Ini adalah cerita tentang teman terdekat gw.
Untuk kerahasiaan, mari kita panggil dia Denmas Aria Kendor.
Belakangan ini, Denmas Aria Kendor merasa membutuhkan mobil untuk dibawa-bawa di kota tempatnya kuliah. Sebenarnya jarak yang dia tempuh tidak terlalu jauh, bisa saja dia jalan kaki atau naik angkutan umum. Yah, tapi kan kalau ada mobil minimal jadi lebih enak juga, nggak terlalu capek, begitu kata Denmas Aria Kendor kepada gw.
Apalagi di rumah sebenarnya Denmas Aria Kendor sudah biasa membawa mobil. Masalahnya, dalam setahun kan dia cuma sebentar tinggal di rumah. Lebih sering berada di kampus. Dan kenyataannya, mobil yang dia pakai di rumah itu juga bukan mobil pribadinya; itu pun sering ngadat dan sudah bobrok. Dan pemilik aslinya juga sudah merencanakan untuk cepat-cepat menjual mobil ini. Denmas Aria Kendor pun terancam tidak memiliki mobil lagi.
Jadilah Denmas Aria Kendor merencanakan untuk membeli mobil pribadi. Untuk dibawa saat kuliah, untuk mempermudah transportasi, dan syukur-syukur awet sehingga tidak perlu beli lagi saat sudah lulus kuliah nanti.
Dan Denmas Aria Kendor pun bertanya pada gw: menurut gw, perlukah dia membeli mobil?
Menurut pandangan objektif gw, Denmas Aria Kendor sebenarnya tidak terlalu membutuhkan mobil. Jarak yang dia tempuh tiap hari masih cukup dekat untuk ditempuh dengan jalan kaki dan cukup murah kalau mau ngangkot (menurut gw nih). Tapi itu menurut gw. Nggak tau mungkin jarak segitu udah kejauhan menurut Denmas Aria Kendor. Dan yang pasti, gw liat dia (maaf) sebenarnya uangnya bisa dipakai untuk hal-hal lain yang lebih berguna. Kasian ortunya sih kalau harus mengeluarkan uang untuk hal-hal yang belum perlu. Saran gw kepada Denmas Aria Kendor: tunggulah sampai lulus, kerja, baru beli mobil kalau benar-benar sudah butuh (secara jarak yang harus ditempuh pasti lebih jauh) dan benar-benar sudah punya cukup uang.
Tapi, terserah Denmas Aria Kendor lah. Dia udah gede ini.
Lantas Denmas Aria Kendor melanjutkan bertanya pada gw: tolong bantu pilih mobil yang tepat, katanya.
Kebetulan gw baru saja menonton ulang salah satu film jadul Warkop DKI favorit gw. Ceritanya, tiga sekawan itu jadi mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta. Dan kebetulan ketiga-tiganya memiliki keunikan dalam hal memilih mobil.
Yang pertama adalah Slamet (diperankan Dono), seorang mahasiswa perantauan dari desa, anak juragan perkebunan tembakau. Anaknya memang agak-agak koplok, katro, dan masih bego. Dulu zaman dia masih sekolah di desa, dia tidak merasakan kebutuhan untuk bermobil karena memang lingkungannya mengkondisikan seperti itu. Setelah kuliah dan melihat teman-temannya rata-rata punya mobil, lumrah lah kalau dia ingin juga.
Tapi memang dasar udik dan tidak punya pengalaman, dia malah asal membeli mobil... dan mobilnya benar-benar koplok dah. Bayangin aja, mobilnya memiliki warna metal norak dan bemper depannya berbentuk mulut dengan gigi besar-besar bertaring. Ya, GIGI. Mungkin biar mirip dengan muka Slamet yang menurut film bagaikan Hanoman.
Astaga.
Dikira keren kali. Sayangnya, konsep 'keren' menurut Slamet dan 'keren' menurut sebagian besar temannya itu berbeda. Beginilah kalau orang melakukan sesuatu tanpa mengerti dahulu, sebenarnya dia harus melakukan hal itu untuk apa.
Yang kedua adalah Paijo alias Joe (diperankan Indro), anak raja minyak ibukota. Duitnya banyak. Di kampus terkenal berandalan. Dari dulu suka sekali ganti-ganti mobil. Di film, mobil yang dia bawa adalah jip hitam besar kayak jip tentara. Emang keliatan gahar sih, ke kampus bawa-bawa jip yang rodanya segede-gede gaban. Makin klop lah dengan citra preman si Joe ini.
Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya nyusahin juga bawa mobil seperti itu. Pertama, bensinnya boros. Kedua, makan banyak tempat baik waktu di jalan maupun di parkiran. Gw sih nggak kebayang klo gw bawa mobil kayak gitu di jalanan. Pasti banyak protes dari pengguna jalan yang lain. Pokoknya, selain buat gaya-gayaan, nggak ada untungnya deh. Palingan si Paijo alias Joe ini cuma ingin membuktikan kalau dia itu benar-benar preman dan bisa membawa mobil seberat itu ke kampus tanpa masalah.
Yang terakhir adalah Sanwani (diperankan Kasino), pemuda asli ibukota. Ini orang paling bangsat dari ketiga tokoh kita. Licik. Oportunis. Makan temen pula. Waktu berebut cewek dengan Slamet dan Joe, dia dengan sukses mengadu domba keduanya sehingga dia bisa enak-enakan dengan Cindy anak Pak Dosen sementara Joe dan Slamet berantem sengit.
Sanwani ini penipu sejati. Ingin dilihat orang sebagai orang kaya dan sukses. Ngakunya tinggal di perumahan mewah di Menteng di mana bapaknya punya usaha besar. Ke kampus pun mobilnya hampir tiap hari ganti. Orang pun kagum, menyangka Sanwani sedemikian kaya sehingga mampu membeli mobil segitu banyak.
Padahal kenyataannya, bapaknya itu pemilik bengkel di kawasan dekat Menteng. Mobil-mobil yang dibawa Sanwani tiap hari ke kampus dan diaku miliknya semua itu sebenarnya nggak ada SATU PUN yang benar-benar punyanya. Semua dicomot dari mobil-mobil yang baru beres direparasi bapaknya. Pokoknya ada mobil nganggur, comot. Sedikit aja bapaknya meleng, comot. Intinya, asal itu mobil nggak ada yang ngawasin, comot. Belagak seakan semua mobil itu punyanya. Bahkan ada suatu adegan di mana seorang pemilik mobil sudah mau mengambil mobilnya dan marah-marah pada bapak Sanwani, namun Sanwani yang sedang menyetir mobil tersebut lewat situ dan hanya bilang "Ntar dulu deh, nanti juga saya balikin! Mau kencan nih!".
Gimana nggak minta digebukin?
Tapi itulah Sanwani. Dia nggak peduli. Yang penting orang liat dia mobilnya banyak, keluarganya kaya.
Saat Denmas Aria Kendor bertanya pada gw, maka gw pun hanya bisa menjawab: jangan pilih mobil yang aneh-aneh dah, sesuaikan dengan kebutuhan. Jangan pilih mobil kalau cuma buat gaya-gayaan. Biayanya mahal, kasian orang tua lu. Jangan beli sekalian lah kalau emang ternyata nggak butuh pula. Jalan kaki tuh sehat kok. Kalau udah kerja mana bisa pulang jalan kaki?
Pokoknya; jangan pilih mobil ngikutin gaya Slamet, Paijo, maupun Sanwani. Apalagi ngeliat judul filmnya. Tau kan judul film Warkop yang gw maksud? Sama kayak judul post ini.
Gw harap Denmas Aria Kendor bisa mencerna saran gw yang sederhana ini.
Bagaimana kelanjutan kisah Denmas Aria Kendor, teman gw yang hebat ini? Gw akan ceritakan lain kali kalau Denmas Aria Kendor nggak marah waktu membaca post gw ini dan setelahnya mengizinkan gw untuk melanjutkan kisahnya. Peace friend...
Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater - merdeka!
.
Sabtu, 29 November 2008
Gengsi Doooong....!
Keywords:
abstrak,
film,
lawak,
personal note,
satir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
tu Denmas Aria Kendor mirip ma ikan bandeng di film Shark Tale (emank ada ya??, ngarang koq gw, hehehe)
Apa bikin postan baru tentang Shark Tale ya?? Ato mending Finding Nemo??
Wakakak....
selanjutnya tentang mobil barunya Denmas Aria Kendor dah...
ckckck..
kalo si Nemo sih udah diculik sekarang..
Gak bisa di"temu"in lagi..
Huahuahuahua..
(geje akh gw)
Btw, Pa-ijo bakal beli mobil lagi tuuuh..
Apakah dia kuat membayar DP-nya..
Jangan sampai mobilnya disita lagi gara-gara gak bisa lunasin kredit..
Huahuahuahua..
Con, ga mau beli mobil aja lu? rumah lu kan jauh... betah apa naek angkot mulu? udah cari mobil butut yg murah aja, yang penting bisa jalan... hwakakakakakakakak
Posting Komentar