kita teguh (motto negara Bulgaria saat ini).

- Yatagan
Pedang tradisional Turki (pada zaman penjajahan Utsmani, identik dengan kekejaman dan penindasan Kekaisaran Turki Utsmani).

.