Jumat, 22 April 2011

Memandang Salib Yesus

Terinspirasi dari khotbah Pdt. Fu Xie di kebaktian Jumat Agung tadi.

Setiap orang pasti memiliki sikap ketika memandang salib Yesus. Tidak mungkin ada yang bersikap netral. Entah positif, entah negatif.

Dari statement dan khotbah yang saya dengar, saya tertegun, tersindir, dan tersadar. Dalam keseharian, sungguh hal itu benar terjadi. Ketika kita melihat salib Yesus, yang adalah perlambang suatu kebenaran esensial yang membawa manfaat. Bagaimanakah sikap kita terhadap kebenaran, di dalam keseharian kita? Seperti salah satu dari 4 tokoh di bawah inikah?

1. Pontius Pilatus: mengorbankan kebenaran demi popularitas


Dan oleh karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barabas bagi mereka. Tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.
- Markus 15:15 -

Pilatus adalah Prefek Romawi untuk daerah Yudea. Di masa Kekaisaran Romawi, menjadi pejabat di daerah yang kaya dan jauh dari Roma, merupakan kesempatan untuk memperkaya diri (karena lemahnya pengawasan dari pusat). Tak terkecuali Pilatus. Ia tahu benar bahwa semakin lama ia berkuasa di Yudea, semakin banyak kekayaan yang bisa ia tumpuk. Dan untuk itu, ia perlu membina hubungan baik dengan rakyatnya, yang sangat taat terhadap agama Yahudi, yang dikendalikan oleh imam-imam kepala... yang sayangnya, membenci Yesus dan mengharapkan kematianNya.

Maka dari itu, meskipun Pilatus menyaksikan kebenaran pada Yesus dan tahu bahwa Dia tidak bersalah, Pilatus cuci tangan dan menyerahkan nasibNya pada orang-orang lain (Yahudi). Apakah Pilatus mengingkari hati nuraninya dengan cara menghukum Yesus? Tidak. Apakah Pilatus mengingkari hati nuraninya? Ya, dengan cara membiarkan orang yang tidak bersalah dihukum.

Berapa di antara kita yang sering mengatakan hal-hal berikut ini? "Iya gw tau lo bener, cuma klo gw ngebelain lo di depan orang, muka gw mau ditaro di mana meeeen?". Atau "Hmm gw tau yg bener tuh X, tapi kayaknya temen-temen gw lebih suka kalo Y deh, gw bilang klo gw suka Y aja aaah".

Atau seperti Thaksin Shinawatra, yang membuat negara Thailand bangkrut sewaktu dia menjabat perdana menteri, dengan cara menguras kas negara demi memberi subsidi berlebihan kepada rakyat miskin, sehingga membuat sektor-sektor lain di pembangunan menjadi terbengkalai? (kalo ngambil contoh pemerintah Indonesia dan subsidi BBM, nanti dikira subjektif)

Atau...

A:" Gw udah gerah sama keadaan lingkungan kita! Ini nggak bisa dibiarin!"
B: "Setuju! Ini lingkungan udah rusak banget deh, nggak sehat!"
A: "Ayo, besok lu temenin gw buat protes. Hal kayak gini gak bisa dibiarin lama-lama!"
B: "Aduh gak enak gw, gw di sini masih ada jabatan jadi (isi sendiri) nih, masa gw memprotes. Lu aja yang ngomong, ntar gw dukung deh..."

Besoknya si A protes besar-besaran (sendirian) dan ditanggapi dingin oleh orang-orang di lingkungannya, dan melihat hal itu...
B: (ngomong ke orang-orang, tanpa sepengetahuan A) "Eh sori ya si A temen gw ngomong kayak gitu..."


Cuci tangan, kepada kedua belah pihak.
Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!"
- Matius 27:24 -


2. Petrus: mengorbankan kebenaran demi keselamatan pribadi


Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam. Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
- Matius 26:74-75 -

Dilema bagi Petrus. Menyangkal gurunya, atau ditangkap? Yesus telah menjadi kriminal nomor satu setelah penangkapanNya. Kriminal yang didakwa dengan tuduhan pemberontakan terhadap Kaisar orang Romawi dan penghujatan terhadap Tuhan orang Yahudi. Mengaku murid Yesus, sama saja dengan menyerahkan diri pada penguasa Romawi dan rakyat Yahudi. Dan di sinilah Petrus mulai melakukan kompromi dengan kebenaran.

Tipe Petrus ini yang paling sering dijadiin excuse buat orang-orang. "Ya lo nggak tau sih, gw diancam! Masa gw pilih mati?" begitu yang sering kita dengar. Tapi jika kita mengikut Kristus, kebenaran adalah harga mutlak. Yesus jalan kebenaran dan hidup, barangsiapa tidak lewat jalan kebenaran, tidak sampai kepada Bapa. Menyembah Allah harus dalam Roh dan kebenaran. Tidak bisa ditawar. Dan jika kita berada di jalan yang benar, niscaya Tuhan akan kuatkan dan tidak akan tinggalkan kita.

Wormtail: "Kau tidak mengerti! Dia (Voldemort) akan membunuhku, Sirius!"
Padfoot: "KALAU BEGITU KAU SEHARUSNYA MATI! MATI UNTUK SAHABAT-SAHABATMU, SEPERTI YANG DULU PASTI AKAN KAMI LAKUKAN DEMI DIRIMU!!!"


Dialog di atas dikutip dari novel ketiga seri Harry Potter, tawanan Azkaban. Dan mungkin pengarangnya nggak ngasal ketika memilih nama depan Wormtail yaitu Peter. Peter Pettigrew.

Bagusnya, orang kayak gini biasanya masih bisa nyesel dan tobat. Tahu kan akhirnya Petrus jadi gimana? Menginjil, berani mewartakan Yesus, dan sebagai akibatnya menjadi martir, disalib terbalik di Roma. Dan akhirnya, memegang kunci gerbang Sorga.
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
- Yohanes 21:17 -


3. Orang-orang Yahudi: mengharapkan hal yang tidak esensial -- dikecewakan oleh kebenaran -- meninggalkan kebenaran


Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!"
- Markus 15:29-30 -

Yesus datang membawa mukjizat dan pengajaran, kepada bangsa Yahudi yang tengah tertindas oleh penjajahan Romawi. Bangsa Yahudi mengharap datangnya Mesias, yang bisa membebaskan mereka dari penjajahan Romawi dan membangkitkan kembali dinasti Daud, sehingga bangsa Yahudi dapat kembali merdeka. Karena itulah banyak orang mengelu-elukan Yesus, menyambutnya seperti raja saat Minggu Palma.

Itukah rencana Yesus? Rencana Yesus lebih mulia lagi, bukan hanya menyelamatkan orang Yahudi dalam suatu kerajaan fana, namun menyelamatkan seluruh umat manusia dalam kerajaan Sorga. Terkesankah orang Yahudi? Tidak, malahan kecewa. Kecewa ketika 'raja' mereka disiksa tapi tidak (bisa) melawan. Kecewa ketika 'raja' mereka tampil sebagai orang yang lemah dan tidak (bisa) membebaskan dirinya. Dan akhirnya mereka pun berteriak "Salibkan Dia!"

Berapa kali kita mendukung sesuatu demi motivasi yang salah, picik, dan sempit? Ikut kepanitiaan, mikirnya cuma buat menuh-menuhin CV. Ikut perkumpulan, niatnya cuma buat nyari jodoh. Ikut pelayanan, biar dikira keren. Ikut-ikutan mendukung suatu gerakan atau aksi, biar populer dan banyak teman

Ketika semua itu nggak terpenuhi, kita mulai kecewa. Jabatan di kepanitiaan ternyata bebannya tinggi, tak sebanding dengan hanya sebaris di CV. Di perkumpulan lebih banyak sibuknya, nggak sempet PDKT. Pelayanan ternyata banyak kerja yang berat dan kurang publikasi. Dan gerakan yang diikuti ternyata malah nggak didukung sama orang-orang lain.

Setelah kecewa, kita pun berhenti, kemudian berbalik dan menyalahkan. Malas ah kerja di kepanitiaan ini, cuma menyita waktu saja. Tujuan perkumpulan ini terlalu ngawang dan nggak bakal tercapai. Persekutuan ini isinya nggak bener, orang freak semua. Gerakan ini ternyata gerakan tukang bermimpi dan terlalu idealis. Dan seterusnya.

Tanpa peduli bahwa ikut kepanitiaan, organisasi, pelayanan, atau ikut suatu gerakan, itu adalah lebih dari sekadar CV, jodoh, keren-kerenan, ataupun banyak teman. Bahwa kesemuanya itu akan berujung pada pembelajaran dan pengalaman hidup, yang di masa depan akan membantu membuat kita dapat kerja, jodoh, keren, dan gaul.
"Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah."
- Matius 27:42-43 -


4. Penjahat 1: memanipulasi kebenaran demi kepentingan pribadi


Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!"
- Lukas 23:39 -

Penjahat yang benar-benar keterlaluan. Udah mau mati, masih aja mikirin gimana caranya bisa selamat, dengan cara memanfaatkan celah-celah kotor. Dia bertanya "Bukankah Engkau adalah Kristus?" tapi apakah dia benar-benar peduli apakah Yesus itu Kristus atau bukan? Nggak. Dia cuma peduli bagaimana caranya dirinya selamat. Kalau Yesus itu Kristus, ya oke, selamatkan gw dong! Kalo Yesus bukan Kristus, ya terserah lah sebodo amat, gw gak peduli!

Coba, pernah nggak nemu orang model begini? "Bagi duit dong! Katanya lo kaya, masa duit segitu doang ga ada sih?". Atau "Woi, katanya lo temen gw. Kalo temen itu harus membantu. Kerjain tugas gw dong!". Atau setelah berbuat salah, kita bilang kepada orang yang mau negur kita "Eits, katanya lo orang Kristen. Masa lo emosi atau marah-marah sih?".

Beneran peduli kalo temennya beneran kaya, atau beneran nganggep dia temen, atau beneran orang Kristen? Kayaknya sih nggak. Yang penting kalau klaim lo bener, bantu gw lah. Kalau klaim lo salah, yaudah sih, bukan urusan gw juga.

Sepola kan? Katanya lo blablabla, lakukan anu dong (yang bikin gw seneng). Tipe paling brengsek dibanding Pilatus, Petrus, dan orang Yahudi. Pantesan aja dihukum mati. Pendosa tulen. Memegang teguh nilai kebaikan, namun hanya jika mendatangkan manfaat untuk dirinya sendiri.
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
- Matius 7:21 -


Itu tadi sekilas 4 orang yang berpandangan negatif saat dihadapkan pada kebenaran. Bandingkan dengan kedua orang di bawah ini:

5. Penjahat 2: bersalah -- sadar akan kebenaran -- sadar bahwa jika menerima kebenaran maka akan membuat dirinya mengaku salah -- menerima kebenaran dan mengaku salah -- DISELAMATKAN


Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."
- Lukas 23:40-41 -

Penjahat ini ya memang betul, penjahat semasa hidupnya. Penjahat kelas tulen lah, sampai-sampai dihukum mati dengan disalibkan. Namun dia tidak malu untuk mengakuinya, dan dengan tulus pula menerima kebenaran yaitu Kristus yang adalah Raja.

Seberapa sering kita takut untuk menerima kebenaran, dengan alasan bahwa menerima kebenaran sama dengan artinya mengakui bahwa beberapa hal yang pernah kita lakukan adalah salah? Pernahkah kita takut untuk bilang tidak terhadap tindakan nyontek, karena kita takut bahwa track record kita sebagai tukang nyontek akan dibawa-bawa? Seberapa takut kita untuk menegur teman-teman kita, karena dulu kita juga ikut-ikuta berbuat kesalahan yang sama bersama teman-teman kita?

Jangan takut untuk berubah dan menerima kebenaran! Asalkan dilakukan dengan penuh penyesalan akan kesalahan yang telah diperbuat, dan tekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Tidak pernah ada kata terlambat.
Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."
- Lukas 23:42-43 -


6. Kepala Prajurit Romawi: sebelum mengetahui kebenaran, bersikap netral -- setelah mengetahui kebenaran, percaya


Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Kemudian mereka mulai memberi hormat kepada-Nya, katanya: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahi-Nya dan berlutut menyembah-Nya.
- Markus 15:16-19 -

Prajurit Romawi terkenal tegas, disiplin, ganas, dan tanpa kompromi. Prajurit Romawi dididik untuk selalu patuh menjalankan tugas tanpa banyak bertanya. Bagi Kepala Prajurit ini, hukuman salib untuk Yesus hanyalah satu dari sekian banyak hukuman mati yang harus dijaganya. Tentang soal apakah sang terdakwa dihukum karena mengaku dirinya Tuhan, atau menghina Kaisar, atau apakah tuduhan itu benar atau tidak, bukan urusannya. Dia tidak peduli, dan tidak harus peduli. Namun begitu diperhadapkan pada kematian Kristus, dan tanda-tanda yang menyertainya, ia langsung mengimani dan mengambil sikap, dibimbing oleh hati nuraninya: ia percaya.

Terkadang kita melakukan sesuatu hanyalah berdasarkan apa yang menurut kita benar, sejauh apa yang kita tahu. Dan itu wajar. Seperti pemula yang tidak mengerti apa-apa di bidang yang baru dia masuki. Seperti orang magang yang tidak mengerti apa-apa di perusahaan yang baru dia masuki. Seperti anak kecil baru lahir, yang tidak mengerti apa-apa di dunia yang baru dia masuki.

Tapi begitu kebenaran muncul di depan mata, itulah saatnya kita menentukan sikap. Menerima, atau melawan. Mengabaikan atau menolak untuk bersikap, sama artinya dengan melawan. Tidak ada abu-abu dalam menyikapi kebenaran sejati. Meskipun pada awalnya melakukan hal yang salah, namun setelah tahu hal yang benar, seharusnya kita tahu bagaimana untuk bersikap.

Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: "Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah."
- Matius 27:54 -



Nah... yang manakah kita?




Ville de Tonnere, 22/23-4-2011
Joyeuses Pâques!






.