Minggu, 14 September 2008

Tugas Kontek: Budaya Menghormati di Negeri Kita Terancam Punah

Satu lagi artikel yang menurut gw layak posting: salah satu tugas TK10T1 - Konsep Teknologi yang diajar oleh sang maestro Teknik Kimia, Dr. Mubiar Purwasasmita. Gw lupa tugas ini dibikin dalam rangka apaan, yang jelas temanya bagus sih...




Budaya Menghormati di Negeri Kita Terancam Punah

Indonesia, negeri Timur yang mengagung-agungkan diri sebagai bangsa yang berbudaya luhur dan sopan dibandingkan bangsa Barat, sekarang ternyata terancam kehilangan salah satu sikap yang merupakan cerminan esensial kesopanan, yaitu budaya menghormati.

Penghormatan terhadap pihak yang dianggap berkedudukan tinggi sekarang mulai menipis. Sebaliknya, mulai berkembang sebuah pola pikir yang menghargai sikap anti penghormatan, yaitu pembangkangan.
Contohnya banyak dan sederhana.
Anak-anak muda sekarang merasa bangga bila dapat melawan orangtuanya.
Seorang peserta seminar merasa bangga kalau pertanyaannya dapat menjatuhkan si pembicara.
Menghina staf pengajar dianggap sebagai sebuah keberanian dan memiliki nilai lebih di mata para pelajar dan mahasiswa.
Demonstrasi melawan pemerintah, terlepas dari efektivitas dan keterkaitan si demonstran terhadap isu yang didemonstrasikan, menjadi simbol intelektualitas untuk si demonstran.
Sikap ateis, alias melawan Tuhan yang patut dihormati, juga dipandang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang cerdas.

Sikap pembangkangan timbul karena mungkin si pembangkang akan merasa mendapat ‘keuntungan’ dari sikapnya itu.
Contoh: mahasiswa ITB angkatan 2004 berdemo menentang peraturan rektorat yang melarang OS agar ia mendapat keuntungan dari OS, yaitu mungkin melampiaskan ‘balas dendam’ atas perlakuan yang ia terima saat OS dulu, dan sekarang ia menyalurkannya pada adik-adik kelas.

Tetapi, yang lebih sering adalah pembangkangan yang timbul tanpa dasar.
Bahkan misalnya, jika seseorang dihadapkan pada 2 pilihan: membangkang dan mendapat hasil umpama X, dan patuh tapi juga mendapat hasil yang sama X, seseorang itu cenderung memilih pilihan pertama.
Contoh konkretnya: seorang mahasiswa tidak memiliki masalah apa-apa dengan dosennya, namun karena ia melihat dosennya itu memiliki ‘potensi’ untuk dijadikan bahan ejekan dan ia juga merasa alangkah kerennya jika ia melakukannya, ia mulai mengata-ngatai dosen tersebut sebagai dosen yang aneh dan membosankan. Celakanya, mahasiswa ini memiliki pengaruh kuat di kalangan mahasiswa lainnya, sehingga dosen yang bersangkutan memiliki nama buruk di mata 99 mahasiswa. Akibat lanjutannya, semua mahasiswa tidak ada yang serius menyimak kuliah dosen yang bersangkutan karena dianggap membosankan. Akhirnya 99 orang itu tidak mendapat ilmu yang seharusnya mereka dapatkan.
Hal di atas hanyalah satu contoh mengerikan dari sikap pembangkangan.

Parahnya lagi, masyarakat kita seringkali menuduh masuknya budaya Barat sebagai penyebab lunturnya sikap menghormati itu.
Padahal harus disadari, bahkan budaya Barat yang dipandang rendah oleh kita dapat dianggap lebih memberikan tempat pada sikap penghormatan.
Kepatuhan terhadap atasan disertai sikap kritis yang membangun sangat dihargai di sana.

Hal ini tak terlepas dari ketidakmampuan kita dalam menangani bidang-bidang kehidupan lainnya.
Sikap pembangkangan itu timbul dari nalar yang rendah sehingga tidak mampu menyadari betapa pentingnya kita menghormati pihak yang seharusnya kita hormati
Nalar yang lebih rendah itu disebabkan oleh ketidakmampuan kita memenuhi kebutuhan jasmani.
Padahal, pembangunan akan lebih mudah dijalankan apabila setiap elemen masyarakat menyadari kewajibannya masing-masing.

Lunturnya budaya ini pun berpengaruh terhadap ketidakmampuan kita dalam beretika yang baik, dan membuat ketakwaan kita akan Tuhan berkurang.
Bagaimana kita mau menghormati Tuhan jika menghormati manusia yang setiap hari kita temui saja susah?

Tidak ada komentar: