Salam hangat untuk setiap pembaca setia Bacotan Orang Terbuang. Kali ini Si Pembacot a.k.a. Alfonso R. P. del Castillo kembali menghadirkan sebuah tulisan, namun jika biasanya tulisan saya selalu layak dibaca, sekarang saya tidak menghadirkan tulisan untuk dibaca saja namun terutama untuk dikomentari, khususnya untuk rekan-rekan sesama mahasiswa ITB.
Begini ceritanya...
Seperti yang teman-teman tahu, di ITB ini ada 2 macam organisasi kemahasiswaan, yaitu himpunan dan unit. Himpunan itu ya isinya mahasiswa di jurusan/fakultas/sekolahnya masing-masing (di ITB ada 29), yang berdasarkan keprofesian di bidang ilmunya masing-masing. Klo unit itu ada banyak, dan unit merupakan tempat buat penyaluran minat dan bakat, bisa di bidang olahraga, kesenian, diskusi dan kajian, ekonomi, jurnalistik, atau keagamaan, atau yang lainnya. Untuk teman-teman ITB pasti tau lah ya bedanya lingkungan pergaulan di himpunan dan di unit. Pasti beda. Terutama teman-teman yang aktif di keduanya pasti paham.
Nah, di ITB ini kan kita hidup dalam sebuah organisasi yang lebih besar lagi, yaitu KM-ITB. KM-ITB itu mengatasi himpunan-himpunan dan unit-unit. Malahan pada intinya kan KM-ITB itu sebenernya organisasi yang terdiri dari himpunan-himpunan dan unit-unit.
Nah, di setiap kelompok apapun kan diusahain semua anggotanya yang megang peranan dalam menjalankan kelompok tersebut. Contohnya aja waktu rapat RT diusahain semua datang rapat RT kan, biar nggak ada yang keberatan dengan hasilnya. Idealnya sih begitu...
Untuk kelompok yang gede, kan pasti ada yang namanya sistem perwakilan biar semua bisa terwakili. Satu perwakilan mewakili kelompok-kelompok kecil yang ada di kelompok besar itu. Kumpulan perwakilan inilah yang jadi lembaga tertinggi di kelompok itu. Contohnya aja pemerintahan Indonesia yang punya MPR (perwakilan tiap daerah), universitas negeri macam ITB yang punya Majelis Wali Amanat alias MWA (isinya ada perwakilan tiap pihak yg punya kepentingan di ITB: rektorat, mahasiswa, masyarakat, dosen, pegawai, pemerintah). Atau himpunan mahasiswa di ITB macam HIMATEK yang punya Badan Perwakilan Anggota (BPA, yang mewakili angkatan masing-masing).
Nah, sama pula dengan KM-ITB yang terdiri dari himpunan-himpunan dan unit-unit. KM-ITB juga punya kumpulan perwakilan dari lembaga-lembaga di bawahnya (himpunan dan unit). Seperti organisasi lainnya, kumpulan perwakilan ini jadi lembaga tertingginya KM-ITB. Namanya pasti teman-teman sudah kenal baik: Kongres KM-ITB, yang menduduki posisi tertinggi seperti MPR Indonesia, MWA ITB, atau BPA HIMATEK. Isinya Kongres, ya perwakilan himpunan dan unit, satu orang per lembaga, yang namanya senator. Seperti biasa, Kongres dibuat sebagai perwakilan biar klo KM-ITB mengambil kebijakan, semua anggota KM-ITB (himpunan dan unit) terwakili dan nggak ribut atau protes.
Klo mau adil, kan seharusnya dibuat 1 orang mewakili 1 himpunan/unit. Jadi ada 1 senator per himpunan/unit. NAAAAAAH... tapi kita udah bahas tadi, himpunan dan unit memang beda. Suasana di dalamnya agak beda, lingkungan pergaulannya beda, keanggotaannya beda, tujuannya pun juga beda. Himpunan isinya anak2 sejurusan yang punya latar belakang ilmu yang sama, unit isinya anak2 berbagai jurusan yang hobi atau minatnya sama. Kaderisasi di himpunan umumnya lebih 'mengikat', bahkan dalam Rancangan Umum Kaderisasi KM-ITB, semua orang harusnya masuk himpunan. Sementara, unit cenderung lebih 'bebas' karena berdasarkan bakat dan minat.
Dalam dunia kemahasiswaan, rata-rata himpunan lebih menaruh perhatian pada sistem KM-ITB (karena dalam sejarahnya pun, KM-ITB didirikan oleh himpunan-himpunan se-ITB). Makanya, dalam kenyataannya, himpunan-lah yang lebih banyak mengirimkan senatornya ke kongres. Sementara unit, rata-rata hanya memiliki kepentingan terhadap kelangsungan unitnya sendiri saja dalam hubungannya terhadap sistem KM-ITB. Jadi, kepentingan himpunan dan unit berbeda. Maka dari itu, untuk unit tidak bisa diterapkan 1 unit 1 senator seperti di himpunan.
Mengapa? Karena himpunan ada 29 dan unit ada sekitar 79! Dapat dibayangkan klo Kongres yang lembaga tertinggi didominasi oleh perwakilan unit. Makanya itu, unit dibatasi keterwakilannya di kongres menjadi 29 orang juga, sama dengan banyaknya senator himpunan. Bagaimana 79 unit diwakili 29 orang? Caranya adalah dengan membagi-bagi 79 unit itu jadi rumpun (kelompok) unit: ada seni-budaya, kajian-pendidikan, olahraga, dan media. Tiap rumpun diwakili sekitar 1-5 senator tergantung keputusan ketua-ketua unit masing-masing rumpun. Untuk 5 unit agama dikirimkan masing-masing 1 senator karena kepentingan unit agama tidak bisa diserumpunkan.
Namun demikian, tetap saja yang selama ini terlihat adalah partisipasi senator himpunan memang lebih banyak dari senator unit. Senator himpunan masih mendapat pengawasan dan perhatian dari BPA atau lembaga yang mengatasi dia di himpunan, sedangkan di unit seringkali tidak begitu karena masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas senator masing-masing rumpun. Ada juga yang merasa bahwa kepentingan tiap unit beda-beda bahkan dalam satu rumpun, jadinya nggak bisa diwakili oleh senator rumpun.
Intinya, di sini lagi ada debat seru: senator unit perlu nggak sih?
Terlebih lagi, klo kita baca RUK, himpunan kan adalah basis massa. Basis massa itu... seperti ini. Klo di Indonesia, propinsi-lah basis massanya. Setiap orang pasti punya wakil di MPR, yaitu dari propinsi tempat dia nyoblos. Seseorang nggak bisa nyoblos di 2 propinsi bukan? Namun pada zaman Pak Harto, diasumsikan ada 'golongan' yang juga punya kepentingan lain dari propinsi. 'Golongan' ini juga harus terwakili di MPR. Makanya ada Fraksi TNI-Polri dan Fraksi Utusan Golongan. Contoh utusan golongan: dari golongan buruh, agamawan, usahawan, seniman, pemuda, kewanitaan, dll. Nah, klo di KM-ITB, golongan ini kita ibaratkan sebagai unit.
Masalahnya di sini, nanti ada yang keterwakilannya dobel donk. Misalkan ada seorang pemuda Jawa Barat, berarti di MPR dia bisa diwakili caleg yang menang pemilu di dapil Jabar DAN utusan golongan pemuda. Biar adil, seharusnya utusan golongan ditiadakan donk? Nggak juga, soalnya utusan golongan harus menyuarakan kepentingan golongannya. Misalnya, si utusan golongan pemuda tau dan harus fokus menyuarakan kepentingan pemuda, yang mungkin anggota MPR dari Jabar nggak tau dan nggak ahli tentang kepentingan pemuda.
Sama kayak di KM-ITB. Misalkan Saudara Ferdie Darmawan dari HIMATEK punya kepentingan tentang KSEP (kgk tau dah, lu masih di KSEP kgk Fer? hahaha... gpp lah, buat contoh aja yah..) dan harus disuarakan di KM-ITB, akan susah bagi Saudara Alfonso selaku Senator HIMATEK untuk memahami seperti apa sih kepentingan KSEP... Namun di satu sisi itu berarti Saudara Ferdie Darmawan punya suara dobel, dari Saudara Alfonso selaku senator himpunan beliau dan dari senator rumpun unit kajian-pendidikan.
Jadi untuk teman-teman, ada satu pertanyaan yang ingin saya ajukan:
Sebenarnya unit perlu senator atau tidak sih?
Dan jelaskan pertimbangannya. Mohon dijawab ya teman-teman, terima kasih. Maaf klo ada salah-salah kata, klo ada tolong dikoreksi dengan sopan dan jelas dan tidak memancing emosi.
Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater - merdeka!
.
Sabtu, 09 Mei 2009
Unit Perlu Diwakili Tidak?
Keywords:
bacot,
kemahasiswaan,
polling
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar