Jumat, 08 Juli 2011

Semua Orang Tentunya Senang dengan Kebaikan....

Berapa kali kita mendengar kisah orang kaya yang hidup sederhana, walaupun kaya tetap naik kendaraan umum, tetap makan di tempat yang sederhana, tetap tidak berbelanja secara berlebihan, dan tetap menjaga pengeluaran dengan disiplin?

Dan berapa kali ketika mendengarnya, kita berpikir penuh kagum terhadapnya, dan berkata bahwa begitulah seharusnya semua orang kaya berperilaku?

Berapa kali pula kita, setelah berpikir demikian, tanpa sadar tetap sering makan di tempat mahal, mengeluh jika harus naik kendaraan umum, membeli barang-barang mewah yang tidak esensial, dan melakukan pemborosan-pemborosan lainnya, meskipun kita bahkan tidak lebih kaya daripada orang yang kita dengar ceritanya itu?

Tanpa mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita hargai.

============

Berapa kali kita mendengar iklim pers dan masyarakat luar negeri yang begitu terbuka, siap berdiskusi dengan sengit, namun tetap logis dan objektif, meskipun saat membahas isu yang sensitif?

Dan berapa kali kita berkata bahwa itulah seharusnya sifat semua manusia dan masyarakat terdidik dan terpelajar?

Berapa kali pula kita, setelah berkata demikian, dalam berdebat pun masih terlalu emosional, tidak dapat mengendalikan perasaan, tidak dapat menerima fakta, dan suka menyerang lawan bicara secara subjektif, bahkan dalam persoalan yang lebih tidak fundamental?

Tanpa mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita hargai.

============

Berapa kali kita mendengar kasus pejabat Jepang yang mengundurkan diri hanya gara-gara kesalahan sepele seperti salah omong atau gagal dalam satu kasus saja, yang sebenarnya tidak tertulis di peraturan pemerintah?

Dan berapa kali kita terkesan mendengarnya, dan berkata bahwa seharusnya pejabat Indonesia punya rasa malu dan tanggung jawab sebesar itu?

Berapa kali pula kita, setelah berkata demikian, masih menganggap enteng peraturan dan norma yang berlaku, dan malahan marah jika dihukum karena melanggarnya, bahkan berargumen bahwa kesalahan 'kecil' kita 'tidak pantas' diganjar dengan hukuman yang begitu 'berat', walaupun hukuman itu pasti tidak lebih berat dari pengunduran diri seorang pejabat tinggi?

Tanpa mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita hargai.

============

Berapa kali kita mendengar kecaman terhadap kelakuan pejabat dan pemerintahan kita sendiri, yang korup, busuk, tutup mata terhadap penderitaan rakyat, dan sibuk mengejar kemakmuran sendiri?

Dan berapa kali kita menyatakan bahwa kecaman itu sepantasnya ditujukan pada pemerintahan yang tidak layak memerintah itu, karena sesungguhnya memang apa yang mereka lakukan tidak memperbaiki taraf hidup rakyatnya?

Berapa kali pula kita, setelah menyatakan demikian, pun tidak tergerak hatinya melihat penderitaan rakyat kecil sepanjang jalan yang kita lewati setiap hari, tidak mau memikirkan bagaimana membuat hidup mereka menjadi lebih baik dengan kelebihan yang diberikan pada kita, dan sibuk memikirkan diri kita saja? Bukankah sama sikap kita dengan pemerintah yang kita kecam itu?

Tanpa mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita hargai.

============

Berapa kali kita membaca Kitab Suci agama kita masing-masing dan berkata, alangkah bijaknya kitab ini, penuh wahyu Ilahi, dan betapa mulianya semua yang tertulis di dalamnya?

Dan berapa kali kita mengaku bahwa kita percaya sepenuh hati terhadap agama yang kita imani, termasuk pada isi kitab sucinya?

Berapa kali pula kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang tertulis di dalamnya, meskipun kita telah membacanya berkali-kali, bahkan hingga ajaran yang paling sederhana sekalipun?

Tanpa mau mengakui bahwa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan apa yang kita hargai.

============


.
.
.
.
.
.



Semua orang senang MENDENGAR kebaikan.

Tapi tidak semua orang senang MELAKUKAN kebaikan.

Semua orang senang jika kebenaran DITEGAKKAN dan DINYATAKAN.

Mereka hanya tidak suka jika kebenaran itu ditegakkan dan dinyatakan TERHADAP DIRI MEREKA SENDIRI.



"To err is human, to forgive divine. Inilah pepatah buatan manusia. Mereka ambil hak untuk berbuat kesalahan bagi diri mereka sendiri, sementara kewajiban untuk berbuat baik mereka lemparkan kepada Tuhannya." -Alfonso, 2011-







Ville des Fleurs
8 Juillet 2011

Celui Aliéné




.

Tidak ada komentar: